Selandia Baru Sita Aset Tersangka Kejahatan Siber Rusia Rp1,3 Triliun
Selasa, 23 Juni 2020 - 14:30 WIB
WELLINGTON - Kepolisian Selandia Baru menyita aset senilai USD90,68 juta (Rp1,3 triliun) terkait pria Rusia tersangka pencucian uang dalam mata uang digital.
"Kepolisian menyita aset-aset itu karena mereka dipegang perusahaan Selandia Baru milik Alexander Vinnik yang dituduh mendalangi jaringan pencucian bitcoin dan diburu Prancis dan Amerika Serikat (AS)," papar pernyataan kepolisian Selandia Baru, dilansir Reuters.
"Ini penyitaan dana terbesar dalam sejarah Kepolisian Selandia Baru," papar pernyataan kepolisian.
Otoritas AS menuduh Vinnik mengelola BTC-e, pertukaran mata uang digital untuk perdagangan bitcoin, untuk memfasilitasi berbagai kejahatan mulai dari peretasan komputer hingga perdagangan narkoba sejak 2011.
Vinnik menyangkal berbagai dakwaan itu dan menyatakan dia konsultan teknis untuk BTC-e dan bukan operatornya.
Dia ditahan atas dakwaan pencucian uang di Yunani pada 2017 dan sejak saat itu diekstradisi ke Prancis tempat dia masih ditahan. Dia juga diburu Rusia atas dakwaan lain.
Komisioner Kepolisian Selandia Baru Andrew Coster menyatakan dana itu tampaknya laba yang diperoleh dari para korban penipuan yang jumlahnya ribuan orang di penjuru dunia. (Baca Juga: RI Apresiasi Saudi Gelar Haji 2020 Secara Terbatas Demi Keselamatan Jamaah)
"Ini menunjukkan Selandia Baru bukan, dan tidak akan menjadi surga aman bagi hasil ilegal dari kejahatan di tempat lain di dunia," papar Coster. (Baca Juga: Jangan Jadikan Rapid Test Ladang Bisnis)
"Kepolisian menyita aset-aset itu karena mereka dipegang perusahaan Selandia Baru milik Alexander Vinnik yang dituduh mendalangi jaringan pencucian bitcoin dan diburu Prancis dan Amerika Serikat (AS)," papar pernyataan kepolisian Selandia Baru, dilansir Reuters.
"Ini penyitaan dana terbesar dalam sejarah Kepolisian Selandia Baru," papar pernyataan kepolisian.
Otoritas AS menuduh Vinnik mengelola BTC-e, pertukaran mata uang digital untuk perdagangan bitcoin, untuk memfasilitasi berbagai kejahatan mulai dari peretasan komputer hingga perdagangan narkoba sejak 2011.
Vinnik menyangkal berbagai dakwaan itu dan menyatakan dia konsultan teknis untuk BTC-e dan bukan operatornya.
Dia ditahan atas dakwaan pencucian uang di Yunani pada 2017 dan sejak saat itu diekstradisi ke Prancis tempat dia masih ditahan. Dia juga diburu Rusia atas dakwaan lain.
Komisioner Kepolisian Selandia Baru Andrew Coster menyatakan dana itu tampaknya laba yang diperoleh dari para korban penipuan yang jumlahnya ribuan orang di penjuru dunia. (Baca Juga: RI Apresiasi Saudi Gelar Haji 2020 Secara Terbatas Demi Keselamatan Jamaah)
"Ini menunjukkan Selandia Baru bukan, dan tidak akan menjadi surga aman bagi hasil ilegal dari kejahatan di tempat lain di dunia," papar Coster. (Baca Juga: Jangan Jadikan Rapid Test Ladang Bisnis)
(sya)
tulis komentar anda