Aljazair Tutup Wilayah Udara untuk Semua Pesawat Maroko
Kamis, 23 September 2021 - 08:17 WIB
ALJIR - Perselisihan antara Aljazair dan Maroko terkait Sahara Barat terus berlanjut. Terbaru, Aljazair mengumumkan bahwa mereka telah menutup wilayah udaranya untuk semua pesawat Maroko karena "provokasi dan praktik permusuhan" oleh tetangganya itu.
Kepresidenan Aljazair mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan telah dibuat untuk segera menutup wilayah udaranya untuk semua pesawat sipil dan militer serta yang terdaftar di Maroko.
Keputusan itu diumumkan setelah pertemuan Dewan Keamanan Tinggi yang diketuai oleh Presiden Abdelmadjid Tebboune.
Kepresidenan Aljazair mengatakan pertemuan itu memeriksa situasi di perbatasan Aljazair dengan Maroko dan mempertimbangkan kelanjutan provokasi dan praktik permusuhan oleh Maroko, tanpa memberikan rincian.
Keputusan itu sendiri tidak akan memiliki efek langsung yang besar karena Aljazair telah menutup hubungan udara pada Maret karena pandemi COVID-19, dibuka kembali ke tujuh negara pada Juni lalu di mana Maroko bukan salah satunya.
Sebuah sumber yang dekat dengan maskapai milik negara Air Algerie mengatakan tidak ada penerbangan komersial langsung antara Aljazair dan Maroko sejak itu.
"Warga Aljazair yang bepergian ke Maroko transfer melalui Tunis," kata sumber itu tanpa menyebut nama seperti dikutip dari France24, Kamis (23/9/2021).
Namun keputusan itu akan mempengaruhi penerbangan Maroko yang memiliki rute di atas wilayah Aljazair.
Langkah tersebut dilakukan setelah Aljazair memutuskan hubungan diplomatik dengan Maroko pada 24 Agustus, menuduhnya melakukan tindakan bermusuhan setelah berbulan-bulan ketegangan yang meningkat antara kedua negara di Afrika Utara itu.
Maroko menyebut pemutusan hubungan itu sama sekali tidak dapat dibenarkan dan mengatakan keputusan tersebut didasarkan pada dalih yang salah, bahkan tidak masuk akal.
Menteri Luar Negeri Aljazair Ramtane Lamamra mengatakan kepada CNN International pada hari Selasa bahwa pemutusan hubungan diplomatik adalah "mengirim pesan yang tepat" ke Maroko.
"Ini adalah cara beradab untuk mengakhiri situasi yang tidak dapat bertahan lagi tanpa menanggung risiko lebih banyak korban dan membawa kedua negara ke jalur yang tidak diinginkan," ujarnya.
Hubungan antara dua negara bertetangga itu telah diliputi ketegangan selama beberapa dekade karena dukungan Aljazair untuk Front Polisario, yang menuntut referendum penentuan nasib sendiri di Sahara Barat. Sementara Maroko, yang menguasai sekitar 80 persen wilayah gurun, hanya menawarkan otonomi.
Pada bulan Juli, Raja Maroko Mohammed VI menyesalkan ketegangan dan mengundang Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune "untuk membuat kebijaksanaan menang" dan bekerja bersama untuk pengembangan hubungan antara negara-negara tetangga.
Awal bulan ini, lebih dari 200 tokoh masyarakat sipil Maroko dan Aljazair menyerukan "kembali ke akal sehat" setelah keputusan Aljazair untuk memutuskan hubungan diplomatik.
Intelektual, akademisi, dan aktor masyarakat sipil lainnya, kebanyakan dari Maroko, menandatangani petisi yang menolak situasi saat ini yang dapat mengarah pada konfrontasi yang tidak wajar bertentangan dengan kepentingan kedua bangsa dan kawasan.
Aljazair adalah pendukung asing utama Front Polisario, yang selama beberapa dekade berjuang melawan Maroko untuk kemerdekaan Sahara Barat.
Maroko melihat bekas jajahan Spanyol itu sebagai bagian integral dari wilayahnya.
Wilayah gurun yang berpenduduk jarang ini menawarkan sumber daya fosfat yang signifikan dan garis pantai Atlantik yang panjang dengan akses ke perairan perikanan yang kaya.
Aljazair juga marah dengan normalisasi hubungan Maroko dengan Israel tahun lalu sebagai quid pro quo untuk pengakuan AS atas kedaulatan Maroko atas Sahara Barat.
