Mali Usir Dubes Prancis, Beri Waktu 72 Jam untuk Angkat Koper
Selasa, 01 Februari 2022 - 18:21 WIB
BAMAKO - Pemerintah Mali mengusir dan memberi waktu 72 jam kepada Duta Besar Prancis untuk meninggalkan negara Afrika itu komentar "bermusuhan dan keterlaluan" yang dibuat oleh otoritas Prancis mengenai junta negara itu.
Pesan itu disiarkan langsung di televisi pemerintah Mali pada Senin malam waktu steempat.
Utusan Prancis di Bamako, Joelle Meyer, didesak untuk meninggalkan negara itu dalam waktu tiga hari, beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Prancis dan pejabat pemerintah lainnya “berulang kali” berbicara menentang otoritas nasional dengan cara yang bertentangan dengan perkembangan hubungan persahabatan antar bangsa seperti dilansir dari Russia Today, Selasa (1/2/2022).
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan junta militer Mali yang berkuasa "di luar kendali" ketika ketegangan meningkat antara kedua negara atas pengerahan pasukan anti-terorisme yang dipimpin Prancis.
Pejabat junta Mali “mengutuk keras” komentar tersebut. Mereka juga sebelumnya memperingatkan Denmark untuk segera menarik lebih dari 100 personel militer yang memasuki negara itu sebagai bagian dari pasukan anti-terorisme. Otoritas Mali menganggap kehadiran mereka ilegal meskipun ada klaim dari Kopenhagen bahwa mereka ada di sana atas "undangan yang jelas."
Meski begitu, pihak junta tetap berharap bisa melakukan kerja sama dengan negara-negara lain, termasuk Prancis, dengan saling menghormati dan berdasarkan prinsip dasar non-intervensi.
Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly pada hari Sabtu mengatakan bahwa Prancis tidak siap untuk membayar harga yang tidak terbatas untuk tetap berada di Mali. Namun, dia mengklaim bahwa 15 negara Eropa lainnya yang terlibat dalam operasi anti-terorisme di wilayah Sahel telah memutuskan untuk mempertahankan misi, sehingga kondisi baru harus ditentukan.
Pesan itu disiarkan langsung di televisi pemerintah Mali pada Senin malam waktu steempat.
Utusan Prancis di Bamako, Joelle Meyer, didesak untuk meninggalkan negara itu dalam waktu tiga hari, beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Prancis dan pejabat pemerintah lainnya “berulang kali” berbicara menentang otoritas nasional dengan cara yang bertentangan dengan perkembangan hubungan persahabatan antar bangsa seperti dilansir dari Russia Today, Selasa (1/2/2022).
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan junta militer Mali yang berkuasa "di luar kendali" ketika ketegangan meningkat antara kedua negara atas pengerahan pasukan anti-terorisme yang dipimpin Prancis.
Pejabat junta Mali “mengutuk keras” komentar tersebut. Mereka juga sebelumnya memperingatkan Denmark untuk segera menarik lebih dari 100 personel militer yang memasuki negara itu sebagai bagian dari pasukan anti-terorisme. Otoritas Mali menganggap kehadiran mereka ilegal meskipun ada klaim dari Kopenhagen bahwa mereka ada di sana atas "undangan yang jelas."
Meski begitu, pihak junta tetap berharap bisa melakukan kerja sama dengan negara-negara lain, termasuk Prancis, dengan saling menghormati dan berdasarkan prinsip dasar non-intervensi.
Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly pada hari Sabtu mengatakan bahwa Prancis tidak siap untuk membayar harga yang tidak terbatas untuk tetap berada di Mali. Namun, dia mengklaim bahwa 15 negara Eropa lainnya yang terlibat dalam operasi anti-terorisme di wilayah Sahel telah memutuskan untuk mempertahankan misi, sehingga kondisi baru harus ditentukan.
(ian)
tulis komentar anda