Ethiopia Didesak Bebaskan Semua Wartawan yang Ditahan
Jum'at, 17 Desember 2021 - 03:00 WIB
NAIROBI - Pihak berwenang Ethiopia didesak segera membebaskan semua jurnalis yang ditahan dan berhenti menggunakan undang-undang darurat masa perang untuk memenjarakan wartawan yang melakukan pekerjaan mereka. Demikian ditegaskan organisasi pengawas kebebasan pers, Committee to Protect Journalists (CPJ), Kamis (16/12/2021).
Seruan dari CPJ datang ketika polisi di negara Tanduk Afrika yang dilanda konflik itu menangkap seorang jurnalis video lepas yang bekerja untuk The Associated Press dan dua reporter lokal lainnya. Saat ini, wartawan yang bekerja di Ethiopia menghadapi pembatasan di bawah keadaan darurat nasional yang diumumkan bulan lalu oleh pemerintah, yang telah terkunci dalam konflik 13 bulan dengan pemberontak Tigrayan.
CPJ mengatakan setidaknya 14 wartawan telah ditangkap sejak Ethiopia mengeluarkan dekrit tersebut. “Hukum darurat Ethiopia memberi personel keamanan kekuatan yang sangat luas untuk menangkap dan menangguhkan proses hukum, secara efektif melarang jurnalisme kritis, dan mengirimkan pesan yang mengintimidasi kepada pers,” kata perwakilan CPJ di sub-Sahara Afrika, Muthoki Mumo, dalam sebuah pernyataan, seperti kutip dari AFP, Kamis (16/12/2021).
“Pemerintah Ethiopia harus membebaskan semua jurnalis yang ditahan karena pekerjaan mereka dan berhenti menggunakan keadaan darurat sebagai dalih untuk melanggar kebebasan berekspresi,” lanjut pernyataan tersebut.
Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia yang berafiliasi dengan negara mengatakan pada hari Rabu, bahwa mereka "sangat prihatin" tentang empat jurnalis yang ditahan, yang keberadaannya tidak diketahui bahkan oleh keluarga mereka.
Sementara itu, Associated Press telah menyerukan pembebasan segera Amir Aman Kiyaro, yang dikatakan ditangkap di ibukota Addis Ababa pada 28 November, setelah kembali dari perjalanan peliputan. Kiyaro dituduh melanggar undang-undang keadaan darurat, mempromosikan terorisme dan menyebarkan propaganda, tindakan yang menurut polisi dapat dihukum dengan hukuman penjara tujuh hingga 15 tahun. AP menggambarkan tuduhan itu sebagai "tidak berdasar."
Pada akhir November, Ethiopia mengumumkan aturan darurat baru yang melarang berbagi informasi non-resmi tentang gerakan militer dan hasil medan perang, sebuah perintah yang dipandang sebagai upaya untuk lebih membatasi pelaporan media tentang perang.
Pemerintah juga melarang warga “menggunakan berbagai jenis platform media untuk mendukung secara langsung atau tidak langsung kelompok teroris,” mengacu pada Front Pembebasan Rakyat Tigray, dan memperingatkan konsekuensi yang tidak ditentukan bagi siapa saja yang mengabaikan keputusan tersebut.
Sebagian besar zona yang terkena dampak konflik di Ethiopia utara berada di bawah pemadaman komunikasi dan akses bagi wartawan dibatasi. Pada hari Kamis, Reporters Without Borders mengatakan saat ini ada 488 profesional media yang dipenjara di seluruh dunia - jumlah tertinggi sejak LSM mulai menghitung lebih dari 25 tahun yang lalu.
Lihat Juga: Profil Jeremy Loffredo, Jurnalis AS yang Dianggap Bocorkan Markas Jet Siluman F-35 Israel
Seruan dari CPJ datang ketika polisi di negara Tanduk Afrika yang dilanda konflik itu menangkap seorang jurnalis video lepas yang bekerja untuk The Associated Press dan dua reporter lokal lainnya. Saat ini, wartawan yang bekerja di Ethiopia menghadapi pembatasan di bawah keadaan darurat nasional yang diumumkan bulan lalu oleh pemerintah, yang telah terkunci dalam konflik 13 bulan dengan pemberontak Tigrayan.
CPJ mengatakan setidaknya 14 wartawan telah ditangkap sejak Ethiopia mengeluarkan dekrit tersebut. “Hukum darurat Ethiopia memberi personel keamanan kekuatan yang sangat luas untuk menangkap dan menangguhkan proses hukum, secara efektif melarang jurnalisme kritis, dan mengirimkan pesan yang mengintimidasi kepada pers,” kata perwakilan CPJ di sub-Sahara Afrika, Muthoki Mumo, dalam sebuah pernyataan, seperti kutip dari AFP, Kamis (16/12/2021).
“Pemerintah Ethiopia harus membebaskan semua jurnalis yang ditahan karena pekerjaan mereka dan berhenti menggunakan keadaan darurat sebagai dalih untuk melanggar kebebasan berekspresi,” lanjut pernyataan tersebut.
Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia yang berafiliasi dengan negara mengatakan pada hari Rabu, bahwa mereka "sangat prihatin" tentang empat jurnalis yang ditahan, yang keberadaannya tidak diketahui bahkan oleh keluarga mereka.
Sementara itu, Associated Press telah menyerukan pembebasan segera Amir Aman Kiyaro, yang dikatakan ditangkap di ibukota Addis Ababa pada 28 November, setelah kembali dari perjalanan peliputan. Kiyaro dituduh melanggar undang-undang keadaan darurat, mempromosikan terorisme dan menyebarkan propaganda, tindakan yang menurut polisi dapat dihukum dengan hukuman penjara tujuh hingga 15 tahun. AP menggambarkan tuduhan itu sebagai "tidak berdasar."
Pada akhir November, Ethiopia mengumumkan aturan darurat baru yang melarang berbagi informasi non-resmi tentang gerakan militer dan hasil medan perang, sebuah perintah yang dipandang sebagai upaya untuk lebih membatasi pelaporan media tentang perang.
Pemerintah juga melarang warga “menggunakan berbagai jenis platform media untuk mendukung secara langsung atau tidak langsung kelompok teroris,” mengacu pada Front Pembebasan Rakyat Tigray, dan memperingatkan konsekuensi yang tidak ditentukan bagi siapa saja yang mengabaikan keputusan tersebut.
Sebagian besar zona yang terkena dampak konflik di Ethiopia utara berada di bawah pemadaman komunikasi dan akses bagi wartawan dibatasi. Pada hari Kamis, Reporters Without Borders mengatakan saat ini ada 488 profesional media yang dipenjara di seluruh dunia - jumlah tertinggi sejak LSM mulai menghitung lebih dari 25 tahun yang lalu.
Lihat Juga: Profil Jeremy Loffredo, Jurnalis AS yang Dianggap Bocorkan Markas Jet Siluman F-35 Israel
(esn)
tulis komentar anda