Rabat telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Aljazair pada tahun 1976 selama beberapa tahun setelah Aljazair mengakui Republik Demokratik Arab Sahrawi (SADR), yang diproklamirkan oleh Polisario.
Perbatasan kedua negara pun telah ditutup sejak 1994.
Kepresidenan Aljazair mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan telah dibuat untuk segera menutup wilayah udaranya untuk semua pesawat sipil dan militer serta yang terdaftar di Maroko.
Keputusan itu diumumkan setelah pertemuan Dewan Keamanan Tinggi yang diketuai oleh Presiden Abdelmadjid Tebboune.
Kepresidenan Aljazair mengatakan pertemuan itu memeriksa situasi di perbatasan Aljazair dengan Maroko dan mempertimbangkan kelanjutan provokasi dan praktik permusuhan oleh Maroko, tanpa memberikan rincian.
Keputusan itu sendiri tidak akan memiliki efek langsung yang besar karena Aljazair telah menutup hubungan udara pada Maret karena pandemi COVID-19, dibuka kembali ke tujuh negara pada Juni lalu di mana Maroko bukan salah satunya.
Sebuah sumber yang dekat dengan maskapai milik negara Air Algerie mengatakan tidak ada penerbangan komersial langsung antara Aljazair dan Maroko sejak itu.
"Warga Aljazair yang bepergian ke Maroko transfer melalui Tunis," kata sumber itu tanpa menyebut nama seperti dikutip dari France24, Kamis (23/9/2021).
Namun keputusan itu akan mempengaruhi penerbangan Maroko yang memiliki rute di atas wilayah Aljazair.
Langkah tersebut dilakukan setelah Aljazair memutuskan hubungan diplomatik dengan Maroko pada 24 Agustus, menuduhnya melakukan tindakan bermusuhan setelah berbulan-bulan ketegangan yang meningkat antara kedua negara di Afrika Utara itu.
Maroko menyebut pemutusan hubungan itu sama sekali tidak dapat dibenarkan dan mengatakan keputusan tersebut didasarkan pada dalih yang salah, bahkan tidak masuk akal.
Menteri Luar Negeri Aljazair Ramtane Lamamra mengatakan kepada CNN International pada hari Selasa bahwa pemutusan hubungan diplomatik adalah "mengirim pesan yang tepat" ke Maroko.
"Ini adalah cara beradab untuk mengakhiri situasi yang tidak dapat bertahan lagi tanpa menanggung risiko lebih banyak korban dan membawa kedua negara ke jalur yang tidak diinginkan," ujarnya.
Hubungan antara dua negara bertetangga itu telah diliputi ketegangan selama beberapa dekade karena dukungan Aljazair untuk Front Polisario, yang menuntut referendum penentuan nasib sendiri di Sahara Barat. Sementara Maroko, yang menguasai sekitar 80 persen wilayah gurun, hanya menawarkan otonomi.
Pada bulan Juli, Raja Maroko Mohammed VI menyesalkan ketegangan dan mengundang Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune "untuk membuat kebijaksanaan menang" dan bekerja bersama untuk pengembangan hubungan antara negara-negara tetangga.
Awal bulan ini, lebih dari 200 tokoh masyarakat sipil Maroko dan Aljazair menyerukan "kembali ke akal sehat" setelah keputusan Aljazair untuk memutuskan hubungan diplomatik.
Intelektual, akademisi, dan aktor masyarakat sipil lainnya, kebanyakan dari Maroko, menandatangani petisi yang menolak situasi saat ini yang dapat mengarah pada konfrontasi yang tidak wajar bertentangan dengan kepentingan kedua bangsa dan kawasan.
Aljazair adalah pendukung asing utama Front Polisario, yang selama beberapa dekade berjuang melawan Maroko untuk kemerdekaan Sahara Barat.
Maroko melihat bekas jajahan Spanyol itu sebagai bagian integral dari wilayahnya.
Wilayah gurun yang berpenduduk jarang ini menawarkan sumber daya fosfat yang signifikan dan garis pantai Atlantik yang panjang dengan akses ke perairan perikanan yang kaya.
Aljazair juga marah dengan normalisasi hubungan Maroko dengan Israel tahun lalu sebagai quid pro quo untuk pengakuan AS atas kedaulatan Maroko atas Sahara Barat.
Rabat telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Aljazair pada tahun 1976 selama beberapa tahun setelah Aljazair mengakui Republik Demokratik Arab Sahrawi (SADR), yang diproklamirkan oleh Polisario.
Perbatasan kedua negara pun telah ditutup sejak 1994.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda