Empat Dekade Berlalu, Bagaimana Kabar Vaksin HIV?
Selasa, 19 Oktober 2021 - 04:30 WIB
WASHINGTON - Setelah empat dekade sejak kasus pertama yang kemudian dikenal sebagai (Acquired Immune Deficiency Syndrome) AIDS didokumentasikan, para ilmuwan telah membuat langkah besar dalam pengobatan Human Immunodeficiency Virus ( HIV ). Ini mengubah apa yang semula tak ubahnya hukuman mati bagi penderitanya, menjadi kondisi yang dapat ditangani secara medis.
Apa yang masih belum dimiliki adalah vaksin, yang diharap akan melatih sistem kekebalan manusia untuk menangkal infeksi sebelum menyebar. Kondisi ini oleh para ahli dilihat sebagai penarian "cawan suci" dalam perjuangan untuk menghilangkan virus yang hidup bersama 38 juta orang di seluruh dunia.
"J&J saat ini sedang melakukan dua uji kemanjuran manusia untuk kandidat vaksin HIV dan hasil awal dari salah satunya mungkin akan datang secepatnya pada akhir tahun ini," kata Hanneke Schuitemaker, kepala global penemuan vaksin virus di Johnson & Johnson's Janssen Vaccines, seperti dilansir Japan Today, Sabtu (16/10/2021).
Saat ini tentu banyak pihak yang membandingkan vaksin HIV dengan penemuan vaksin Covid-19 yang relative cepat. Bahkan, vaksin Covid-19 yang dikembangkan dalam waktu singkat telah menunjukkan tingkat keamanan dan kemanjuran yang luar biasa.
Banyak dari suntikan ini dikembangkan menggunakan teknologi yang sebelumnya telah dicoba pada HIV. Jadi, mengapa penggarapan vaksin HIV belum menemukan terobosan?
“Sistem kekebalan manusia tidak menyembuhkan HIV sendiri, sedangkan yang sangat jelas adalah sistem kekebalan manusia cukup mampu menyembuhkan COVID-19 sendiri,” jelas Larry Corey, peneliti utama HVTN, organisasi global yang mendanai pengembangan vaksin HIV.
Vaksin Covid-19 bekerja dengan memunculkan antibodi yang mengikat protein lonjakan virus dan menghentikannya menginfeksi sel manusia. HIV juga memiliki protein berbentuk spike di permukaannya, yang menjadi target pengembangan vaksin HIV.
"Tetapi, sementara Covid-19 memiliki puluhan varian terkenal yang beredar di seluruh dunia, HIV memiliki ratusan atau ribuan varian di dalam setiap orang yang terinfeksi," ucap William Schief, ahli imunologi yang memimpin pengembangan vaksin mRNA HIV di Scripps Research Institute.
Karena ini adalah "retrovirus", jelasnya, itu dengan cepat menggabungkan dirinya ke dalam DNA inangnya. Vaksin yang efektif perlu menghentikan infeksi yang mati di jalurnya, tidak hanya mengurangi jumlah virus dan membiarkan sisanya tetap bersama orang itu selamanya.
Upaya untuk mengembangkan vaksin HIV memang telah berlangsung selama beberapa decade, tetapi sejauh ini semuanya berakhir dengan kegagalan. Tahun lalu, sebuah penelitian bernama Uhambo yang berlangsung di Afrika Selatan dan melibatkan satu-satunya kandidat vaksin yang pernah terbukti memberikan perlindungan terhadap virus berakhir dengan kegagalan.
Kandidat vaksin J&J saat ini sedang diuji coba pada 2.600 wanita di Afrika sub-Sahara dalam uji coba Imbokodo, yang diharapkan akan melaporkan hasilnya dalam beberapa bulan mendatang.
Ini juga sedang diuji pada sekitar 3.800 pria yang berhubungan seks dengan pria dan individu transgender di seluruh AS, Amerika Selatan dan Eropa dalam uji coba Mosaico.
Apa yang masih belum dimiliki adalah vaksin, yang diharap akan melatih sistem kekebalan manusia untuk menangkal infeksi sebelum menyebar. Kondisi ini oleh para ahli dilihat sebagai penarian "cawan suci" dalam perjuangan untuk menghilangkan virus yang hidup bersama 38 juta orang di seluruh dunia.
"J&J saat ini sedang melakukan dua uji kemanjuran manusia untuk kandidat vaksin HIV dan hasil awal dari salah satunya mungkin akan datang secepatnya pada akhir tahun ini," kata Hanneke Schuitemaker, kepala global penemuan vaksin virus di Johnson & Johnson's Janssen Vaccines, seperti dilansir Japan Today, Sabtu (16/10/2021).
Saat ini tentu banyak pihak yang membandingkan vaksin HIV dengan penemuan vaksin Covid-19 yang relative cepat. Bahkan, vaksin Covid-19 yang dikembangkan dalam waktu singkat telah menunjukkan tingkat keamanan dan kemanjuran yang luar biasa.
Banyak dari suntikan ini dikembangkan menggunakan teknologi yang sebelumnya telah dicoba pada HIV. Jadi, mengapa penggarapan vaksin HIV belum menemukan terobosan?
“Sistem kekebalan manusia tidak menyembuhkan HIV sendiri, sedangkan yang sangat jelas adalah sistem kekebalan manusia cukup mampu menyembuhkan COVID-19 sendiri,” jelas Larry Corey, peneliti utama HVTN, organisasi global yang mendanai pengembangan vaksin HIV.
Vaksin Covid-19 bekerja dengan memunculkan antibodi yang mengikat protein lonjakan virus dan menghentikannya menginfeksi sel manusia. HIV juga memiliki protein berbentuk spike di permukaannya, yang menjadi target pengembangan vaksin HIV.
"Tetapi, sementara Covid-19 memiliki puluhan varian terkenal yang beredar di seluruh dunia, HIV memiliki ratusan atau ribuan varian di dalam setiap orang yang terinfeksi," ucap William Schief, ahli imunologi yang memimpin pengembangan vaksin mRNA HIV di Scripps Research Institute.
Baca Juga
Karena ini adalah "retrovirus", jelasnya, itu dengan cepat menggabungkan dirinya ke dalam DNA inangnya. Vaksin yang efektif perlu menghentikan infeksi yang mati di jalurnya, tidak hanya mengurangi jumlah virus dan membiarkan sisanya tetap bersama orang itu selamanya.
Upaya untuk mengembangkan vaksin HIV memang telah berlangsung selama beberapa decade, tetapi sejauh ini semuanya berakhir dengan kegagalan. Tahun lalu, sebuah penelitian bernama Uhambo yang berlangsung di Afrika Selatan dan melibatkan satu-satunya kandidat vaksin yang pernah terbukti memberikan perlindungan terhadap virus berakhir dengan kegagalan.
Kandidat vaksin J&J saat ini sedang diuji coba pada 2.600 wanita di Afrika sub-Sahara dalam uji coba Imbokodo, yang diharapkan akan melaporkan hasilnya dalam beberapa bulan mendatang.
Ini juga sedang diuji pada sekitar 3.800 pria yang berhubungan seks dengan pria dan individu transgender di seluruh AS, Amerika Selatan dan Eropa dalam uji coba Mosaico.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda