Kasus Baru COVID-19 Global Turun, Asia Tenggara Terbanyak
Kamis, 17 Februari 2022 - 00:55 WIB
JENEWA - Jumlah kasus baru virus Corona secara global turun 19% dalam sepekan terakhir sementara jumlah kematian tetap stabil. Demikian menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Badan kesehatan Amerika Serikat (AS) dalam laporan mingguannya tentang pandemi pada Selasa malam mengatakan bahwa lebih dari 16 juta infeksi COVID-19 baru dan sekitar 75.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia pekan lalu.
Pasifik Barat adalah satu-satunya wilayah yang melaporkan peningkatan kasus mingguan baru, meningkat sekitar 19%, Asia Tenggara melaporkan penurunan sekitar 37%, penurunan terbesar secara global. Jumlah kematian meningkat sebesar 38% di Timur Tengah dan sekitar sepertiga di Pasifik Barat.
Jumlah kasus baru COVID-19 terbesar terlihat di Rusia. Kasus di sana dan di tempat lain di Eropa Timur berlipat ganda dalam beberapa pekan terakhir, didorong oleh lonjakan varian Omicron yang sangat menular.
WHO mengatakan bahwa semua varian virus Corona lainnya, termasuk Alfa, Beta, dan Delta, terus menurun secara global karena Omicron menyingkirkannya. Di antara lebih dari 400.000 urutan virus COVID-19 yang diunggah ke database virus terbesar dunia dalam seminggu terakhir, lebih dari 98% adalah Omicron.
WHO mengatakan Omicron versi BA.2 tampaknya "terus meningkat" dan prevalensinya telah meningkat di Afrika Selatan, Denmark, Inggris serta negara-negara lain seperti dikutip dari AP, Kamis (16/2/2022).
Bagaimanapun, pejabat kesehatan telah mencatat bahwa Omicron menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada varian COVID-19 sebelumnya dan di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi, tingkat rawat inap serta kematian tidak meningkat secara substansial, bahkan dengan penyebaran Omicron.
Direktur WHO Afrika, Dr. Matshidiso Moeti, pekan lalu mengatakan ada "cahaya di ujung terowongan" untuk benua itu dan bahwa meskipun tingkat vaksinasi rendah, Afrika sedang bertransisi dari fase pandemi akut COVID-19.
Optimisme itu sangat kontras dengan peringatan dari Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang telah berulang kali mengatakan bahwa pandemi belum berakhir dan terlalu dini bagi negara-negara untuk berpikir bahwa kiamat sudah dekat.
Badan kesehatan Amerika Serikat (AS) dalam laporan mingguannya tentang pandemi pada Selasa malam mengatakan bahwa lebih dari 16 juta infeksi COVID-19 baru dan sekitar 75.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia pekan lalu.
Pasifik Barat adalah satu-satunya wilayah yang melaporkan peningkatan kasus mingguan baru, meningkat sekitar 19%, Asia Tenggara melaporkan penurunan sekitar 37%, penurunan terbesar secara global. Jumlah kematian meningkat sebesar 38% di Timur Tengah dan sekitar sepertiga di Pasifik Barat.
Jumlah kasus baru COVID-19 terbesar terlihat di Rusia. Kasus di sana dan di tempat lain di Eropa Timur berlipat ganda dalam beberapa pekan terakhir, didorong oleh lonjakan varian Omicron yang sangat menular.
WHO mengatakan bahwa semua varian virus Corona lainnya, termasuk Alfa, Beta, dan Delta, terus menurun secara global karena Omicron menyingkirkannya. Di antara lebih dari 400.000 urutan virus COVID-19 yang diunggah ke database virus terbesar dunia dalam seminggu terakhir, lebih dari 98% adalah Omicron.
WHO mengatakan Omicron versi BA.2 tampaknya "terus meningkat" dan prevalensinya telah meningkat di Afrika Selatan, Denmark, Inggris serta negara-negara lain seperti dikutip dari AP, Kamis (16/2/2022).
Bagaimanapun, pejabat kesehatan telah mencatat bahwa Omicron menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada varian COVID-19 sebelumnya dan di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi, tingkat rawat inap serta kematian tidak meningkat secara substansial, bahkan dengan penyebaran Omicron.
Direktur WHO Afrika, Dr. Matshidiso Moeti, pekan lalu mengatakan ada "cahaya di ujung terowongan" untuk benua itu dan bahwa meskipun tingkat vaksinasi rendah, Afrika sedang bertransisi dari fase pandemi akut COVID-19.
Optimisme itu sangat kontras dengan peringatan dari Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang telah berulang kali mengatakan bahwa pandemi belum berakhir dan terlalu dini bagi negara-negara untuk berpikir bahwa kiamat sudah dekat.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda