Senat AS Menyetujui RUU Sanksi China Terkait Hong Kong
Jum'at, 26 Juni 2020 - 06:54 WIB
WASHINGTON - Rancangan undang-undang (RUU) keamanan Hong Kong yang akan diterapkan oleh China telah memicu kecaman dari sejumlah negara, tak terkecuali Amerika Serikat (AS). PemerintahAS bahkantelah menyiapkan aturan pemberian sanksi bagi China terkait regulasi yang dianggap mengancam kebebasan warga Hong Kong tersebut.
Senat AS telah menyetujui RUU yang akan menjatuhkan sanksi pada pejabat China atas undang-undang keamanan Hong Kong. Namun, RUU yang memungkinkan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap polisi Hong Kong, pejabat China, dan bank, masih perlu disahkan oleh DPR AS. (Baca: AS Dilaporkan Pertimbangkan Beri Sanksi ke China )
Menurut draft dokumen, undang-undang ini diharapkan untuk mempertahankan kekuasaan otoritas Hong Kong dalam melaksanakan sebagian besar fungsi penegakan hukum dan proses peradilan sendiri, sementara memungkinkan pemerintah pusat untuk campur tangan dalam kondisi darurat tertentu.
"Hampir semua proses peradilan dalam kasus-kasus yang relevan, termasuk dimulainya proses pidana dan penyelidikan, penuntutan dan hukuman harus dilakukan di bawah yurisdiksi Hong Kong dengan penerapan RUU tersebut dan undang-undang setempat," begitu bunyi pernyataan rancangan tersebut seperti dilansir dari Sputnik, Jumat (26/6/2020).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah menerima proposal Uni Eropa untuk meluncurkan dialog tentang China.
Di bawah pemerintahan Trump, hubungan AS-China semakin memburuk, dengan Washington menuduh Beijing melakukan praktik perdagangan tidak adil, pelanggaran hak asasi manusia di beberapa wilayahnya, dan perambahan status khusus Hong Kong. Situasi ini mendorong diskusi mengenai sanksi potensial terhadap Beijing.
China telah menolak tuduhan itu dan, pada gilirannya, menunjuk pada berbagai pelanggaran hukum internasional di pihak Amerika Serikat.
Protes berskala luas telah terjadi secara sporadis di Hong Kong sejak Juni 2019, dengan para pemrotes mengklaim menentang pengaruh Beijing yang meningkat pada wilayah administrasi khusus itu. Saat itu, warga Hong Kong turun ke jalan memprotes RUU ekstradisi yang kontroversial. RUU itu memungkinkan ekstradisi penduduk Hong Kong ke daratan China. Protes berubah menjadi gerakan besar-besaran terhadap otoritas Beijing dan ditandai oleh bentrokan keras dengan pasukan polisi. RUU ini kemudian dicabut oleh pemerintah Hong Kong.
Sementara gelombang protes terbaru dipicu oleh rencana pemerintah pusat China mengesahkan RUU keamanan bagi Hong Kong. Undang-undang, yang antara lain melarang kegiatan separatis ini, dianggap oleh penduduk Hong Kong merusak kebebasan mereka. (Baca: Legislatif China Sahkan Draft RUU Keamanan Nasional Hong Kong)
Senat AS telah menyetujui RUU yang akan menjatuhkan sanksi pada pejabat China atas undang-undang keamanan Hong Kong. Namun, RUU yang memungkinkan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap polisi Hong Kong, pejabat China, dan bank, masih perlu disahkan oleh DPR AS. (Baca: AS Dilaporkan Pertimbangkan Beri Sanksi ke China )
Menurut draft dokumen, undang-undang ini diharapkan untuk mempertahankan kekuasaan otoritas Hong Kong dalam melaksanakan sebagian besar fungsi penegakan hukum dan proses peradilan sendiri, sementara memungkinkan pemerintah pusat untuk campur tangan dalam kondisi darurat tertentu.
"Hampir semua proses peradilan dalam kasus-kasus yang relevan, termasuk dimulainya proses pidana dan penyelidikan, penuntutan dan hukuman harus dilakukan di bawah yurisdiksi Hong Kong dengan penerapan RUU tersebut dan undang-undang setempat," begitu bunyi pernyataan rancangan tersebut seperti dilansir dari Sputnik, Jumat (26/6/2020).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah menerima proposal Uni Eropa untuk meluncurkan dialog tentang China.
Di bawah pemerintahan Trump, hubungan AS-China semakin memburuk, dengan Washington menuduh Beijing melakukan praktik perdagangan tidak adil, pelanggaran hak asasi manusia di beberapa wilayahnya, dan perambahan status khusus Hong Kong. Situasi ini mendorong diskusi mengenai sanksi potensial terhadap Beijing.
China telah menolak tuduhan itu dan, pada gilirannya, menunjuk pada berbagai pelanggaran hukum internasional di pihak Amerika Serikat.
Protes berskala luas telah terjadi secara sporadis di Hong Kong sejak Juni 2019, dengan para pemrotes mengklaim menentang pengaruh Beijing yang meningkat pada wilayah administrasi khusus itu. Saat itu, warga Hong Kong turun ke jalan memprotes RUU ekstradisi yang kontroversial. RUU itu memungkinkan ekstradisi penduduk Hong Kong ke daratan China. Protes berubah menjadi gerakan besar-besaran terhadap otoritas Beijing dan ditandai oleh bentrokan keras dengan pasukan polisi. RUU ini kemudian dicabut oleh pemerintah Hong Kong.
Sementara gelombang protes terbaru dipicu oleh rencana pemerintah pusat China mengesahkan RUU keamanan bagi Hong Kong. Undang-undang, yang antara lain melarang kegiatan separatis ini, dianggap oleh penduduk Hong Kong merusak kebebasan mereka. (Baca: Legislatif China Sahkan Draft RUU Keamanan Nasional Hong Kong)
(ber)
tulis komentar anda