Mali Punya Bukti Pasukan Prancis Latih Militan di Wilayahnya

Sabtu, 09 Oktober 2021 - 07:09 WIB
Awalnya, Bamako ingin bekerja sama dengan Paris dalam memerangi teroris dan meminta bantuan data intelijen dan dukungan udara. “Tidak ada yang meminta kehadirannya di darat,” ungkap perdana menteri Mali itu.

“Delapan tahun lalu teroris hanya hadir di bagian utara Mali, di Kidal, sekarang dua pertiga negara diduduki teroris,” papar dia.

Pada 2014, Prancis meluncurkan Operasi Barkhane di wilayah tersebut, setelah bermitra dengan otoritas lokal untuk melawan dan menekan kelompok teroris, termasuk militan yang terkait dengan Al-Qaeda, dan menstabilkan situasi di negara-negara G5 Sahel (Burkina Faso, Mali, Niger, Chad dan Mauritania, semua bekas koloni Prancis).

Awal tahun ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan negaranya akan merestrukturisasi kehadiran militernya di wilayah Sahel Afrika, dan menutup pangkalannya di Mali utara, dengan langkah itu akan selesai pada awal 2022.

Berbicara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September, Maiga mengatakan Paris membutakan mata dan meninggalkan negaranya dengan keputusan itu.

“Kampanye diplomatik dan media besar-besaran telah diluncurkan terhadap Mali sejak itu,” ungkap perdana menteri itu dalam wawancara terbaru dengan kantor berita Rusia.

“Tetapi Mali hanya menginginkan mitra yang dapat diandalkan, bertindak untuk kepentingan negara,” ujar dia.

Dia menambahkan, “Mali, sebagai negara berdaulat, memiliki hak untuk itu.”

Dalam pertikaian diplomatik antara Bamako dan Paris, Presiden Macron, berbicara kepada media Prancis, telah menyarankan bahwa pemerintahan sementara Mali saat ini bukanlah “bahkan satu pemerintahan.”

Maiga mengklaim bahwa tanpa keterlibatan Prancis, negara itu akan sejak lama dikuasai teroris.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More