China dan Taiwan di Ambang Perang, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Keduanya
Sabtu, 06 Agustus 2022 - 01:40 WIB
TAIPEI - Taiwan sudah siaga perang dengan China setelah ketegangan memanas yang dipicu kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taipei.
Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan telah membatalkan cuti para perwira militer dan memobilisasi pasukan. Sedangkan China menggelar latihan perang besar-besaran di sekitar Taiwan.
Bahkan, Beijing telah menembakkan beberapa rudal ke dekat pulau tersebut. Jet-jet tempur Beijing juga menerobos Garis Median Selat Taiwan, yang memaksa Taipei menyiagakan jet-jet tempur dan sistem pertahanan rudalnya.
Taiwan telah memerintah sendiri sejak 1949 atau sejak perang saudara China berakhir. Namun, Beijing masih menganggap pulau itu bagian dari China dan bersumpah akan menundukkannya dengan kekuatan militer jika perlu.
Taipei kini menuduh Beijing memberlakukan blokade secara de facto dan mengatakan pihaknya "mempersiapkan perang tanpa mencari perang".
Namun jika konflik terbuka benar-benar pecah, kekuatan militer Taiwan dianggap tidak sebanding dengan China, baik itu kekuatan darat, udara dan laut.
Pada tahun 2021, Departemen Pertahanan AS menerbitkan sebuah laporan kepada Kongres berjudul "Perkembangan Militer dan Keamanan yang Melibatkan Republik Rakyat China", yang menganalisis kekuatan relatif militer China dan Taiwan secara mendalam.
Laporan itu berdasarkan data tahun 2020. Berikut perbandingan kekuatan militer China dan Taiwan, sebagaimana dikutip Newsweek, Jumat (5/8/2022).
China
Tentara: 1.040.000 personel
Tank: 6.300 unit
Artileri: 7.000 unit
Kapal induk: 2 operasional, beberapa masih dalam pembangunan
Kapal perang: 80 unit (32 kapal perusak dan 48 fregat)
Kapal selam: 56 unit, termasuk 9 kapal selam serangan nuklir dan 6 kapal selam rudal balistik
Pesawat tempur: 1.600 unit, termasuk 450 pesawat pengebom spesialis dan 400 pesawat angkut
Senjata nuklir: 350 unit hulu ledak (versi Stockholm International Peace Research Institute atau SIPRI)
Taiwan
Tentara: 88.000 personel
Tank: 800 unit
Artileri: 1.100 unit
Kapal induk: tidak punya
Kapal perang: 22 unit
Kapal selam: 2 unit kapal selam serang diesel
Pesawat tempur: 400 unit, termasuk 30 pesawat angkut
Senjata nuklir: tidak punya
Terlepas dari keunggulan kekuatannya yang jelas, invasi ke Taiwan yang kemungkinan akan membutuhkan salah satu serangan amfibi terbesar dalam sejarah militer, tidak akan mudah bagi China.
Seiring dengan pembela Taiwan yang bercokol, Beijing dapat menghadapi kekuatan dari sekutu Taiwan seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Sementara militer AS, yang sejauh ini pendanaannya paling besar di dunia, hanya memiliki 30 personel militer di Taiwan, ia memiliki lebih dari 79.000 tentara yang ditempatkan secara permanen di Jepang dan Korea Selatan.
Amerika Serikat secara historis mempertahankan kebijakan "ambiguitas strategis" atas niatnya jika Taiwan diserbu China.
Namun, pada Oktober 2021 Presiden Joe Biden mengatakan AS memiliki "komitmen" untuk membela Taiwan, yang terletak hanya 81 mil dari pantai China pada titik terdekatnya.
Pernyataan itu kemudian diklarifikasi oleh Gedung Putih, yang menegaskan kebijakan AS tetap tidak berubah.
Dukungan Jepang untuk Taiwan juga menjadi lebih kuat selama beberapa tahun terakhir, melanggar kebijakan sebelumnya.
Pada Juni 2021 Yasuhide Nakayama, wakil menteri pertahanan Jepang saat itu, mengatakan dalam sebuah konferensi; "Kita harus melindungi Taiwan, sebagai negara demokratis".
Berbicara kepada BBC pada bulan Juli, Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Milley mengatakan tidak ada indikasi atau peringatan bahwa serangan China di Taiwan sudah dekat.
