Putri Hassa, Satu-satunya Anak Perempuan Raja Arab Saudi dan Kontroversinya
Sabtu, 18 Juni 2022 - 13:29 WIB
RIYADH - Bangsawan cantik Kerajaan Arab Saudi ini bernama Putri Hassa binti Salman al-Saud. Dialah anak perempuan satu-satunya Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud.
Putri dari Ibu bernama Sultana binti Turki al-Sudairi ini satu-satunya perempuan di antara dua belas bersaudara dari anak-anak Raja Salman.
Sultana sudah meninggal pada 31 Juli 2011. Sultana, yang juga bagian dari bangsaan Kerajaan Arab Saudi, adalah pelopor dalam bidang amal, pekerjaan kemanusiaan, pelindung perempuan, penulisan, inovasi dan kreativitas. Dia dikenal sangat bersemangat untuk menghidupkan kembali dan melestarikan warisan Arab Saudi.
Sosok Putri Hassa
Putri Hassa binti Salman lahir di Riyadh tahun 1974. Dia menikah dengan Pangeran Fahd bin Saad bin Abdullah bin Turki al-Saud pada Juni tahun lalu.
Suaminya adalah cicit dari Imam Turki bin Abdullah bin Mohammed, pendiri negara kedua Arab Saudi dan kakek dari penguasa Kerajaan Arab Saudi.
Pangeran Fahd memegang posisi Penasihat dalam Memerangi Kejahatan, sebuah jabatan peringkat kelima belas di Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi. Dia memegang gelar master dalam pencegahan kejahatan dan gelar sarjana dalam ilmu politik.
Putri Hassa meraih gelar sarjana sastra Inggris dari King Saud University di Riyadh, dan dua gelar master dari universitas di Inggris. Yang pertama adalah studi diplomatik dan hukum internasional dari University of Westminster di London pada tahun 2001.
Gelar master keduanya dalam hukum hak asasi manusia–hukum internasional komparatif dan hak asasi manusia dalam Islam–dari School of Oriental and African Studies di University of London, pada tahun 2011.
Putri Hassa dikenal sangat tertarik pada sastra Arab dan sebelumnya telah mendukung sektor ini dengan mengadakan sesi sastra di Prince Salman Social Center (sekarang bernama King Salman Social Center). Dia juga memiliki minat akademis dalam sejarah dan filsafat, yang dia kejar dengan mengikuti kursus di universitas Oxford dan London.
Kontroversi
Putri Hassa memiliki jejak tak mengenakkan dalam sejarah hidupnya. Yakni, insiden kekerasan bersenjata di Paris.
Pada 2019, pengadilan di Paris menyatakan Putri Hassa bersalah memerintahkan pengawalnya untuk memukul dan mempermalukan seorang pekerja lokal yang sedang merenovasi apartemen mewahnya di Paris tiga tahun sebelumnya.
Dalam sidang in absentia, sang putri dinyatakan bersalah atas kekerasan bersenjata dan keterlibatan untuk menahan seseorang di luar kehendak mereka. Putri Hassa dijatuhi hukuman percobaan 10 bulan dan denda €10.000 oleh pengadilan.
Pengawalnya dijatuhi hukuman penjara delapan bulan yang ditangguhkan dan diperintahkan untuk membayar denda €5.000.
Ashraf Eid, seorang warga negara Prancis kelahiran Mesir, mengatakan pengawal Putri Hassa menyerangnya setelah sang putri menuduhnya mengambil foto dan video dirinya pada September 2016.
Eid menuduh pengawal itu memukulnya, mengikat pergelangan tangannya, menodongkan pistol ke kepalanya dan memerintahkannya untuk mencium kaki sang putri.
Emmanuel Moyne, seorang pengacara untuk Hassa, mengatakan kepada CNN saat itu: "Dengan sangat tidak percaya dan marah kami menerima...penilaian ini."
Moyne menambahkan bahwa dia mengajukan banding atas putusan hakim dan membuktikan bahwa Putri Hassa sama sekali tidak bersalah atas tuduhan yang telah dibuat terhadapnya.
Eid sebelumnya mengatakan dia sedang bekerja di kamar mandi di apartemen di Avenue Foch yang eksklusif di Paris--yang dimiliki oleh Raja Salman--dan mengambil foto furnitur untuk referensi ketika dia melihat bayangan sang putri di kaca.
Menurut pengakuan Eid yang dibacakan di pengadilan, ketika Putri Hassa melihatnya, sang putri memerintahkan pengawalnya Rani Saidi untuk mengambil ponselnya. Eid mengeklaim Saidi kemudian menganiaya dan menendang wajahnya.
Eid menuduh bahwa sang putri kemudian menghinanya, dengan melontarkan umpatan kasar. "Anda akan melihat bagaimana Anda harus berbicara dengan seorang putri, bagaimana seseorang harus berbicara dengan keluarga kerajaan," kata Putri Hassa yang ditirukan Eid dalam sidang pengadilan.
Eid kemudian mengatakan bahwa Saidi menodongkan pistol ke bagian belakang kepalanya dan memberinya dua pilihan: "Cium kaki sang putri atau ambil risiko serangan lebih lanjut."
Eid mengadu ke polisi begitu dia dibebaskan dari apartemen. Polisi menginterogasi sang putri selama dua jam, lalu melepaskannya.
Tiga hari kemudian, Putri Hassa meninggalkan negara itu.
