Taliban Dulu Ledakkan Situs Buddha Bamiyan, tapi Sekarang Menjaganya
Sabtu, 09 Oktober 2021 - 13:06 WIB
KABUL - Orang-orang bersenjata dari Taliban sekarang berjaga-jaga di rongga batu menganga yang pernah menampung dua patung Buddha di provinsi Bamiyan, Afghanistan . Padahal kelompok itu, saat berkuasa tahun 2001, meledakkan situs tersebut dengan dinamit.
Situs Buddha di provinsi Bamiyan telah berdiri selama 1.500. Pada saat memerintahkan penghancurannya pada tahun 2001, rezim Taliban kala itu juga melarang televisi dan memberlakukan aturan ultra-ketat yang mengatur perilaku perempuan.
Kala itu, ratusan milisi Taliban butuh lebih dari tiga minggu untuk menghancurkan patung-patung menjulang yang diukir di sisi tebing. Perusakan situs itu sempat memicu kecaman global.
“Para Buddha dihancurkan oleh otoritas Taliban pada tahun 2001,” bunyi sebuah plakat perunggu yang dipasang di batu, sementara bendera putih para pemimpin baru negara itu berkibar di gerbang terdekat.
Dua milisi muda berkeliaran dengan lesu hanya beberapa meter jauhnya.
Perdana Menteri baru Afghanistan Mohammad Hassan Akhund adalah salah satu arsitek penghancuran situs Buddha di Bamiyan. Hal itu diungkap sejarawan Ali A. Olomi dari Penn State Abington University.
Ditanya apakah itu ide yang baik untuk meledakkan patung—yang dianggap sebagai salah satu kejahatan terbesar terhadap warisan dunia—anggota muda Taliban, Saifurrahman Mohammadi, tidak menyembunyikan rasa malunya.
"Ya...saya tidak bisa berkomentar banyak," kata Mohammadi, yang baru-baru ini ditunjuk sebagai pejabat urusan kebudayaan provinsi Bamiyan.
“Saya masih sangat muda,” katanya kepada AFP, yang dilansir Sabtu (9/10/2021). “Jika mereka melakukannya, Emirat Islam pasti punya alasan."
“Tapi yang pasti sekarang kami berkomitmen untuk menjaga warisan sejarah negara kita. Ini adalah tanggung jawab kami," imbuh dia.
Mohammadi mengatakan dia baru-baru ini berbicara dengan pejabat UNESCO yang melarikan diri ke luar negeri setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban. Menurutnya, pejabat tersebut diminta untuk kembali ke Afghanistan dan keselamatan mereka akan dijamin.
Pejabat lokal dan mantan karyawan UNESCO yang sebelumnya berbasis di sana mengatakan kepada AFP bahwa sekitar 1.000 artefak tak ternilai yang pernah disimpan di gudang terdekat dicuri atau dihancurkan setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
“Saya mengonfirmasi bahwa penjarahan memang terjadi, tetapi itu terjadi sebelum kedatangan kami,” kata Mohammadi, menyalahkan pencurian pada kekosongan yang ditinggalkan oleh otoritas lama setelah mereka melarikan diri.
"Kami sedang menyelidiki dan kami berusaha untuk mendapatkannya kembali," imbuh dia.
Lembah Bamiyan terletak di jantung pegunungan Hindu Kush dan menandai jangkauan paling barat dari agama Buddha dari tempat kelahirannya di anak benua India.
Pengaruh Persia, Turki, China, dan Yunani juga bersilangan di sana selama berabad-abad dan meninggalkan lingkungan binaan yang luar biasa, yang sebagian besar masih belum dijelajahi.
Patung-patung itu selamat dari serangan abad ke-17 oleh kaisar Mughal Aurangzeb, dan kemudian patung raja Persia Nader Shah, yang merusaknya dengan tembakan meriam.
Jejak mereka tetap tergeletak di sekitar situs Bamiyan di bawah tenda kanvas, terkoyak oleh angin lembah.
Para ahli warisan dunia sangat meragukan bahwa situs itu akan dibangun kembali.
Tetapi rezim baru Taliban bersikeras bahwa mereka ingin melindungi warisan arkeologi negara itu, meskipun ada kejutan global yang dipicu oleh gambar-gambar Buddha yang menghilang dalam awan debu.
"Dengan ekonomi negara yang terguncang, mereka menyadari bahwa pekerjaan untuk melindungi warisan memberikan penghasilan tetap,” kata Philippe Marquis, direktur delegasi arkeologi Prancis di Afghanistan.
Para pekerja bekerja di Bamiyan akan memberikan sentuhan akhir pada pusat budaya dan museum sebagai bagian dari proyek yang didukung UNESCO senilai USD20 juta yang akan diresmikan dengan meriah bulan ini.
