Ini yang Didapat Indonesia Jika Normalisasi dengan Israel

Selasa, 28 Desember 2021 - 15:57 WIB
“Negara mayoritas Muslim terbesar di dunia yang menormalkan hubungan dengan Israel, bahkan sebagai bagian dari proses, akan menandakan rekonsiliasi yang jauh lebih luas antara Muslim dan negara Israel,” katanya.

"Itu akan mencerminkan penerimaan yang lebih luas terhadap Israel di antara mereka yang secara historis telah menolaknya. Itu akan membuat isolasi Israel jauh lebih sulit," paparnya, seperti dikutip Jerusalem Post, Selasa (28/12/2021).

Akhirnya, kata Ross, hal itu akan terlihat secara lebih umum sebagai penambahan pada Kesepakatan Abraham. "Mengirim sinyal bahwa orang Arab dan Muslim non-Arab melihat manfaat dari hubungan dengan Israel dan tidak siap untuk membiarkan sikap penentangan Palestina untuk menyangkal kepentingan mereka yang ada di dalamnya," kata mantan diplomat AS tersebut.

"Itu juga akan menandakan bahwa membangun Kesepakatan Abraham penting bagi Administrasi Biden, yang mencerminkan pemahamannya bahwa kemajuan lebih lanjut akan melayani kepentingan Amerika yang lebih luas secara regional dan internasional.”

Ross lanta menebak apa yang akan diperoleh Indonesia jika melakukan normalisasi dengan Israel.

"Apa yang akan Indonesia dapatkan dari Amerika Serikat untuk penjangkauan seperti itu ke Israel? Jawabannya kemungkinan besar adalah janji investasi sektor swasta dan publik yang signifikan,” kata Ross.

“Tidak diragukan lagi, jika Indonesia mengambil langkah normalisasi, itu akan mencerminkan ekspektasi keuntungan ekonominya—mengirim pesan kepada orang lain tentang nilai ikatan semacam itu.”

Robert Hefner, profesor di Pardee School of Global Affairs Boston University, mengatakan bahwa pertanyaan apakah Indonesia harus menjalin hubungan diplomatik dengan Israel telah menjadi topik diskusi serius di Indonesia selama lebih dari 20 tahun.

“Almarhum Presiden Abdurrahman Wahid, seorang intelektual dan politisi Muslim yang terkenal dari organisasi sosial Muslim terbesar di negara itu (Nahdlatul Ulama [NU] yang memiliki sekitar 90 juta pengikut), adalah orang pertama yang serius membicarakan masalah ini,” kata Hefner.

"Namun, proposal tersebut terbukti kontroversial bahkan di antara pengikut Wahid [Gus Dur] sendiri, dan dalam menghadapi tentangan yang luar biasa dari komunitas Muslim yang lebih luas, inisiatif itu dihentikan," paparnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More