China Tingkatkan Akurasi Rudal Hipersonik dengan Teknologi Kecerdasan Buatan
Senin, 18 Oktober 2021 - 20:17 WIB
Chen mengutip makalah penelitian oleh Xian Yong dan Li Bangjie, dari Sekolah Tinggi Dukungan Perang Universitas Teknik Angkatan Roket, yang mengusulkan memberi senjata itu lebih banyak kekuatan pengambilan keputusan.
“Ini bisa meningkatkan akurasi posisi senjata secara keseluruhan hingga satu atau dua kali lipat,” papar para peneliti.
Mengingat senjata hipersonik harus melakukan perjalanan hingga ribuan mil untuk mengirimkan muatannya sambil melakukan manuver kompleks selama penerbangan, ini tergantung pada seberapa tepat senjata itu dapat menentukan posisinya.
“Namun, sensor inersia bawaan senjata biasanya mengalami gangguan fisik selama perakitan, transportasi, dan perawatan rutin,” ungkap Xian dan Li.
“Selain itu, menyalakan senjata hipersonik dapat menyebabkan penyimpangan lebih lanjut dari pengaturan pabriknya dan selanjutnya mempengaruhi kemampuan presisinya,” papar penelitian tersebut.
Untuk memperbaiki masalah ini, tim Xian dan Li mengusulkan mengganti pengaturan pabrik dengan teknologi AI.
AI akan mulai bekerja setelah senjata diluncurkan dan "menulis" perangkat lunak senjata "dengan cepat".
AI akan menghitung posisi rudal menggunakan sinyal dari GPS atau Sistem Satelit Navigasi BeiDou dan membandingkannya dengan hasil yang dihasilkan sensor on-board. Dengan menggunakan data ini, AI akan membuat algoritme pemosisian unik untuk program kontrol penerbangan senjata.
“Sistem berbasis AI dapat menjaga senjata hipersonik tetap berada di jalurnya dengan akurasi sekitar 10 meter,” tulis Stephen Chen, mengutip para peneliti.
Dia menjelaskan, "Dalam satu simulasi penerbangan, algoritme yang dihasilkan AI mengalami ribuan putaran evolusi selama tahap awal penerbangan pada CPU Intel Xeon yang berusia 10 tahun. Versi terakhir diperoleh dalam waktu sekitar 20 detik."
“Ini bisa meningkatkan akurasi posisi senjata secara keseluruhan hingga satu atau dua kali lipat,” papar para peneliti.
Mengingat senjata hipersonik harus melakukan perjalanan hingga ribuan mil untuk mengirimkan muatannya sambil melakukan manuver kompleks selama penerbangan, ini tergantung pada seberapa tepat senjata itu dapat menentukan posisinya.
“Namun, sensor inersia bawaan senjata biasanya mengalami gangguan fisik selama perakitan, transportasi, dan perawatan rutin,” ungkap Xian dan Li.
“Selain itu, menyalakan senjata hipersonik dapat menyebabkan penyimpangan lebih lanjut dari pengaturan pabriknya dan selanjutnya mempengaruhi kemampuan presisinya,” papar penelitian tersebut.
Untuk memperbaiki masalah ini, tim Xian dan Li mengusulkan mengganti pengaturan pabrik dengan teknologi AI.
AI akan mulai bekerja setelah senjata diluncurkan dan "menulis" perangkat lunak senjata "dengan cepat".
AI akan menghitung posisi rudal menggunakan sinyal dari GPS atau Sistem Satelit Navigasi BeiDou dan membandingkannya dengan hasil yang dihasilkan sensor on-board. Dengan menggunakan data ini, AI akan membuat algoritme pemosisian unik untuk program kontrol penerbangan senjata.
“Sistem berbasis AI dapat menjaga senjata hipersonik tetap berada di jalurnya dengan akurasi sekitar 10 meter,” tulis Stephen Chen, mengutip para peneliti.
Dia menjelaskan, "Dalam satu simulasi penerbangan, algoritme yang dihasilkan AI mengalami ribuan putaran evolusi selama tahap awal penerbangan pada CPU Intel Xeon yang berusia 10 tahun. Versi terakhir diperoleh dalam waktu sekitar 20 detik."
tulis komentar anda