Utusan Baru PBB untuk Myanmar Sangat Prihatin dengan Meningkatnya Kekerasan
Senin, 27 Desember 2021 - 23:04 WIB
YANGON - Utusan khusus PBB yang baru untuk Myanmar , Noeleen Heyzer, mengaku "sangat prihatin" dengan meningkatnya kekerasan di negara itu. Ia menyerukan gencatan senjata tahun baru antara militer dan lawan-lawannya.
“Saya sangat prihatin dengan berlanjutnya eskalasi kekerasan di Negara Bagian Kayin dan bagian lain Myanmar," kata Heyzer dalam pernyataan pertamanya sejak dia diangkat pada Oktober lalu.
“Saya menyerukan semua pihak untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, termasuk mereka yang terpaksa melarikan diri dari kekerasan. Dan, agar semua pihak mencapai gencatan senjata tahun baru,” lanjut Heyzer kepada kantor berita AFP, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (27/12/2021).
Heyzer, yang sesorang sosiolog di Singapura telah ditunjuk oleh Sekjen PBB Antonio Guterres pada Oktober untuk menggantikan diplomat Swiss, Christine Schraner Burgener.
Sebelumnya, Burgener telah meminta PBB untuk mengambil "langkah-langkah yang sangat kuat" terhadap militer untuk membawa negara itu kembali ke demokrasi dan telah menjadi target dari media yang didukung pemerintah Myanmar.
Sejak kudeta, diplomat Swiss itu telah dihalangi oleh para jenderal untuk mengunjungi negara itu, di mana dia berharap untuk bertemu dengan mantan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Pekan lalu, media pemerintah melaporkan junta telah menutup kantor utusan khusus PBB di negara itu "sejak kegiatan Christine Schraner Burgener telah berakhir". Junta tidak menanggapi pertanyaan apakah akan mengizinkan Heyzer untuk membuka kantor, atau apakah akan mengizinkannya berkunjung.
Protes nasional terhadap kudeta militer Februari telah bertemu dengan tindakan keras berdarah, dengan lebih dari 1.300 orang tewas dan lebih dari 11.000 ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.
Upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis yang dipimpin oleh PBB dan Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara sejauh ini hanya menghasilkan sedikit kemajuan. Para jenderal junta menolak untuk terlibat dengan lawan perebutan kekuasaan mereka.
“Saya sangat prihatin dengan berlanjutnya eskalasi kekerasan di Negara Bagian Kayin dan bagian lain Myanmar," kata Heyzer dalam pernyataan pertamanya sejak dia diangkat pada Oktober lalu.
“Saya menyerukan semua pihak untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, termasuk mereka yang terpaksa melarikan diri dari kekerasan. Dan, agar semua pihak mencapai gencatan senjata tahun baru,” lanjut Heyzer kepada kantor berita AFP, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (27/12/2021).
Heyzer, yang sesorang sosiolog di Singapura telah ditunjuk oleh Sekjen PBB Antonio Guterres pada Oktober untuk menggantikan diplomat Swiss, Christine Schraner Burgener.
Sebelumnya, Burgener telah meminta PBB untuk mengambil "langkah-langkah yang sangat kuat" terhadap militer untuk membawa negara itu kembali ke demokrasi dan telah menjadi target dari media yang didukung pemerintah Myanmar.
Sejak kudeta, diplomat Swiss itu telah dihalangi oleh para jenderal untuk mengunjungi negara itu, di mana dia berharap untuk bertemu dengan mantan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Baca Juga
Pekan lalu, media pemerintah melaporkan junta telah menutup kantor utusan khusus PBB di negara itu "sejak kegiatan Christine Schraner Burgener telah berakhir". Junta tidak menanggapi pertanyaan apakah akan mengizinkan Heyzer untuk membuka kantor, atau apakah akan mengizinkannya berkunjung.
Protes nasional terhadap kudeta militer Februari telah bertemu dengan tindakan keras berdarah, dengan lebih dari 1.300 orang tewas dan lebih dari 11.000 ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.
Upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis yang dipimpin oleh PBB dan Perhimpunan negara-negara Asia Tenggara sejauh ini hanya menghasilkan sedikit kemajuan. Para jenderal junta menolak untuk terlibat dengan lawan perebutan kekuasaan mereka.
(esn)
tulis komentar anda