Media China: Eropa Akan Gemetar di Bawah Bayang-bayang Perang Nuklir dengan Rusia

Selasa, 04 Oktober 2022 - 07:17 WIB
Media pemerintah China memperingatkan AS tentang konsekuensi perang nuklir dengan Rusia jika izinkan Ukraina gabung NATO. Foto/National Interest
BEIJING - Media pemerintah China, Global Times, memperingatkan Amerika Serikat (AS) tentang konsekuensi parah jika mengizinkan Ukraina bergabung dengan NATO. Salah satunya, ancaman pecahnya perang nuklir dengan Rusia .

Dalam editorialnya, media tersebut menyebutkan bahwa bergabungnya Ukraina dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan menarik aliansi 30 negara itu ke dalam konflik dengan Moskow.

"Semua negara Eropa akan gemetar di bawah bayang-bayang kemungkinan perang nuklir jika itu terjadi," bunyi editorial Global Times, menyerukan aliansi Barat untuk menarik diri dari keterlibatan lama di Eropa Timur.



"Dalam hal ini, tidak akan ada keamanan bagi siapa pun, tidak untuk Ukraina, dan tidak untuk dunia," lanjut media China tersebut.



"Alih-alih mengejar resolusi untuk mengakhiri konflik, Washington telah, berulang kali, menunjukkan bahwa AS sedang menyerang ke arah lain—mengipasi api perang."

Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan sudah menyatakan dalam konferensi pers Gedung Putih pekan lalu bahwa NATO harus menunda pembicaraan untuk mengizinkan Ukraina bergabung dengan aliansi.

Editorial itu muncul di tengah serangkaian komentar oleh sekutu tradisional Rusia seperti India dan Republik Chechnya yang mengungkapkan keraguan atas perang atau prospek penggunaan senjata nuklir dalam konflik tersebut.

Dalam beberapa pekan terakhir, Presiden Rusia Vladimir Putin secara terbuka mengakui bahwa China sendiri telah menyatakan keprihatinannya dengan arah perang karena kedua negara telah berusaha untuk menyelaraskan diri sebagai benteng bagi Barat.

David Shullman, direktur senior Atlantic Council's Global China Hub, mengatakan kepada Newsweek, Selasa (4/10/2022), bahwa editorial Global Times tidak boleh dibaca sebagai kesediaan dari Beijing untuk mengakhiri perang, tetapi lebih merupakan seruan kepada Barat untuk menyerahkan posisi Rusia bahwa AS dan NATO harus disalahkan atas konflik tersebut.

Menurutnya, editorial itu seolah-olah menegaskan bahwa invasi Rusia ke Ukraina adalah sah dengan dalih bahwa Moskow merasa terancam oleh ekspansi NATO.

"Ya, China secara sah ingin perang berakhir, karena tidak memenuhi tujuan strategisnya dan perang jelas tidak berjalan dengan baik bagi Rusia, mitra strategis terpenting Beijing," tulis Shullman dalam email.

“Tetapi alih-alih mendorong perubahan apa pun di pihak Putin, [Presiden China] Xi [Jinping] menggandakan kesalahan AS dan NATO sebagai aktor jahat yang entah bagaimana memaksa Putin untuk semakin mengancam Barat," paparnya.

Meskipun AS sejauh ini menghindari keterlibatan militer langsung dalam perang Ukraina, Kongres Amerika memberikan stempel persetujuannya pada sekitar USD12 miliar bantuan tambahan untuk upaya perang Kiev akhir pekan lalu.

Presiden Joe Biden—yang pernah menjadi pendukung upaya Ukraina untuk bergabung dengan NATO sebelum invasi Rusia—mengeluarkan peringatannya sendiri kepada pasukan Rusia, mengisyaratkan konsekuensi yang mengerikan jika pasukan Rusia menyerang negara-negara yang berbatasan dengan NATO di Eropa Timur.

“Amerika sepenuhnya siap dengan sekutu NATO kami untuk mempertahankan setiap inci wilayah NATO. Setiap inci,” kata Biden dalam sambutannya di Washington, D.C.

NATO, sementara itu, telah secara terbuka menyatakan dukungan untuk upaya Ukraina untuk merebut kembali wilayah yang diklaim oleh Rusia selama konflik—sebuah proses yang tampaknya sudah berlangsung.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More