Rusia Tuduh Barat Ingin Ubah Ukraina jadi Afghanistan Kedua
Kamis, 31 Maret 2022 - 06:01 WIB
Sejak 1978, Afganistan telah menjadi tempat terjadinya banyak perang dengan berbagai pemain internasional yang terlibat.
AS dan pasukan Barat lainnya meninggalkan Afghanistan tahun lalu setelah lebih dari 20 tahun menginvasi, dengan negara itu sekarang kembali jatuh ke tangan Taliban.
Berbicara menjelang pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Lavrov mengatakan dunia sekarang sedang melalui “tahap yang sangat serius dalam sejarah hubungan internasional.”
Lavrov menjelaskan, Moskow, Beijing dan “simpatisan” mereka akan bergerak bersama menuju tatanan dunia baru “multipolar, adil, demokratis”.
China, sementara itu, telah mengambil posisi “netral” dalam konflik Ukraina. Meskipun menyuarakan dukungan untuk kedaulatan Ukraina, Beijing tidak dengan tegas mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina.
Sebaliknya, China menyatakan Moskow memiliki kekhawatiran yang sah yang perlu ditangani.
Dalam wawancara awal pekan ini, Menlu China Wang Yi mengatakan, “Baik perang maupun sanksi bukanlah solusi yang baik.”
Selain itu, dia menjelaskan bahwa netral bukan hanya posisi China tetapi juga sikap negara-negara Asia lainnya.
Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Luhansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.
AS dan pasukan Barat lainnya meninggalkan Afghanistan tahun lalu setelah lebih dari 20 tahun menginvasi, dengan negara itu sekarang kembali jatuh ke tangan Taliban.
Berbicara menjelang pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Lavrov mengatakan dunia sekarang sedang melalui “tahap yang sangat serius dalam sejarah hubungan internasional.”
Lavrov menjelaskan, Moskow, Beijing dan “simpatisan” mereka akan bergerak bersama menuju tatanan dunia baru “multipolar, adil, demokratis”.
China, sementara itu, telah mengambil posisi “netral” dalam konflik Ukraina. Meskipun menyuarakan dukungan untuk kedaulatan Ukraina, Beijing tidak dengan tegas mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina.
Sebaliknya, China menyatakan Moskow memiliki kekhawatiran yang sah yang perlu ditangani.
Dalam wawancara awal pekan ini, Menlu China Wang Yi mengatakan, “Baik perang maupun sanksi bukanlah solusi yang baik.”
Selain itu, dia menjelaskan bahwa netral bukan hanya posisi China tetapi juga sikap negara-negara Asia lainnya.
Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Luhansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.
tulis komentar anda