Sudah 3 Bulan Berkuasa, Tak Ada Negara yang Akui Pemerintahan Taliban
Kamis, 28 Oktober 2021 - 15:50 WIB
BEIJING - Taliban sudah lebih dari tiga bulan berkuasa di Afghanistan. Namun, tak ada satu pun negara yang mengakui pemerintahannya.
China, yang sejak awal menyambut Taliban berkuasa lagi, juga belum bersedia mengakui pemerintahan baru Afghanistan bentukan kelompok tersebut.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, memang telah bertemu dengan anggota pemerintah sementara Afghanistan di Qatar minggu ini. Namun, tak ada pengakuan resmi dari Beijing atas pemerintahan Taliban.
“Hal-hal akan berbeda ketika empat negara; China, Pakistan, Rusia dan Iran mencapai konsensus tentang hal ini. Kami tidak akan menjadi yang pertama,” kata Hu Shisheng, pakar Asia Selatan di Institut Hubungan Internasional Kontemporer China (CICR), lembaga think tank resmi keamanan nasional China, kepada Reuters, yang dilansir Kamis (28/10/2021).
Berbicara di Beijing Xiangshan Forum, sebuah forum keamanan yang diselenggarakan oleh kelompok think-tank resmi militer untuk mempromosikan pandangan China tentang keamanan, Hu memberikan wawasan langka tentang perhitungan China di Afghanistan.
Dia mengantisipasi bahwa Amerika Serikat—setelah menarik diri dari Afghanistan—ingin memperkuat kerja sama militer dengan India, dan itu dapat membuat India lebih “berpetualang” dan rentan terhadap pengambilan risiko ketika berhadapan dengan China.
China dan India telah menjadi tetangga yang berselisih selama beberapa dekade. Pasukan mereka bentrok di bagian yang disengketakan di perbatasan Himalaya mereka pada Juni tahun lalu dan tetap terkunci dalam kebuntuan.
"Pertempuran baru tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan," kata Hu.
Hu juga mengatakan ada harapan internasional bahwa Taliban akan menghentikan penyebaran militansi Islam dan mencegah kemunduran kembali ke dalam kekacauan, yang akan berdampak pada China dan rencana pembangunan "sabuk dan jalan" regionalnya.
Dia juga menyuarakan keprihatinan bahwa Amerika Serikat dapat mengarahkan sumber daya untuk menciptakan “gangguan” bagi China di daerah-daerah seperti Laut China Selatan, Taiwan, dan semenanjung Korea.
“Amerika Serikat menginvestasikan USD2 triliun di Afghanistan selama 20 tahun terakhir. Bahkan jika itu hanya mengalihkan USD50 miliar...China akan merasakan banyak tekanan," ujar Hu.
Setelah menarik diri dari Afghanistan, Amerika Serikat sedang dalam pembicaraan dengan negara-negara di kawasan itu, termasuk India, untuk mendirikan pangkalan untuk operasi kontra-terorisme.
Ini juga mengkhawatirkan China.
“AS mengatakan pangkalan itu untuk memerangi teroris Afghanistan, tetapi bisa memiliki motif lain yang terkait dengan China dan Rusia,” kata Du Nongyi, wakil ketua Institut China untuk Studi Strategis Internasional, bagian penelitian Kementerian Luar Negeri China, kepada Reuters.
“Asia Tengah adalah halaman belakang Rusia. Kami tidak bisa membiarkan Amerika Serikat memiliki pijakan.”
China, yang sejak awal menyambut Taliban berkuasa lagi, juga belum bersedia mengakui pemerintahan baru Afghanistan bentukan kelompok tersebut.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, memang telah bertemu dengan anggota pemerintah sementara Afghanistan di Qatar minggu ini. Namun, tak ada pengakuan resmi dari Beijing atas pemerintahan Taliban.
Baca Juga
“Hal-hal akan berbeda ketika empat negara; China, Pakistan, Rusia dan Iran mencapai konsensus tentang hal ini. Kami tidak akan menjadi yang pertama,” kata Hu Shisheng, pakar Asia Selatan di Institut Hubungan Internasional Kontemporer China (CICR), lembaga think tank resmi keamanan nasional China, kepada Reuters, yang dilansir Kamis (28/10/2021).
Berbicara di Beijing Xiangshan Forum, sebuah forum keamanan yang diselenggarakan oleh kelompok think-tank resmi militer untuk mempromosikan pandangan China tentang keamanan, Hu memberikan wawasan langka tentang perhitungan China di Afghanistan.
Dia mengantisipasi bahwa Amerika Serikat—setelah menarik diri dari Afghanistan—ingin memperkuat kerja sama militer dengan India, dan itu dapat membuat India lebih “berpetualang” dan rentan terhadap pengambilan risiko ketika berhadapan dengan China.
China dan India telah menjadi tetangga yang berselisih selama beberapa dekade. Pasukan mereka bentrok di bagian yang disengketakan di perbatasan Himalaya mereka pada Juni tahun lalu dan tetap terkunci dalam kebuntuan.
"Pertempuran baru tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan," kata Hu.
Hu juga mengatakan ada harapan internasional bahwa Taliban akan menghentikan penyebaran militansi Islam dan mencegah kemunduran kembali ke dalam kekacauan, yang akan berdampak pada China dan rencana pembangunan "sabuk dan jalan" regionalnya.
Dia juga menyuarakan keprihatinan bahwa Amerika Serikat dapat mengarahkan sumber daya untuk menciptakan “gangguan” bagi China di daerah-daerah seperti Laut China Selatan, Taiwan, dan semenanjung Korea.
“Amerika Serikat menginvestasikan USD2 triliun di Afghanistan selama 20 tahun terakhir. Bahkan jika itu hanya mengalihkan USD50 miliar...China akan merasakan banyak tekanan," ujar Hu.
Setelah menarik diri dari Afghanistan, Amerika Serikat sedang dalam pembicaraan dengan negara-negara di kawasan itu, termasuk India, untuk mendirikan pangkalan untuk operasi kontra-terorisme.
Ini juga mengkhawatirkan China.
“AS mengatakan pangkalan itu untuk memerangi teroris Afghanistan, tetapi bisa memiliki motif lain yang terkait dengan China dan Rusia,” kata Du Nongyi, wakil ketua Institut China untuk Studi Strategis Internasional, bagian penelitian Kementerian Luar Negeri China, kepada Reuters.
“Asia Tengah adalah halaman belakang Rusia. Kami tidak bisa membiarkan Amerika Serikat memiliki pijakan.”
(min)
tulis komentar anda