Setop Pelacuran Remaja dan Berantas Mucikari, Prancis Habiskan Rp225 Miliar
Rabu, 17 November 2021 - 08:00 WIB
PARIS - Pemerintah Prancis telah memulai kampanye nasional dengan dana 14 juta euro (Rp225 miliar) untuk mengatasi prostitusi di bawah umur dan memberantas para mucikari.
Itu terjadi beberapa bulan setelah laporan menemukan sebanyak 10.000 remaja, kebanyakan gadis remaja, terlibat dalam perdagangan seks.
Kampanye tersebut diluncurkan Kementerian Solidaritas dan Kesehatan Prancis pada Senin (15/11/2021). Program itu diharapkan akan diluncurkan sepenuhnya pada 2022.
Kementerian Solidaritas menggambarkan, “Masalah tersebut fenomena yang berkembang yang tidak dapat lagi diabaikan oleh masyarakat dan terlalu sedikit yang diketahui.”
Program pemerintah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran sekaligus membantu menginformasikan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena tersebut.
“Ini juga bertujuan membantu mengidentifikasi para remaja yang terlibat dan menghukum klien serta mucikari secara lebih efektif," ungkap pemerintah Prancis.
Menurut RFI, prevalensi pelacuran di bawah umur telah meningkat sebanyak 70% selama lima tahun terakhir, dengan media sosial diyakini memperparah masalah.
Penyiar publik mencatat situasinya memburuk selama pandemi Covid-19 ketika kaum muda menghabiskan lebih banyak waktu online.
Pada Juli, satu kelompok kerja menghasilkan laporan yang memberatkan yang menemukan antara 7.000 dan 10.000 remaja terlibat dalam prostitusi di seluruh negeri.
Mayoritas adalah gadis-gadis muda berusia antara 15 dan 17 tahun, tetapi pernyataan kementerian mencatat bahwa “titik masuk” ke dalam prostitusi semakin menjadi lebih muda sekitar umur 14-15 tahun.
“Benar-benar ada normalisasi prostitusi anak muda karena gadis-gadis mengatakan bahwa menjual seks adalah cara menghasilkan banyak uang dengan mudah dan itu dapat membantu mereka mencapai kehidupan impian mereka,” ungkap Wakil Jaksa Penuntut Umum Raphaelle Wach kepada outlet berita France 24.
Dalam pernyataannya, kementerian mencatat banyak anak di bawah umur tidak menganggap diri mereka sebagai korban dan menyukai “otonomi finansial” dan perasaan “milik suatu kelompok” dan “mendapatkan kembali kendali” atas hidup mereka.
“Namun anak-anak di bawah umur ini dalam bahaya, baik secara fisik maupun psikologis,” papar Kementerian Solidaritas.
“Covid memainkan peran yang cukup besar karena jejaring sosial memberikan cara baru untuk dapat menggaet gadis di bawah umur dengan sangat mudah,” ujar Genevieve Collas, yang menjalankan lembaga nonprofit yang memerangi perdagangan manusia pada RFI.
Dia menambahkan merekrut anak di bawah umur telah menjadi "lebih mudah" dengan aplikasi sewa apartemen jangka pendek seperti Airbnb yang turut menutupi skala masalah di jalanan.
Itu terjadi beberapa bulan setelah laporan menemukan sebanyak 10.000 remaja, kebanyakan gadis remaja, terlibat dalam perdagangan seks.
Kampanye tersebut diluncurkan Kementerian Solidaritas dan Kesehatan Prancis pada Senin (15/11/2021). Program itu diharapkan akan diluncurkan sepenuhnya pada 2022.
Kementerian Solidaritas menggambarkan, “Masalah tersebut fenomena yang berkembang yang tidak dapat lagi diabaikan oleh masyarakat dan terlalu sedikit yang diketahui.”
Program pemerintah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran sekaligus membantu menginformasikan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang fenomena tersebut.
“Ini juga bertujuan membantu mengidentifikasi para remaja yang terlibat dan menghukum klien serta mucikari secara lebih efektif," ungkap pemerintah Prancis.
Menurut RFI, prevalensi pelacuran di bawah umur telah meningkat sebanyak 70% selama lima tahun terakhir, dengan media sosial diyakini memperparah masalah.
Penyiar publik mencatat situasinya memburuk selama pandemi Covid-19 ketika kaum muda menghabiskan lebih banyak waktu online.
Pada Juli, satu kelompok kerja menghasilkan laporan yang memberatkan yang menemukan antara 7.000 dan 10.000 remaja terlibat dalam prostitusi di seluruh negeri.
Mayoritas adalah gadis-gadis muda berusia antara 15 dan 17 tahun, tetapi pernyataan kementerian mencatat bahwa “titik masuk” ke dalam prostitusi semakin menjadi lebih muda sekitar umur 14-15 tahun.
“Benar-benar ada normalisasi prostitusi anak muda karena gadis-gadis mengatakan bahwa menjual seks adalah cara menghasilkan banyak uang dengan mudah dan itu dapat membantu mereka mencapai kehidupan impian mereka,” ungkap Wakil Jaksa Penuntut Umum Raphaelle Wach kepada outlet berita France 24.
Dalam pernyataannya, kementerian mencatat banyak anak di bawah umur tidak menganggap diri mereka sebagai korban dan menyukai “otonomi finansial” dan perasaan “milik suatu kelompok” dan “mendapatkan kembali kendali” atas hidup mereka.
“Namun anak-anak di bawah umur ini dalam bahaya, baik secara fisik maupun psikologis,” papar Kementerian Solidaritas.
“Covid memainkan peran yang cukup besar karena jejaring sosial memberikan cara baru untuk dapat menggaet gadis di bawah umur dengan sangat mudah,” ujar Genevieve Collas, yang menjalankan lembaga nonprofit yang memerangi perdagangan manusia pada RFI.
Dia menambahkan merekrut anak di bawah umur telah menjadi "lebih mudah" dengan aplikasi sewa apartemen jangka pendek seperti Airbnb yang turut menutupi skala masalah di jalanan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda