Inilah Alasan Kenapa Qatar Melarang Promosi LGBT di Piala Dunia 2022
Kamis, 19 Mei 2022 - 16:30 WIB
DOHA - Qatar terpilih sebagai tuan rumah ajang sepak bola terbesar di dunia pada 2022. Banyak persiapan yang perlu dilakukan untuk mengadakan kejuaraan piala dunia yang bergengsi ini.
Salah satu persiapan adalah mengenai aturan yang akan diterapkan dalam ajang empat tahunan tersebut.
Qatar sendiri dikenal sebagai negara mayoritas Islam yang memegang hukum Islam dalam perundang-undangannya.
Meskipun tak ketat seperti Arab Saudi, Qatar memiliki beberapa hukum yang bertentangan dengan hukum di negara-negara barat. Salah satunya tentang kebebasan LGBT.
Kaum gay, lesbian, biseksual dan transgender yang termasuk ke dalam LGBT ini memang kemungkinan besar akan datang untuk mewarnai meriahnya kejuaraan piala dunia tersebut.
Khawatir akan budaya asing yang masuk dan mempengaruhi rakyatnya atau bahkan menimbulkan konflik yang berujung perpecahan, pemerintah Qatar perlu tanggap dalam mengatasi hal ini.
Kepala Keamanan Piala Dunia 2022 Mayjen Abdulaziz Abdullah Ansari menegaskan pasangan LGBT akan disambut baik dan diterima di Qatar.
Meskipun memperbolehkan berkunjung dan menonton pertandingan, Ansari melarang keras promosi atau kampanye terbuka yang berkaitan dengan kebebasan LGBT yang dilambangkan dengan “rainbow flag” ini.
Kepala tanggung jawab sosial dan petugas pendidikan FIFA Joyce Cook mengatakan FIFA sendiri mendukung gerakan LGBT pada tahun 2020 lalu.
Kepala Eksekutif Piala Dunia Nasser Khater juga mengatakan "kami akan menghormati" pedoman FIFA tentang mengizinkan gerakan LGBT.
Jika ada pengunjung yang berani melakukan promosi atau kampanye mengenai LGBT ini tentunya Qatar akan bertindak tegas dalam menjatuhi hukuman.
Karena jika dibiarkan maka ditakutkan akan terjadi konflik yang berkepanjangan.
Meskipun FIFA sebagai pemimpin tertinggi sepak bola dunia mendukung gerakan LGBT ini, berbeda dengan apa yang diterapkan di Qatar.
LGBT dianggap hal yang kontroversial dan sensitif, serta bertentangan dengan mayoritas ajaran agama negara tersebut.
Ansari menegaskan, jika memang mau melakukan gerakan kampanye tentang LGBT lebih baik dilakukan di negara-negara yang menerimanya saja.
Tujuan orang-orang dari berbagai belahan dunia datang ke Qatar nanti pastinya untuk menonton sepak bola, bukan untuk berdemonstrasi mengenai gerakan politik atau hal lainnya.
Pertaruhan antara pandangan minoritas dengan mayoritas, karena itulah pihak keamanan harus dekat dengan masalah ini sebelum terlambat.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan hal hal pribadi bukan menjadi urusan pihak keamanan piala dunia.
Karena itu para pendukung dan pelaku LGBT memang bebas diperbolehkan melakukan segala hal yang bersifat pribadi selama itu tidak di depan umum, karena dimungkinkan dapat memicu konflik.
Itulah alasan mengapa Qatar menolak gerakan LGBT pada saat berlangsungnya gelaran piala dunia ini, meskipun menolak bukan berarti melarang para LGBT untuk datang, namun lebih ke arah larangan bagi para pendukung LGBT untuk berkampanye atau menyurakan pendapat mereka.
Salah satu persiapan adalah mengenai aturan yang akan diterapkan dalam ajang empat tahunan tersebut.
Qatar sendiri dikenal sebagai negara mayoritas Islam yang memegang hukum Islam dalam perundang-undangannya.
Meskipun tak ketat seperti Arab Saudi, Qatar memiliki beberapa hukum yang bertentangan dengan hukum di negara-negara barat. Salah satunya tentang kebebasan LGBT.
Baca Juga
Kaum gay, lesbian, biseksual dan transgender yang termasuk ke dalam LGBT ini memang kemungkinan besar akan datang untuk mewarnai meriahnya kejuaraan piala dunia tersebut.
Khawatir akan budaya asing yang masuk dan mempengaruhi rakyatnya atau bahkan menimbulkan konflik yang berujung perpecahan, pemerintah Qatar perlu tanggap dalam mengatasi hal ini.
Kepala Keamanan Piala Dunia 2022 Mayjen Abdulaziz Abdullah Ansari menegaskan pasangan LGBT akan disambut baik dan diterima di Qatar.
Meskipun memperbolehkan berkunjung dan menonton pertandingan, Ansari melarang keras promosi atau kampanye terbuka yang berkaitan dengan kebebasan LGBT yang dilambangkan dengan “rainbow flag” ini.
Kepala tanggung jawab sosial dan petugas pendidikan FIFA Joyce Cook mengatakan FIFA sendiri mendukung gerakan LGBT pada tahun 2020 lalu.
Kepala Eksekutif Piala Dunia Nasser Khater juga mengatakan "kami akan menghormati" pedoman FIFA tentang mengizinkan gerakan LGBT.
Jika ada pengunjung yang berani melakukan promosi atau kampanye mengenai LGBT ini tentunya Qatar akan bertindak tegas dalam menjatuhi hukuman.
Karena jika dibiarkan maka ditakutkan akan terjadi konflik yang berkepanjangan.
Meskipun FIFA sebagai pemimpin tertinggi sepak bola dunia mendukung gerakan LGBT ini, berbeda dengan apa yang diterapkan di Qatar.
LGBT dianggap hal yang kontroversial dan sensitif, serta bertentangan dengan mayoritas ajaran agama negara tersebut.
Ansari menegaskan, jika memang mau melakukan gerakan kampanye tentang LGBT lebih baik dilakukan di negara-negara yang menerimanya saja.
Tujuan orang-orang dari berbagai belahan dunia datang ke Qatar nanti pastinya untuk menonton sepak bola, bukan untuk berdemonstrasi mengenai gerakan politik atau hal lainnya.
Pertaruhan antara pandangan minoritas dengan mayoritas, karena itulah pihak keamanan harus dekat dengan masalah ini sebelum terlambat.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan hal hal pribadi bukan menjadi urusan pihak keamanan piala dunia.
Karena itu para pendukung dan pelaku LGBT memang bebas diperbolehkan melakukan segala hal yang bersifat pribadi selama itu tidak di depan umum, karena dimungkinkan dapat memicu konflik.
Itulah alasan mengapa Qatar menolak gerakan LGBT pada saat berlangsungnya gelaran piala dunia ini, meskipun menolak bukan berarti melarang para LGBT untuk datang, namun lebih ke arah larangan bagi para pendukung LGBT untuk berkampanye atau menyurakan pendapat mereka.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(sya)
tulis komentar anda