Seorang hakim investigasi mencoba menghubungi sang putri beberapa kali tetapi tidak berhasil, akhirnya mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuknya pada tahun 2017.
Putri dari Ibu bernama Sultana binti Turki al-Sudairi ini satu-satunya perempuan di antara dua belas bersaudara dari anak-anak Raja Salman.
Sultana sudah meninggal pada 31 Juli 2011. Sultana, yang juga bagian dari bangsaan Kerajaan Arab Saudi, adalah pelopor dalam bidang amal, pekerjaan kemanusiaan, pelindung perempuan, penulisan, inovasi dan kreativitas. Dia dikenal sangat bersemangat untuk menghidupkan kembali dan melestarikan warisan Arab Saudi.
Sosok Putri Hassa
Putri Hassa binti Salman lahir di Riyadh tahun 1974. Dia menikah dengan Pangeran Fahd bin Saad bin Abdullah bin Turki al-Saud pada Juni tahun lalu.
Suaminya adalah cicit dari Imam Turki bin Abdullah bin Mohammed, pendiri negara kedua Arab Saudi dan kakek dari penguasa Kerajaan Arab Saudi.
Pangeran Fahd memegang posisi Penasihat dalam Memerangi Kejahatan, sebuah jabatan peringkat kelima belas di Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi. Dia memegang gelar master dalam pencegahan kejahatan dan gelar sarjana dalam ilmu politik.
Putri Hassa meraih gelar sarjana sastra Inggris dari King Saud University di Riyadh, dan dua gelar master dari universitas di Inggris. Yang pertama adalah studi diplomatik dan hukum internasional dari University of Westminster di London pada tahun 2001.
Gelar master keduanya dalam hukum hak asasi manusia–hukum internasional komparatif dan hak asasi manusia dalam Islam–dari School of Oriental and African Studies di University of London, pada tahun 2011.
Putri Hassa dikenal sangat tertarik pada sastra Arab dan sebelumnya telah mendukung sektor ini dengan mengadakan sesi sastra di Prince Salman Social Center (sekarang bernama King Salman Social Center). Dia juga memiliki minat akademis dalam sejarah dan filsafat, yang dia kejar dengan mengikuti kursus di universitas Oxford dan London.
Kontroversi
Putri Hassa memiliki jejak tak mengenakkan dalam sejarah hidupnya. Yakni, insiden kekerasan bersenjata di Paris.
Pada 2019, pengadilan di Paris menyatakan Putri Hassa bersalah memerintahkan pengawalnya untuk memukul dan mempermalukan seorang pekerja lokal yang sedang merenovasi apartemen mewahnya di Paris tiga tahun sebelumnya.
Dalam sidang in absentia, sang putri dinyatakan bersalah atas kekerasan bersenjata dan keterlibatan untuk menahan seseorang di luar kehendak mereka. Putri Hassa dijatuhi hukuman percobaan 10 bulan dan denda €10.000 oleh pengadilan.
Pengawalnya dijatuhi hukuman penjara delapan bulan yang ditangguhkan dan diperintahkan untuk membayar denda €5.000.
Ashraf Eid, seorang warga negara Prancis kelahiran Mesir, mengatakan pengawal Putri Hassa menyerangnya setelah sang putri menuduhnya mengambil foto dan video dirinya pada September 2016.
Eid menuduh pengawal itu memukulnya, mengikat pergelangan tangannya, menodongkan pistol ke kepalanya dan memerintahkannya untuk mencium kaki sang putri.
Emmanuel Moyne, seorang pengacara untuk Hassa, mengatakan kepada CNN saat itu: "Dengan sangat tidak percaya dan marah kami menerima...penilaian ini."
Moyne menambahkan bahwa dia mengajukan banding atas putusan hakim dan membuktikan bahwa Putri Hassa sama sekali tidak bersalah atas tuduhan yang telah dibuat terhadapnya.
Eid sebelumnya mengatakan dia sedang bekerja di kamar mandi di apartemen di Avenue Foch yang eksklusif di Paris--yang dimiliki oleh Raja Salman--dan mengambil foto furnitur untuk referensi ketika dia melihat bayangan sang putri di kaca.
Menurut pengakuan Eid yang dibacakan di pengadilan, ketika Putri Hassa melihatnya, sang putri memerintahkan pengawalnya Rani Saidi untuk mengambil ponselnya. Eid mengeklaim Saidi kemudian menganiaya dan menendang wajahnya.
Eid menuduh bahwa sang putri kemudian menghinanya, dengan melontarkan umpatan kasar. "Anda akan melihat bagaimana Anda harus berbicara dengan seorang putri, bagaimana seseorang harus berbicara dengan keluarga kerajaan," kata Putri Hassa yang ditirukan Eid dalam sidang pengadilan.
Eid kemudian mengatakan bahwa Saidi menodongkan pistol ke bagian belakang kepalanya dan memberinya dua pilihan: "Cium kaki sang putri atau ambil risiko serangan lebih lanjut."
Eid mengadu ke polisi begitu dia dibebaskan dari apartemen. Polisi menginterogasi sang putri selama dua jam, lalu melepaskannya.
Tiga hari kemudian, Putri Hassa meninggalkan negara itu.
Seorang hakim investigasi mencoba menghubungi sang putri beberapa kali tetapi tidak berhasil, akhirnya mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuknya pada tahun 2017.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda