Kesal Korut Luncurkan ICBM, AS Serukan DK PBB Beri Sanksi yang Lebih Keras
Sabtu, 26 Maret 2022 - 16:00 WIB
Rusia, pada bagiannya, memperingatkan agar tidak mengikuti jejak Washington dalam memperketat sanksi.
Wakil utusan Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva mengatakan Moskow percaya bahwa hal itu akan "melampaui kerangka pemotongan pembiayaan" untuk program rudal dan nuklir Korut dan akan mengancam warga Korut dengan masalah sosial-ekonomi dan kemanusiaan yang tidak dapat diterima.
Setelah pertemuan, 15 negara termasuk anggota tetap Dewan Keamanan Inggris, Prancis dan AS - tetapi tanpa China dan Rusia - merilis pernyataan bersama yang mengutuk peluncuran rudal terbaru Pyongyang "dalam istilah terkuat" dan memperingatkannya "menimbulkan ancaman" untuk seluruh masyarakat internasional.
“DPRK menunjukkan tekadnya untuk terus memajukan program senjatanya seiring dengan meningkatnya perilaku provokatifnya – namun Dewan tetap diam,” kata negara-negara tersebut, yang termasuk anggota tidak tetap Dewan Keamanan macam Brasil, Irlandia dan Norwegia, serta Jerman, Jepang dan Korea Selatan.
Pernyataan itu mendesak negara-negara PBB, terutama anggota Dewan Keamanan, untuk bergabung dalam mengutuk perilaku Korut dan mendesak Pyongyang untuk meninggalkan senjata pemusnah massal serta program rudal balistik dan terlibat dalam diplomasi menuju denuklirisasi.
Pada tahun 2018, pemimpin Korut Kim Jong-un meresmikan moratorium uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik jarak jauh, menyatakan bahwa tujuannya telah tercapai dan menyatakan negaranya sebagai negara nuklir sepenuhnya.
Namun dia secara pribadi mengawasi peluncuran hari Kamis lalu, yang dilaporkan oleh media pemerintah KCNA dimaksudkan untuk memastikan negara itu siap untuk "konfrontasi lama" dengan Amerika Serikat.
Negara-negara Kelompok Tujuh dan Uni Eropa pada hari Jumat mengutuk apa yang mereka katakan sebagai "pelanggaran terang-terangan" Korea Utara terhadap kewajibannya di bawah resolusi Dewan Keamanan.
Wakil utusan Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva mengatakan Moskow percaya bahwa hal itu akan "melampaui kerangka pemotongan pembiayaan" untuk program rudal dan nuklir Korut dan akan mengancam warga Korut dengan masalah sosial-ekonomi dan kemanusiaan yang tidak dapat diterima.
Setelah pertemuan, 15 negara termasuk anggota tetap Dewan Keamanan Inggris, Prancis dan AS - tetapi tanpa China dan Rusia - merilis pernyataan bersama yang mengutuk peluncuran rudal terbaru Pyongyang "dalam istilah terkuat" dan memperingatkannya "menimbulkan ancaman" untuk seluruh masyarakat internasional.
“DPRK menunjukkan tekadnya untuk terus memajukan program senjatanya seiring dengan meningkatnya perilaku provokatifnya – namun Dewan tetap diam,” kata negara-negara tersebut, yang termasuk anggota tidak tetap Dewan Keamanan macam Brasil, Irlandia dan Norwegia, serta Jerman, Jepang dan Korea Selatan.
Pernyataan itu mendesak negara-negara PBB, terutama anggota Dewan Keamanan, untuk bergabung dalam mengutuk perilaku Korut dan mendesak Pyongyang untuk meninggalkan senjata pemusnah massal serta program rudal balistik dan terlibat dalam diplomasi menuju denuklirisasi.
Pada tahun 2018, pemimpin Korut Kim Jong-un meresmikan moratorium uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik jarak jauh, menyatakan bahwa tujuannya telah tercapai dan menyatakan negaranya sebagai negara nuklir sepenuhnya.
Namun dia secara pribadi mengawasi peluncuran hari Kamis lalu, yang dilaporkan oleh media pemerintah KCNA dimaksudkan untuk memastikan negara itu siap untuk "konfrontasi lama" dengan Amerika Serikat.
Negara-negara Kelompok Tujuh dan Uni Eropa pada hari Jumat mengutuk apa yang mereka katakan sebagai "pelanggaran terang-terangan" Korea Utara terhadap kewajibannya di bawah resolusi Dewan Keamanan.
tulis komentar anda