Ingin Akhiri Perang di Ukraina, Sekjen PBB Ajak Putin dan Zelensky Bertemu
Kamis, 21 April 2022 - 03:18 WIB
NEW YORK - PBB mengatakan dalam upaya untuk mengakhiri perang di Ukraina , Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, meminta untuk melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky .
Permintaan itu disampaikan Sekjen PBB dalam surat terpisah yang dikirimkan kepada para pemimpin Rusia dan Ukraina itu.
Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan, Guterres telah meminta Presiden Vladimir Putin untuk menerimanya di Moskow dan Presiden Volodymyr Zelensky untuk menerimanya di Kiev.
Surat-surat itu diserahkan kepada Misi Diplomatik PBB masing-masing negara di New York.
“Sekretaris Jenderal mengatakan, pada saat bahaya dan konsekuensi besar ini, dia ingin membahas langkah-langkah mendesak untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina dan masa depan multilateralisme berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional,” kata Dujarric.
“Dia mencatat bahwa baik Ukraina dan Federasi Rusia adalah anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa dan selalu menjadi pendukung kuat organisasi ini,” imbuhnya seperti dikutip dari situs PBB, Kamis (21/4/2022).
Pengumuman itu muncul sehari setelah Sekjen PBB menyerukan jeda kemanusiaan di Ukraina menjelang Paskah Kristen Ortodoks akhir pekan ini.
Sementara itu Koordinator Krisis PBB untuk Ukraina, Amin Awad, telah menggarisbawahi seruan Sekretaris Jenderal di tengah meningkatnya krisis kemanusiaan di negara itu dan meningkatnya serangan Rusia di timur.
Ia mengatakan jeda empat hari akan memungkinkan perjalanan yang aman bagi warga sipil yang bersedia meninggalkan daerah konflik, dan pengiriman bantuan kemanusiaan mendesak yang aman kepada orang-orang di daerah yang paling parah terkena dampak di Mariupol, Kherson, Donetsk dan Luhansk.
“Selama minggu ini – yang menandai penyelarasan kalender yang langka dari tiga hari raya keagamaan paling suci yaitu Paskah Kristen Ortodoks, Paskah Yahudi dan bulan suci Ramadhan – inilah saatnya untuk fokus pada kepentingan yang menyatu dan mengesampingkan perbedaan kita,” kata Awad.
Korban terus meningkat dalam perang di Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari. Ada 5.121 korban sipil di negara itu pada Selasa, termasuk 2.224 kematian, menurut pembaruan terbaru dari kantor hak asasi manusia PBB, OHCR.
Seperti yang dinyatakan oleh Awad: “Hilangnya nyawa dan trauma parah yang disebabkan oleh serangan terhadap rumah sakit, sekolah, dan tempat-tempat pengungsian benar-benar mengejutkan, seperti juga kehancuran infrastruktur sipil yang penting di negara ini.”
Konflik Ukraina telah menghasilkan perpindahan penduduk terbesar dan tercepat dalam beberapa tahun terakhir.
Sekitar 12 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan lebih dari lima juta melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga dan sekitarnya.
Banyak dari mereka yang tertinggal tidak memiliki akses ke air atau listrik, sementara 12 juta lainnya terkena dampak kesulitan ekonomi dan penurunan layanan.
Di Ukraina timur, sekitar 1,4 juta orang tidak memiliki akses ke air mengalir, termasuk di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung. Jutaan lainnya hanya memiliki akses terbatas ke air dan listrik.
Selain itu, sekitar 136 serangan terhadap fasilitas perawatan kesehatan telah tercatat sejak dimulainya perang, mewakili hampir 70 persen serangan kesehatan di seluruh dunia sepanjang tahun ini.
Ketidakamanan yang semakin meningkat, termasuk karena kontaminasi dengan alat peledak, merupakan hambatan yang signifikan untuk mengakses daerah-daerah yang sulit dijangkau di timur Ukraina.
“Jumlah korban sipil yang mengerikan ini harus diakhiri,” kata Awad, memperingatkan bahwa dampak perang yang menghancurkan dapat mempengaruhi Ukraina selama beberapa generasi.
“Dampak langsung dari perang yang tidak masuk akal ini adalah yang paling parah di Ukraina, tetapi bisa memiliki konsekuensi global, menempatkan 1,7 miliar orang di seluruh dunia dalam risiko kemiskinan, kelaparan, dan kemelaratan,” imbaunya.
Permintaan itu disampaikan Sekjen PBB dalam surat terpisah yang dikirimkan kepada para pemimpin Rusia dan Ukraina itu.
Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan, Guterres telah meminta Presiden Vladimir Putin untuk menerimanya di Moskow dan Presiden Volodymyr Zelensky untuk menerimanya di Kiev.
Surat-surat itu diserahkan kepada Misi Diplomatik PBB masing-masing negara di New York.
“Sekretaris Jenderal mengatakan, pada saat bahaya dan konsekuensi besar ini, dia ingin membahas langkah-langkah mendesak untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina dan masa depan multilateralisme berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional,” kata Dujarric.
“Dia mencatat bahwa baik Ukraina dan Federasi Rusia adalah anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa dan selalu menjadi pendukung kuat organisasi ini,” imbuhnya seperti dikutip dari situs PBB, Kamis (21/4/2022).
Pengumuman itu muncul sehari setelah Sekjen PBB menyerukan jeda kemanusiaan di Ukraina menjelang Paskah Kristen Ortodoks akhir pekan ini.
Sementara itu Koordinator Krisis PBB untuk Ukraina, Amin Awad, telah menggarisbawahi seruan Sekretaris Jenderal di tengah meningkatnya krisis kemanusiaan di negara itu dan meningkatnya serangan Rusia di timur.
Ia mengatakan jeda empat hari akan memungkinkan perjalanan yang aman bagi warga sipil yang bersedia meninggalkan daerah konflik, dan pengiriman bantuan kemanusiaan mendesak yang aman kepada orang-orang di daerah yang paling parah terkena dampak di Mariupol, Kherson, Donetsk dan Luhansk.
“Selama minggu ini – yang menandai penyelarasan kalender yang langka dari tiga hari raya keagamaan paling suci yaitu Paskah Kristen Ortodoks, Paskah Yahudi dan bulan suci Ramadhan – inilah saatnya untuk fokus pada kepentingan yang menyatu dan mengesampingkan perbedaan kita,” kata Awad.
Korban terus meningkat dalam perang di Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari. Ada 5.121 korban sipil di negara itu pada Selasa, termasuk 2.224 kematian, menurut pembaruan terbaru dari kantor hak asasi manusia PBB, OHCR.
Seperti yang dinyatakan oleh Awad: “Hilangnya nyawa dan trauma parah yang disebabkan oleh serangan terhadap rumah sakit, sekolah, dan tempat-tempat pengungsian benar-benar mengejutkan, seperti juga kehancuran infrastruktur sipil yang penting di negara ini.”
Konflik Ukraina telah menghasilkan perpindahan penduduk terbesar dan tercepat dalam beberapa tahun terakhir.
Sekitar 12 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan lebih dari lima juta melintasi perbatasan ke negara-negara tetangga dan sekitarnya.
Banyak dari mereka yang tertinggal tidak memiliki akses ke air atau listrik, sementara 12 juta lainnya terkena dampak kesulitan ekonomi dan penurunan layanan.
Di Ukraina timur, sekitar 1,4 juta orang tidak memiliki akses ke air mengalir, termasuk di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung. Jutaan lainnya hanya memiliki akses terbatas ke air dan listrik.
Baca Juga
Selain itu, sekitar 136 serangan terhadap fasilitas perawatan kesehatan telah tercatat sejak dimulainya perang, mewakili hampir 70 persen serangan kesehatan di seluruh dunia sepanjang tahun ini.
Ketidakamanan yang semakin meningkat, termasuk karena kontaminasi dengan alat peledak, merupakan hambatan yang signifikan untuk mengakses daerah-daerah yang sulit dijangkau di timur Ukraina.
“Jumlah korban sipil yang mengerikan ini harus diakhiri,” kata Awad, memperingatkan bahwa dampak perang yang menghancurkan dapat mempengaruhi Ukraina selama beberapa generasi.
“Dampak langsung dari perang yang tidak masuk akal ini adalah yang paling parah di Ukraina, tetapi bisa memiliki konsekuensi global, menempatkan 1,7 miliar orang di seluruh dunia dalam risiko kemiskinan, kelaparan, dan kemelaratan,” imbaunya.
(ian)
tulis komentar anda