Tolak Dukung Kudeta, Militer Angkut Perdana Menteri Sudan ke Lokasi Rahasia

Senin, 25 Oktober 2021 - 16:37 WIB
Suasana di ibu kota Sudan, Khartoum, seperti medan perang setelah kudeta. Foto/REUTERS
KHARTOUM - Pasukan militer telah dikerahkan di ibu kota Sudan , Khartoum, untuk membatasi pergerakan warga sipil. Militer menggunakan gas air mata untuk membubarkan protes yang pecah setelah kabar kudeta muncul.

Jalanan di Khartoum berubah seperti medan perang. Pengunjuk rasa membakar ban dan sampah di tengah jalan. Aktivitas masyarakat terhenti total akibat kerusuhan yang pecah.

“Militer membawa Perdana Menteri (PM) Sudan Abdalla Hamdok ke lokasi yang dirahasiakan,” ungkap pernyataan Kementerian Informasi Sudan pada Senin (25/10/2021).





"Militer membawa perdana menteri ke lokasi yang tidak diketahui setelah dia menolak mendukung kudeta," tulis kementerian itu di Facebook.



Hamdok, yang sebelumnya menjadi tahanan rumah, meminta warga untuk mengambil tindakan membela revolusi.



Orang-orang mengadakan demonstrasi massal di Khartoum, menuntut pengalihan kekuasaan dari militer ke pemerintah sipil setelah TV Al-Hadath melaporkan Perdana Menteri (PM) Abdalla Hamdok berada dalam tahanan rumah bersama empat menteri kabinet lainnya.

Kudeta itu dilaporkan hanya sebulan sebelum berakhirnya Dewan Berdaulat transisi Sudan, yang mengambil alih kekuasaan pada 2019, setelah menggulingkan Presiden lama Omar al-Bashir.

Pada November 2021, dewan itu diharapkan mengalihkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.

Para demonstran Sudan dilaporkan menembus barikade dan penghalang jalan. Demonstran mengelilingi markas militer, menurut beberapa laporan.

Pasukan militer menyerbu jaringan televisi dan radio di Omdurman, menangkap para karyawan yang sedang bekerja.

“Amerika Serikat (AS) menyatakan prihatin atas laporan tentang kudeta militer atas pemerintah transisi Sudan,” ungkap pernyataan Biro Urusan Afrika Departemen Luar Negeri AS pada Senin (25/10/2021).

Menurut biro tersebut, perubahan kekerasan dalam pemerintahan transisi Sudan membuat bantuan Amerika terancam.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More