Pakar Nilai Kudeta Gagal di Turki Dirancang untuk Singkirkan Oposisi

Kamis, 28 Juli 2022 - 19:16 WIB
Setelah membungkam narasi yang berlawanan, Erdogan mengisi kekosongan dengan propaganda, dengan menyalahkan simpatisan pengkhotbah Turki Fethullah Gulen—yang telah tinggal di pengasingan di Amerika Serikat sejak 1999.

Gulen mengecam kudeta dan pemberitaan di media, karena dia telah berulang kali membantah terlibat dalam apa yang terjadi.

Dia malah mengundang Erdogan untuk mengizinkan pengadilan internasional yang independen dan berjanji untuk mematuhi keputusannya. Erdogan tidak pernah menanggapi seruan ini.

Sebaliknya, Erdogan, yang menyebut peristiwa itu sebagai "hadiah dari Tuhan”, menggunakannya sebagai alasan untuk menekan ratusan ribu warga sipil Turki yang tidak bersalah, termasuk menembak, menahan, menangkap, memenjarakan, menculik dan menyiksa orang hanya karena hubungan mereka dengan Gerakan Hizmet.

Padahal Gerakan Hizmet mempromosikan akses setara ke pendidikan berkualitas, dialog antaragama, saling menghormati dan bantuan kemanusiaan.

Dalam tuntutannya Gerakan Hizmet, apa yang disebut "bukti" yang diajukan di pengadilan untuk membuktikan "bersalah" adalah contoh tekstual "bersalah oleh masyarakat”.

Guru, dokter, profesor, jurnalis, ibu rumah tangga dipenjara berdasarkan kriteria seperti: "Jika mereka mengirim anak-anak mereka ke sekolah yang terhubung dengan Hizmet”.

Penggunaan "buku pegangan otokrat" oleh Erdogan dimulai sebelum 2016, ketika dia mengambil alih organisasi media, memperkaya pengusaha setia dan memecat serta memenjarakan jaksa dan hakim.

Dengan mengesahkan undang-undang anti-terorisme yang kasar dan berlebihan dan secara politis mengendalikan penunjukan hakim, dia mengubahnya menjadi instrumen hukuman politik.

Perisitiwa 15 Juli memungkinkan Erdogan untuk membuat perubahan konstitusional besar-besaran untuk menjadi presiden dengan kekuasaan besar dan tanpa akuntabilitas.

Dari 2014 hingga 2020, peringkat Turki turun dari "sebagian bebas" menjadi "tidak bebas" dan negara itu menjadi pelaku represi transnasional terburuk menurut Freedom House.

Kelompok Kerja PBB tentang Penahanan Sewenang-wenang dan Penghilangan Paksa telah mengeluarkan banyak keputusan terhadap penculikan transnasional Turki, menyatakan mereka melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia yang mendasar.

Committee to Protect Journalists and Reporters Without Borders telah berulang kali menyebut Turki sebagai penjara jurnalis terburuk di dunia.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengeluarkan banyak keputusan yang menyatakan pemenjaraan para pembangkang demokratis (oposisi) dari Turki bermotif politik.

Amnesty International mencatat dalam laporannya pada tahun 2021 bahwa di Turki "politisi oposisi, jurnalis, bahkan wanita hamil dan wanita yang baru saja melahirkan pun tak luput dari penganiayaan bermotif politik.

Mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein memprotes bahwa pemenjaraan wanita hamil dan wanita yang baru saja melahirkan adalah: "sangat keterlaluan, benar-benar kejam dan tentu saja tidak ada yang bisa membuat negara lebih aman".

Sementara itu, mengabaikan kritik para pakar politik, Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu mengatakan peristiwa 15 Juli 2016 adalah kemenangan bagi demokrasi bagi Turki.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More