Benny Wenda Hasut Warga Papua Barat Tak Rayakan Hari Kemerdekaan Indonesia
Senin, 16 Agustus 2021 - 14:36 WIB
JAKARTA - Benny Wenda , pentolan separatis Papua Barat yang bersembunyi di Oxford, Inggris, menghasut warga Papua Barat untuk tidak merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.
Wenda mengulang hasutan serupa tahun lalu.
"Saya menyerukan kepada semua rakyat saya di Papua Barat, di pengasingan, di kamp pengungsi, di mana pun Anda berada: jangan bergabung dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus," katanya, yang dilansir Asia Pacific Report, Senin (16/8/2021).
“Ini bukan hari kemerdekaan kita. Hari kemerdekaan kita adalah 1 Desember 1961, sebuah kemerdekaan dan kedaulatan direnggut dari kita oleh militer Indonesia. Kami memiliki konstitusi kami sendiri, pemerintahan sementara kami sendiri, presiden sementara kami sendiri," ujar Wenda.
Hasutan pentolan separatis itu bertentangan dengan keputusan resmi PBB yang sudah menyatakan Papua Barat bagian dari Indonesia.
Australia juga mengakui Papua Barat bagian dari Indonesia. Bahkan, pengakuan ini diperkuat dengan Perjanjian Lombok yang diteken pihak Canberra dan Jakarta.
Selain menghasut warga Papua Barat, Wenda juga mencurigai intelijen Indonesia akan memaksa warga di provinsi timur Indonesia itu untuk mengibarkan bendera merah putih.
“Kami tahu bahwa dinas keamanan Indonesia akan pergi dari pintu ke pintu mencoba memaksa orang Papua Barat untuk mengibarkan bendera Indonesia. Kami tidak ingin merayakan bendera Anda di Papua Barat," kata Wenda yang menyatakan diri sebagai presiden sementara dari United Liberation Movement of West Papua (ULMWP).
Wenda pernah dipenjara pada 2002 di Jayapura. Saat itu, dia disinyalir mengerahkan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum penjara. Dia disidang pada September 2002 dan akhirnya tetap dipenjara. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan itu cacat hukum.
Wenda berhasil kabur dari tahanan pada Oktober 2002. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, dia diselundupkan ke Papua Nugini. Atas bantuan LSM Eropa dia melakukan perjalanan ke Inggris, di sana Wenda diberikan suaka politik.
Sejak 2003, dia dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Pada 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda atas kejahatan yang ditujukan padanya. Wenda mengeklaim Red Notice itu sudah dicabut.
Wenda mengulang hasutan serupa tahun lalu.
"Saya menyerukan kepada semua rakyat saya di Papua Barat, di pengasingan, di kamp pengungsi, di mana pun Anda berada: jangan bergabung dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus," katanya, yang dilansir Asia Pacific Report, Senin (16/8/2021).
“Ini bukan hari kemerdekaan kita. Hari kemerdekaan kita adalah 1 Desember 1961, sebuah kemerdekaan dan kedaulatan direnggut dari kita oleh militer Indonesia. Kami memiliki konstitusi kami sendiri, pemerintahan sementara kami sendiri, presiden sementara kami sendiri," ujar Wenda.
Hasutan pentolan separatis itu bertentangan dengan keputusan resmi PBB yang sudah menyatakan Papua Barat bagian dari Indonesia.
Australia juga mengakui Papua Barat bagian dari Indonesia. Bahkan, pengakuan ini diperkuat dengan Perjanjian Lombok yang diteken pihak Canberra dan Jakarta.
Selain menghasut warga Papua Barat, Wenda juga mencurigai intelijen Indonesia akan memaksa warga di provinsi timur Indonesia itu untuk mengibarkan bendera merah putih.
“Kami tahu bahwa dinas keamanan Indonesia akan pergi dari pintu ke pintu mencoba memaksa orang Papua Barat untuk mengibarkan bendera Indonesia. Kami tidak ingin merayakan bendera Anda di Papua Barat," kata Wenda yang menyatakan diri sebagai presiden sementara dari United Liberation Movement of West Papua (ULMWP).
Wenda pernah dipenjara pada 2002 di Jayapura. Saat itu, dia disinyalir mengerahkan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum penjara. Dia disidang pada September 2002 dan akhirnya tetap dipenjara. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan itu cacat hukum.
Wenda berhasil kabur dari tahanan pada Oktober 2002. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, dia diselundupkan ke Papua Nugini. Atas bantuan LSM Eropa dia melakukan perjalanan ke Inggris, di sana Wenda diberikan suaka politik.
Sejak 2003, dia dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Pada 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda atas kejahatan yang ditujukan padanya. Wenda mengeklaim Red Notice itu sudah dicabut.
(min)
tulis komentar anda