“Sekarang kita harus melihat bagaimana cara kerjanya,” kata Philippe Delanghe, kepala program budaya di kantor UNESCO Kabul, yang saat ini berbasis di Prancis.
“Pemerintahan saat ini ingin kita kembali bekerja sama. Sepertinya cukup aman," ujarnya.
Situs Buddha di provinsi Bamiyan telah berdiri selama 1.500. Pada saat memerintahkan penghancurannya pada tahun 2001, rezim Taliban kala itu juga melarang televisi dan memberlakukan aturan ultra-ketat yang mengatur perilaku perempuan.
Kala itu, ratusan milisi Taliban butuh lebih dari tiga minggu untuk menghancurkan patung-patung menjulang yang diukir di sisi tebing. Perusakan situs itu sempat memicu kecaman global.
“Para Buddha dihancurkan oleh otoritas Taliban pada tahun 2001,” bunyi sebuah plakat perunggu yang dipasang di batu, sementara bendera putih para pemimpin baru negara itu berkibar di gerbang terdekat.
Dua milisi muda berkeliaran dengan lesu hanya beberapa meter jauhnya.
Perdana Menteri baru Afghanistan Mohammad Hassan Akhund adalah salah satu arsitek penghancuran situs Buddha di Bamiyan. Hal itu diungkap sejarawan Ali A. Olomi dari Penn State Abington University.
Ditanya apakah itu ide yang baik untuk meledakkan patung—yang dianggap sebagai salah satu kejahatan terbesar terhadap warisan dunia—anggota muda Taliban, Saifurrahman Mohammadi, tidak menyembunyikan rasa malunya.
"Ya...saya tidak bisa berkomentar banyak," kata Mohammadi, yang baru-baru ini ditunjuk sebagai pejabat urusan kebudayaan provinsi Bamiyan.
“Saya masih sangat muda,” katanya kepada AFP, yang dilansir Sabtu (9/10/2021). “Jika mereka melakukannya, Emirat Islam pasti punya alasan."
“Tapi yang pasti sekarang kami berkomitmen untuk menjaga warisan sejarah negara kita. Ini adalah tanggung jawab kami," imbuh dia.
Mohammadi mengatakan dia baru-baru ini berbicara dengan pejabat UNESCO yang melarikan diri ke luar negeri setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban. Menurutnya, pejabat tersebut diminta untuk kembali ke Afghanistan dan keselamatan mereka akan dijamin.
Pejabat lokal dan mantan karyawan UNESCO yang sebelumnya berbasis di sana mengatakan kepada AFP bahwa sekitar 1.000 artefak tak ternilai yang pernah disimpan di gudang terdekat dicuri atau dihancurkan setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
“Saya mengonfirmasi bahwa penjarahan memang terjadi, tetapi itu terjadi sebelum kedatangan kami,” kata Mohammadi, menyalahkan pencurian pada kekosongan yang ditinggalkan oleh otoritas lama setelah mereka melarikan diri.
"Kami sedang menyelidiki dan kami berusaha untuk mendapatkannya kembali," imbuh dia.
Lembah Bamiyan terletak di jantung pegunungan Hindu Kush dan menandai jangkauan paling barat dari agama Buddha dari tempat kelahirannya di anak benua India.
Pengaruh Persia, Turki, China, dan Yunani juga bersilangan di sana selama berabad-abad dan meninggalkan lingkungan binaan yang luar biasa, yang sebagian besar masih belum dijelajahi.
Patung-patung itu selamat dari serangan abad ke-17 oleh kaisar Mughal Aurangzeb, dan kemudian patung raja Persia Nader Shah, yang merusaknya dengan tembakan meriam.
Jejak mereka tetap tergeletak di sekitar situs Bamiyan di bawah tenda kanvas, terkoyak oleh angin lembah.
Para ahli warisan dunia sangat meragukan bahwa situs itu akan dibangun kembali.
Tetapi rezim baru Taliban bersikeras bahwa mereka ingin melindungi warisan arkeologi negara itu, meskipun ada kejutan global yang dipicu oleh gambar-gambar Buddha yang menghilang dalam awan debu.
"Dengan ekonomi negara yang terguncang, mereka menyadari bahwa pekerjaan untuk melindungi warisan memberikan penghasilan tetap,” kata Philippe Marquis, direktur delegasi arkeologi Prancis di Afghanistan.
Para pekerja bekerja di Bamiyan akan memberikan sentuhan akhir pada pusat budaya dan museum sebagai bagian dari proyek yang didukung UNESCO senilai USD20 juta yang akan diresmikan dengan meriah bulan ini.
“Sekarang kita harus melihat bagaimana cara kerjanya,” kata Philippe Delanghe, kepala program budaya di kantor UNESCO Kabul, yang saat ini berbasis di Prancis.
“Pemerintahan saat ini ingin kita kembali bekerja sama. Sepertinya cukup aman," ujarnya.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda