Meski Kaya Minyak dan Gas, Ini Penyebab Kerusuhan Berdarah Kazakhstan
Sabtu, 08 Januari 2022 - 07:19 WIB
ALMATY - Kazakhstan dilanda protes dan kerusuhan berdarah terburuk sejak negara itu merdeka dari Uni Soviet tiga dekade silam. Protes dipicu kenaikan harga bahan bakar, meski negara itu dikenal kaya minyak dan gas.
Gedung-gedung pemerintah dibakar. Puluhan pengunjuk rasa tewas. Belasan pasukan polisi dan tentara juga terbunuh, dengan beberapa di antaranya dipenggal.
Protes dimulai di kota minyak barat daya Zhanaozen pada 2 Januari karena kenaikan tajam harga gas.
Tapi itu dengan cepat menyebar ke seluruh negeri dengan demonstrasi di Nur-Sultan dan Almaty, ibu kota ekonomi Kazakhstan.
Dalam upaya untuk meredam kerusuhan, pihak berwenang terlebih dahulu memotong harga gas.
Presiden Kassym-Jomart Tokayev kemudian membubarkan seluruh pemerintahan. Dia juga menyatakan keadaan darurat di beberapa daerah, termasuk Almaty, di mana jam malam diberlakukan.
Kemudian, Tokayev mengubah taktik, menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai "teroris" di bawah pengaruh "asing" dan menuntut dukungan militer dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), aliansi militer yang dipimpin Rusia.
Pihak berwenang mengonfirmasi pada hari Kamis bahwa puluhan pengunjuk rasa telah tewas dan lebih dari 1.000 orang terluka dalam bentrokan dengan pasukan polisi.
Gedung-gedung pemerintah dibakar. Puluhan pengunjuk rasa tewas. Belasan pasukan polisi dan tentara juga terbunuh, dengan beberapa di antaranya dipenggal.
Protes dimulai di kota minyak barat daya Zhanaozen pada 2 Januari karena kenaikan tajam harga gas.
Tapi itu dengan cepat menyebar ke seluruh negeri dengan demonstrasi di Nur-Sultan dan Almaty, ibu kota ekonomi Kazakhstan.
Dalam upaya untuk meredam kerusuhan, pihak berwenang terlebih dahulu memotong harga gas.
Presiden Kassym-Jomart Tokayev kemudian membubarkan seluruh pemerintahan. Dia juga menyatakan keadaan darurat di beberapa daerah, termasuk Almaty, di mana jam malam diberlakukan.
Kemudian, Tokayev mengubah taktik, menggambarkan para pengunjuk rasa sebagai "teroris" di bawah pengaruh "asing" dan menuntut dukungan militer dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), aliansi militer yang dipimpin Rusia.
Pihak berwenang mengonfirmasi pada hari Kamis bahwa puluhan pengunjuk rasa telah tewas dan lebih dari 1.000 orang terluka dalam bentrokan dengan pasukan polisi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda