Presiden Iran soal Kematian Mahsa Amini: Kami Semua Sedih, tapi....
Kamis, 29 September 2022 - 08:49 WIB
TEHERAN - Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan bahwa kematian Mahsa Amini adalah kesedihan bagi seluruh rakyat. Tapi, dia menegaskan bahwa aksi kekacauan tidak bisa diterima.
Mahsa Amini (22), wanita Kurdi Iran, ditangkap polisi moral di Teheran dengan tuduhan berjilbab secara tidak pantas pada 16 September. Tiga hari kemudian, dia meninggal setelah terbaring koma.
Para aktivis mengeklaim Mahsa Amini dipukuli petugas polisi moral selama ditahan. Namun, polisi membantah tuduhan itu dan menegaskan perempuan muda tersebut mengalami serangan jantung.
Kematian Mahsa Amini telah memicu protes anti-rezim di seluruh Iran, di mana para pengunjuk rasa menyerukan diakhirinya kekuasaan rezim ulama yang sudah berumur lebih dari empat dekade.
"Kami semua sedih dengan insiden tragis ini...(Tetapi) Kekacauan tidak dapat diterima," kata Raisi dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi pemerintah, yang dilansir Reuters, Kamis (29/9/2022).
"Garis merah pemerintah adalah keamanan rakyat kami...Kami tidak bisa membiarkan orang-orang mengganggu kedamaian masyarakat melalui kerusuhan," ujar Raisi.
Meskipun jumlah korban tewas meningkat dan tindakan keras oleh pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan, dan dalam beberapa kasus menggunakan peluru tajam, para demonstran tetap bertahan. Beberapa dari mereka meneriakkan: "Matilah diktator".
Namun, runtuhnya Republik Islam Iran tampaknya masih mustahil dalam waktu dekat. Sebab, menurut seorang pejabat senior Iran kepada Reuters, para pemimpin bertekad untuk tidak menunjukkan jenis kelemahan.
Mahsa Amini (22), wanita Kurdi Iran, ditangkap polisi moral di Teheran dengan tuduhan berjilbab secara tidak pantas pada 16 September. Tiga hari kemudian, dia meninggal setelah terbaring koma.
Para aktivis mengeklaim Mahsa Amini dipukuli petugas polisi moral selama ditahan. Namun, polisi membantah tuduhan itu dan menegaskan perempuan muda tersebut mengalami serangan jantung.
Kematian Mahsa Amini telah memicu protes anti-rezim di seluruh Iran, di mana para pengunjuk rasa menyerukan diakhirinya kekuasaan rezim ulama yang sudah berumur lebih dari empat dekade.
"Kami semua sedih dengan insiden tragis ini...(Tetapi) Kekacauan tidak dapat diterima," kata Raisi dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi pemerintah, yang dilansir Reuters, Kamis (29/9/2022).
"Garis merah pemerintah adalah keamanan rakyat kami...Kami tidak bisa membiarkan orang-orang mengganggu kedamaian masyarakat melalui kerusuhan," ujar Raisi.
Meskipun jumlah korban tewas meningkat dan tindakan keras oleh pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan, dan dalam beberapa kasus menggunakan peluru tajam, para demonstran tetap bertahan. Beberapa dari mereka meneriakkan: "Matilah diktator".
Namun, runtuhnya Republik Islam Iran tampaknya masih mustahil dalam waktu dekat. Sebab, menurut seorang pejabat senior Iran kepada Reuters, para pemimpin bertekad untuk tidak menunjukkan jenis kelemahan.
tulis komentar anda