AS Tuding Rusia Mencoba Mengintimidasi Jepang
Sabtu, 05 Februari 2022 - 00:15 WIB
TOKYO - Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Jepang, Rahm Emanuel, mengecam Dubes Rusia karena mengatakan Jepang menghalangi penyelesaian sengketa wilayah yang telah berlangsung lama.
Sengketa wilayah itu mencegah kedua negara menandatangani perjanjian damai untuk secara resmi mengakhiri Perang Dunia II.
Melalui Twitter pada Rabu (2/2/2022), Emanuel menulis, “Waktu Duta Besar Rusia untuk mengintimidasi Jepang tidak mungkin lebih buruk dan kurang kesadaran diri dengan Hari Wilayah Utara pada Senin. Aturan dan rasa hormat diperhitungkan. AS mendukung Jepang dan Perdana Menterinya untuk nilai dan prinsip bersama kami.”
Utusan AS, yang tiba di Jepang pekan lalu, mengacu pada komentar baru-baru ini oleh Duta Besar Rusia Mikhail Galuzin, yang mengatakan kepada Klub Koresponden Asing Jepang pada Rabu bahwa, “Pernyataan baru-baru ini oleh pemerintah Jepang kontraproduktif dan tidak berkontribusi untuk menciptakan suasana positif untuk dialog antara Rusia dan Jepang.”
Membalas Emanuel dalam pernyataan pada Kamis (3/2/2022), Galuzin mengatakan, "Waktunya tepat untuk mengangkat masalah ini dan posisi Moskow didukung hukum internasional meskipun ada klaim ilegal dari Tokyo.”
Jepang telah berjanji mengambil "tindakan tegas" terhadap Rusia jika mereka menginvasi Ukraina, yang telah diperingatkan oleh para pemimpin Barat selama berbulan-bulan.
Moskow telah berulang kali membantah tuduhan mereka memiliki niat agresif, dan Galuzin mengatakan kepada Jepang bahwa pernyataannya mengganggu upaya menyelesaikan sengketa wilayah atas Kepulauan Kuril dan akhirnya membuat perjanjian damai.
Empat pulau, yang dikenal sebagai Wilayah Utara di Jepang, diduduki tentara Soviet sebelum akhir Perang Dunia II, dan Uni Soviet dijanjikan menguasai pulau itu oleh sekutunya di Konferensi Yalta dengan imbalan mendukung perang melawan Jepang.
Namun, Tokyo sejak itu mengatakan pulau-pulau paling selatan tidak tercakup dalam perjanjian dan, sementara Moskow mengatakan mereka ingin menandatangani perjanjian damai dan menyelesaikan sengketa wilayah secara terpisah, Jepang sejauh ini menolak.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Yoshimasa Hayashi menanggapi klaim mitranya dari Rusia bahwa Jepang menolak mengakui status quo setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua.
“Kedaulatan kami meluas ke empat Kepulauan Utara,” ujar Hayashi.
Dia menegaskan, “Kami bermaksud melanjutkan negosiasi yang gigih berdasarkan posisi dasar kami, yaitu keinginan menandatangani perjanjian damai setelah masalah teritorial diselesaikan.”
Sengketa wilayah itu mencegah kedua negara menandatangani perjanjian damai untuk secara resmi mengakhiri Perang Dunia II.
Melalui Twitter pada Rabu (2/2/2022), Emanuel menulis, “Waktu Duta Besar Rusia untuk mengintimidasi Jepang tidak mungkin lebih buruk dan kurang kesadaran diri dengan Hari Wilayah Utara pada Senin. Aturan dan rasa hormat diperhitungkan. AS mendukung Jepang dan Perdana Menterinya untuk nilai dan prinsip bersama kami.”
Utusan AS, yang tiba di Jepang pekan lalu, mengacu pada komentar baru-baru ini oleh Duta Besar Rusia Mikhail Galuzin, yang mengatakan kepada Klub Koresponden Asing Jepang pada Rabu bahwa, “Pernyataan baru-baru ini oleh pemerintah Jepang kontraproduktif dan tidak berkontribusi untuk menciptakan suasana positif untuk dialog antara Rusia dan Jepang.”
Membalas Emanuel dalam pernyataan pada Kamis (3/2/2022), Galuzin mengatakan, "Waktunya tepat untuk mengangkat masalah ini dan posisi Moskow didukung hukum internasional meskipun ada klaim ilegal dari Tokyo.”
Jepang telah berjanji mengambil "tindakan tegas" terhadap Rusia jika mereka menginvasi Ukraina, yang telah diperingatkan oleh para pemimpin Barat selama berbulan-bulan.
Moskow telah berulang kali membantah tuduhan mereka memiliki niat agresif, dan Galuzin mengatakan kepada Jepang bahwa pernyataannya mengganggu upaya menyelesaikan sengketa wilayah atas Kepulauan Kuril dan akhirnya membuat perjanjian damai.
Empat pulau, yang dikenal sebagai Wilayah Utara di Jepang, diduduki tentara Soviet sebelum akhir Perang Dunia II, dan Uni Soviet dijanjikan menguasai pulau itu oleh sekutunya di Konferensi Yalta dengan imbalan mendukung perang melawan Jepang.
Namun, Tokyo sejak itu mengatakan pulau-pulau paling selatan tidak tercakup dalam perjanjian dan, sementara Moskow mengatakan mereka ingin menandatangani perjanjian damai dan menyelesaikan sengketa wilayah secara terpisah, Jepang sejauh ini menolak.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang Yoshimasa Hayashi menanggapi klaim mitranya dari Rusia bahwa Jepang menolak mengakui status quo setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua.
“Kedaulatan kami meluas ke empat Kepulauan Utara,” ujar Hayashi.
Dia menegaskan, “Kami bermaksud melanjutkan negosiasi yang gigih berdasarkan posisi dasar kami, yaitu keinginan menandatangani perjanjian damai setelah masalah teritorial diselesaikan.”
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda