Aksi Koboi Duterte Berantas Narkoba Terinspirasi Operasi Petrus Soeharto?
Minggu, 21 Juni 2020 - 08:00 WIB
Investigasi ICC ini dimulai dari laporan pengacara Jude Sabio pada April 2017. Dia menuding pemerintahan Duterte melakukan kejahatan kemanusiaan karena melakukan pembunuhan ekstra-yudisial berkedok perang narkoba kontroversial.
Korban yang diincar para eksekutor tak hanya bandar yang memang nyata-nyata terlibat dalam bisnis narkoba. Sang presiden juga telah merilis daftar yang lebih panjang pada 2016. Dalam daftar itu ada lebih dari 150 hakim, wali kota, dan pejabat lokal lainnya yang diduga memiliki keterlibatan dengan narkoba.
SINDOnews mencatat ada lima walikota yang ditembak di kantornya. Pertama, David Navarro, wali kota Cebu, yang tewas setelah disergap kelompok bersenjata di dalam tahanan. Selanjutnya, Wali Kota Rolando Espinosa dan Reynaldo Parojinog. Espinosa dieksekusi di ruang tahanan polisi. Adapun Wali Kota Antonio Halili dihabisi saat memimpin upacara di kantornya, Balai Kota Tanauan. Terakhir, Wali Kota Ronda, Mariano Blanco, diberondong pria bersenjata tak dikenal di kantornya. Sadis.
Gencar mengkritisi Duterte, Senator Leila De Lima juga harus menghadapi kenyataan pahit. Ia harus meringkuk di penjara. Kesalahannya adalah mengutuk aksi koboi Futerte dalam memberantas narkoba sejak menjadi wali kota hingga presiden.
De Lima, mantan Menteri Kehakiman, meluncurkan investigasi atas dugaan keterlibatan Duterte dalam pembunuhan di luar proses hukum, telah ditahan selama lebih dari dua tahun atas tuduhan narkoba yang telah dibantahnya. Ia memimpin investigasi pembunuhan massal Duterte pada awal 2017.
Sampai kapan Duterte akan melancarkan aksi koboi? Entahlah. Yang pasti, sesuai konstitusi ia akan berkuasa hingga tahun 2022. Lain cerita jika Dewan HAM PBB menerbitkan Resolusi yang menyatakan Duterte bersalah dalam beberapa hari ke depan.
Soeharto: “Biar Saya Pertanggungjawabkan Terhadap Tuhan”
Jauh sebelum aksi sableng Duterte, di negeri kita juga pernah terjadi aksi serupa tapi tak sama. Jika Duterte melancarkan aksinya terhadap mereka yang terlibat narkoba, Presiden Soeharto (berkuasa dari 1966-1998) melancarkan operasi “Petrus” alias penembakan misterius terhadap pelaku kriminal yang dinilai sangat meresahkan masyarakat.
Ada yang memperkirakan korbannya mencapai 10.000 orang. Tapi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menaksir jumlah korbannnya “hanya” 781 orang.
Seperti Duterte, Soeharto mengakui terus terang operasi itu memang dilakukan atas perintahnya. Dalam otobiografinya, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Presiden RI kedua itu beralasan bahwa petrus sebagai usaha mencegah kejahatan seefektif mungkin dengan harapan menimbulkan efek jera.
Korban yang diincar para eksekutor tak hanya bandar yang memang nyata-nyata terlibat dalam bisnis narkoba. Sang presiden juga telah merilis daftar yang lebih panjang pada 2016. Dalam daftar itu ada lebih dari 150 hakim, wali kota, dan pejabat lokal lainnya yang diduga memiliki keterlibatan dengan narkoba.
SINDOnews mencatat ada lima walikota yang ditembak di kantornya. Pertama, David Navarro, wali kota Cebu, yang tewas setelah disergap kelompok bersenjata di dalam tahanan. Selanjutnya, Wali Kota Rolando Espinosa dan Reynaldo Parojinog. Espinosa dieksekusi di ruang tahanan polisi. Adapun Wali Kota Antonio Halili dihabisi saat memimpin upacara di kantornya, Balai Kota Tanauan. Terakhir, Wali Kota Ronda, Mariano Blanco, diberondong pria bersenjata tak dikenal di kantornya. Sadis.
Gencar mengkritisi Duterte, Senator Leila De Lima juga harus menghadapi kenyataan pahit. Ia harus meringkuk di penjara. Kesalahannya adalah mengutuk aksi koboi Futerte dalam memberantas narkoba sejak menjadi wali kota hingga presiden.
De Lima, mantan Menteri Kehakiman, meluncurkan investigasi atas dugaan keterlibatan Duterte dalam pembunuhan di luar proses hukum, telah ditahan selama lebih dari dua tahun atas tuduhan narkoba yang telah dibantahnya. Ia memimpin investigasi pembunuhan massal Duterte pada awal 2017.
Sampai kapan Duterte akan melancarkan aksi koboi? Entahlah. Yang pasti, sesuai konstitusi ia akan berkuasa hingga tahun 2022. Lain cerita jika Dewan HAM PBB menerbitkan Resolusi yang menyatakan Duterte bersalah dalam beberapa hari ke depan.
Soeharto: “Biar Saya Pertanggungjawabkan Terhadap Tuhan”
Jauh sebelum aksi sableng Duterte, di negeri kita juga pernah terjadi aksi serupa tapi tak sama. Jika Duterte melancarkan aksinya terhadap mereka yang terlibat narkoba, Presiden Soeharto (berkuasa dari 1966-1998) melancarkan operasi “Petrus” alias penembakan misterius terhadap pelaku kriminal yang dinilai sangat meresahkan masyarakat.
Ada yang memperkirakan korbannya mencapai 10.000 orang. Tapi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menaksir jumlah korbannnya “hanya” 781 orang.
Seperti Duterte, Soeharto mengakui terus terang operasi itu memang dilakukan atas perintahnya. Dalam otobiografinya, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Presiden RI kedua itu beralasan bahwa petrus sebagai usaha mencegah kejahatan seefektif mungkin dengan harapan menimbulkan efek jera.
Lihat Juga :
tulis komentar anda