Namun, dia memperingatkan China jelas sedang mengembangkan kemampuan untuk menyerang. "Kami mengawasinya dengan sangat hati-hati".
Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan telah membatalkan cuti para perwira militer dan memobilisasi pasukan. Sedangkan China menggelar latihan perang besar-besaran di sekitar Taiwan.
Bahkan, Beijing telah menembakkan beberapa rudal ke dekat pulau tersebut. Jet-jet tempur Beijing juga menerobos Garis Median Selat Taiwan, yang memaksa Taipei menyiagakan jet-jet tempur dan sistem pertahanan rudalnya.
Taiwan telah memerintah sendiri sejak 1949 atau sejak perang saudara China berakhir. Namun, Beijing masih menganggap pulau itu bagian dari China dan bersumpah akan menundukkannya dengan kekuatan militer jika perlu.
Taipei kini menuduh Beijing memberlakukan blokade secara de facto dan mengatakan pihaknya "mempersiapkan perang tanpa mencari perang".
Namun jika konflik terbuka benar-benar pecah, kekuatan militer Taiwan dianggap tidak sebanding dengan China, baik itu kekuatan darat, udara dan laut.
Pada tahun 2021, Departemen Pertahanan AS menerbitkan sebuah laporan kepada Kongres berjudul "Perkembangan Militer dan Keamanan yang Melibatkan Republik Rakyat China", yang menganalisis kekuatan relatif militer China dan Taiwan secara mendalam.
Laporan itu berdasarkan data tahun 2020. Berikut perbandingan kekuatan militer China dan Taiwan, sebagaimana dikutip Newsweek, Jumat (5/8/2022).
China
Tentara: 1.040.000 personel
Tank: 6.300 unit
Artileri: 7.000 unit
Kapal induk: 2 operasional, beberapa masih dalam pembangunan
Kapal perang: 80 unit (32 kapal perusak dan 48 fregat)
Kapal selam: 56 unit, termasuk 9 kapal selam serangan nuklir dan 6 kapal selam rudal balistik
Pesawat tempur: 1.600 unit, termasuk 450 pesawat pengebom spesialis dan 400 pesawat angkut
Senjata nuklir: 350 unit hulu ledak (versi Stockholm International Peace Research Institute atau SIPRI)
Taiwan
Tentara: 88.000 personel
Tank: 800 unit
Artileri: 1.100 unit
Kapal induk: tidak punya
Kapal perang: 22 unit
Kapal selam: 2 unit kapal selam serang diesel
Pesawat tempur: 400 unit, termasuk 30 pesawat angkut
Senjata nuklir: tidak punya
Terlepas dari keunggulan kekuatannya yang jelas, invasi ke Taiwan yang kemungkinan akan membutuhkan salah satu serangan amfibi terbesar dalam sejarah militer, tidak akan mudah bagi China.
Seiring dengan pembela Taiwan yang bercokol, Beijing dapat menghadapi kekuatan dari sekutu Taiwan seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Sementara militer AS, yang sejauh ini pendanaannya paling besar di dunia, hanya memiliki 30 personel militer di Taiwan, ia memiliki lebih dari 79.000 tentara yang ditempatkan secara permanen di Jepang dan Korea Selatan.
Amerika Serikat secara historis mempertahankan kebijakan "ambiguitas strategis" atas niatnya jika Taiwan diserbu China.
Namun, pada Oktober 2021 Presiden Joe Biden mengatakan AS memiliki "komitmen" untuk membela Taiwan, yang terletak hanya 81 mil dari pantai China pada titik terdekatnya.
Pernyataan itu kemudian diklarifikasi oleh Gedung Putih, yang menegaskan kebijakan AS tetap tidak berubah.
Dukungan Jepang untuk Taiwan juga menjadi lebih kuat selama beberapa tahun terakhir, melanggar kebijakan sebelumnya.
Pada Juni 2021 Yasuhide Nakayama, wakil menteri pertahanan Jepang saat itu, mengatakan dalam sebuah konferensi; "Kita harus melindungi Taiwan, sebagai negara demokratis".
Berbicara kepada BBC pada bulan Juli, Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Milley mengatakan tidak ada indikasi atau peringatan bahwa serangan China di Taiwan sudah dekat.
Namun, dia memperingatkan China jelas sedang mengembangkan kemampuan untuk menyerang. "Kami mengawasinya dengan sangat hati-hati".
(min)
tulis komentar anda