Hengkang dari Afghanistan, Media China: AS Tidak Sekuat yang Dikira
Selasa, 31 Agustus 2021 - 16:53 WIB
BEIJING - Media pemerintah China turut mengomentari proses penarikan mundur pasukan Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan . Mereka mencap perang Afghanistan sebagai "pelajaran menyakitkan" bagi AS.
Editor tabloid Partai Komunis China (PKC) Global Times, Hu Xijin, mengatakan perang di Afghanistan harus diingat sebagai pelajaran menyakitkan dalam sejarah AS.
"AS tidak sekuat yang dipikirkan orang Amerika sendiri," tulisnya dalam postingan terpisah di Twitter dan Weibo.
"Mereka tidak dapat mengubah dunia; mereka harus belajar untuk rendah hati dan melepaskan gagasan gila tentang Amerika sebagai 'suar demokrasi'," sambungnya seperti dikutip dari Newsweek, Selasa (31/8/2021).
Sementara itu pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, perwakilan China Geng Shuang mengatakan kekacauan baru-baru ini di Afghanistan adalah akibat langsung dari penarikan pasukan asing yang tergesa-gesa dan tidak teratur dari negara itu.
“Kami berharap negara-negara terkait menyadari bahwa penarikan bukanlah akhir dari tanggung jawab tetapi awal dari refleksi dan koreksi,” tegasnya.
"Tindakan pasukan asing di Afghanistan selama 20 tahun terakhir, termasuk pertanggungjawaban pidana atas pembunuhan sembarangan warga Afghanistan oleh pasukan AS dan Australia, tidak dapat dihapuskan dan harus diselidiki," imbuhnya.
Geng dan Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia memilih abstain ketika 13 dari 15 anggota dewan memberikan suara mendukung resolusi yang menuntut agar Afghanistan tidak digunakan sebagai tempat perlindungan bagi terorisme, sesuatu yang telah dijanjikan Taliban secara terbuka sejak mengambil alih kendali de facto negara itu.
Pada sesi tersebut, Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield mengatakan AS telah mengevakuasi lebih dari 122.000 warga Amerika, warga negara asing dan warga Afghanistan sejak Juli.
"Dewan Keamanan mengharapkan Taliban untuk memenuhi komitmennya guna memfasilitasi perjalanan yang aman bagi warga Afghanistan dan warga negara asing yang ingin meninggalkan Afghanistan, apakah itu hari ini, besok, atau setelah 31 Agustus," kata Thomas-Greenfield.
"Konsisten dengan hak untuk meninggalkan negara mana pun, termasuk negaranya sendiri, setiap orang harus diizinkan meninggalkan Afghanistan dengan aman, untuk alasan apa pun, kapan pun mereka mau, melalui udara atau darat. Ini sangat penting bagi kami," tambahnya.
Taliban merayakan "kemerdekaan" Afghanistan pada hari Senin ketika personel AS terakhir terbang keluar dari Kabul untuk memenuhi batas waktu 31 Agustus. Ini menandai akhir yang hiruk pikuk selama dua dekade intervensi AS dan NATO di negara itu, diperburuk oleh serangan teror ISIS-K yang menewaskan hampir 170 warga Afghanistan dan 13 anggotamiliter AS.
Taliban juga telah merangkul prospek bekerja sama dengan China, yang telah mengisyaratkan kesiapannya untuk mengakui pemerintah Afghanistan yang baru. Kelompok itu juga mengatakan menginginkan hubungan baik dengan AS.
Editor tabloid Partai Komunis China (PKC) Global Times, Hu Xijin, mengatakan perang di Afghanistan harus diingat sebagai pelajaran menyakitkan dalam sejarah AS.
"AS tidak sekuat yang dipikirkan orang Amerika sendiri," tulisnya dalam postingan terpisah di Twitter dan Weibo.
"Mereka tidak dapat mengubah dunia; mereka harus belajar untuk rendah hati dan melepaskan gagasan gila tentang Amerika sebagai 'suar demokrasi'," sambungnya seperti dikutip dari Newsweek, Selasa (31/8/2021).
Sementara itu pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, perwakilan China Geng Shuang mengatakan kekacauan baru-baru ini di Afghanistan adalah akibat langsung dari penarikan pasukan asing yang tergesa-gesa dan tidak teratur dari negara itu.
“Kami berharap negara-negara terkait menyadari bahwa penarikan bukanlah akhir dari tanggung jawab tetapi awal dari refleksi dan koreksi,” tegasnya.
"Tindakan pasukan asing di Afghanistan selama 20 tahun terakhir, termasuk pertanggungjawaban pidana atas pembunuhan sembarangan warga Afghanistan oleh pasukan AS dan Australia, tidak dapat dihapuskan dan harus diselidiki," imbuhnya.
Geng dan Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia memilih abstain ketika 13 dari 15 anggota dewan memberikan suara mendukung resolusi yang menuntut agar Afghanistan tidak digunakan sebagai tempat perlindungan bagi terorisme, sesuatu yang telah dijanjikan Taliban secara terbuka sejak mengambil alih kendali de facto negara itu.
Pada sesi tersebut, Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield mengatakan AS telah mengevakuasi lebih dari 122.000 warga Amerika, warga negara asing dan warga Afghanistan sejak Juli.
"Dewan Keamanan mengharapkan Taliban untuk memenuhi komitmennya guna memfasilitasi perjalanan yang aman bagi warga Afghanistan dan warga negara asing yang ingin meninggalkan Afghanistan, apakah itu hari ini, besok, atau setelah 31 Agustus," kata Thomas-Greenfield.
"Konsisten dengan hak untuk meninggalkan negara mana pun, termasuk negaranya sendiri, setiap orang harus diizinkan meninggalkan Afghanistan dengan aman, untuk alasan apa pun, kapan pun mereka mau, melalui udara atau darat. Ini sangat penting bagi kami," tambahnya.
Taliban merayakan "kemerdekaan" Afghanistan pada hari Senin ketika personel AS terakhir terbang keluar dari Kabul untuk memenuhi batas waktu 31 Agustus. Ini menandai akhir yang hiruk pikuk selama dua dekade intervensi AS dan NATO di negara itu, diperburuk oleh serangan teror ISIS-K yang menewaskan hampir 170 warga Afghanistan dan 13 anggotamiliter AS.
Taliban juga telah merangkul prospek bekerja sama dengan China, yang telah mengisyaratkan kesiapannya untuk mengakui pemerintah Afghanistan yang baru. Kelompok itu juga mengatakan menginginkan hubungan baik dengan AS.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda