Cegah Protes Terus Berkembang, Iran Blokir Internet dan Medsos

Jum'at, 23 September 2022 - 14:19 WIB
“Saya sedih rekan-rekan saya di bagian lain Iran turun ke jalan dan berjuang melawan rezim ini untuk semua hak kami. Dan saya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali berbagi informasi secara online,” imbuhnya.

Dia menambahkan bahwa video yang menunjukkan kebrutalan polisi terhadap pengunjuk rasa memotivasi orang di berbagai kota untuk mengambil tindakan.

“Sangat sulit bagi rezim untuk mengontrol video yang keluar. Banyak orang tidak mempostingnya di media sosial, tetapi mengedarkannya dalam grup WhatsApp, dll. Demonstrasi terjadi secara bersamaan di dunia maya dan di ruang fisik,” terangnya.



Media sosial telah lama menjadi salah satu alat utama untuk aktivitas anti-rezim Iran, karena ruang publik dijaga ketat oleh pasukan keamanan.

“Platform seperti Instagram menjadi jalan virtual, di mana kita bisa berkumpul untuk memprotes, karena tidak mungkin melakukan itu di kehidupan nyata,” kata Shaghayegh Norouzi, juru kampanye Iran melawan kekerasan berbasis gender yang tinggal di pengasingan di Spanyol.

Norouzi mengatakan bahwa meskipun dia dapat tetap berhubungan dengan para aktivis di Teheran, dia takut akan pemadaman internet di masa depan dan apa artinya bagi keselamatan para aktivis.

“Selama protes terakhir (2017-2019), pemerintah Iran memutus internet selama berhari-hari. Selama waktu itu, pengunjuk rasa dibunuh dan ditangkap,” ujarnya.

“Para pengunjuk rasa juga menggunakan internet untuk mengatur diri mereka sendiri. Mereka dapat saling menelepon dan mengatakan ketika mereka dalam bahaya atau saling memperingatkan,” ungkapnya.

Korps Garda Revolusi Iran yang kuat meminta pengadilan untuk mengadili mereka yang menyebarkan berita dan rumor palsu dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada hari Kamis waktu setempat.

Mahsa Amini ditahan pada 16 September karena diduga memakai jilbab dengan cara yang “tidak pantas”. Aktivis mengatakan wanita itu, yang nama depan Kurdinya adalah Jhina, mengalami pukulan fatal di kepala, klaim yang dibantah oleh para pejabat, yang telah mengumumkan hasil penyelidikan.

Polisi terus mempertahankan pendapat bahwa Amini meninggal karena sebab alami, tetapi keluarganya mencurigai bahwa dia menjadi sasaran pemukulan dan penyiksaan.

Kematian Amini terjadi di tengah tindakan keras pemerintah Iran terhadap hak-hak perempuan. Pada 15 Agustus, presiden garis keras Iran, Ebrahim Raisi, menandatangani sebuah dekrit yang, antara lain, meningkatkan hukuman bagi wanita yang memposting konten anti-hijab secara online.



Pada briefing dengan beberapa wartawan barat di sela-sela sidang umum PBB, Raisi mengatakan keadaan kematian Amini sedang diselidiki.

Dalam kesempatan itu, Raisi mengatakan tanda-tanda awal dari penyelidikan menunjukkan tidak ada pemukulan atau kekerasan yang menyebabkan kematiannya.

"Semua tanda menunjukkan serangan jantung atau stroke otak," ujarnya, tetapi dia menekankan "itu bukan penentuan akhir".
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More