Citra Satelit Tangkap 'Ladang' Silo Rudal Balistik Baru China
Rabu, 28 Juli 2021 - 11:56 WIB
WASHINGTON - China dilaporkan sedang membangun jaringan silo nuklir di provinsi Xinjiang timur yang terpencil di negara itu. Demikian data yang diberikan oleh Federasi Ilmuwan Amerika (FAS).
Pakar nuklir dari lembaga pemikir global nirlaba yang mempelajari citra satelit dari jaringan perusahaan data geospasial Planet Labs menduga bahwa konstruksi itu mungkin telah dimulai pada bulan Maret ini.
Setidaknya 14 silo tampaknya ditemukan, dengan 19 area berpotensi dibuka untuk konstruksi lainnya.
Secara keseluruhan, pada ilmuwan mengklaim, setidaknya 110 silo dapat ditempatkan di daerah gurun tersebut. Para ilmuwan menambahkan bahwa silo bawah tanah biasanya digunakan untuk menampung Rudal Balistik Antarbenua (ICBM) yang dirancang untuk pengiriman senjata nuklir.
"ICBM China berpotensi membawa lebih dari 875 hulu ledak (dengan asumsi tiga hulu ledak per rudal) ketika bidang silo rudal Yumen dan Hami selesai," tulis peneliti FAS Matt Korda dan Hans M. Kristensen seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (28/7/2021).
Jumlah ini naik dari perkiraan 185 hulu ledak yang ada.
"Pembangunan silo di Yumen dan Hami merupakan perluasan paling signifikan dari persenjataan nuklir China yang pernah ada," studi FAS menggarisbawahi.
Ini adalah laporan ladang silo kedua yang ditemukan melalui citra satelit komersial dalam beberapa pekan terakhir. Bulan lalu 119 silo yang sedang dibangun terungkap di dekat Yumen di provinsi Gansu barat laut China, menurut sebuah laporan di The Washington Post, mengutip gambar satelit dari James Martin Center for Nonproliferation Studies di Monterey.
Menanggapi laporan di The Washington Post, para ahli nuklir China menolak klaim pangkalan nuklir yang sedang dibangun. Song Zhongping, mantan instruktur Tentara Pembebasan Rakyat (PLS), dikutip oleh South China Morning Post mengatakan bahwa silo nuklir sudah ketinggalan zaman.
"China telah menggunakan peluncur seluler dan membuang silo tetap ini, yang memakan waktu, padat karya, mahal, dan rentan diserang serta dihancurkan," kata Song.
Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di FAS, dikutip oleh Insider mengakui bahwa silo stasioner rentan terhadap serangan. Namun, dia menambahkan bahwa solusi untuk masalah ini bagi China adalah membangun rudal yang dapat bereaksi cukup cepat untuk keluar dari silo sebelum dihancurkan.
“Hari ini, beberapa rudal paling modern benar-benar dikerahkan dalam silo, jadi itu sama sekali tidak dianggap tua,” kata Kristensen.
Beijing tampaknya mengembangkan kemampuan meluncurkan rudal balistik antarbenua (ICBM) canggih dari silo bawah tanah untuk membalas dengan cepat terhadap kemungkinan serangan nuklir, tulis kantor berita AP mengutip Hans Kristensen pada Maret tahun ini.
Laporan itu muncul setelah analisis serupa dari serentetan foto satelit komersial, yang mendorong ahli untuk berasumsi bahwa setidaknya 16 silo bawah tanah di tempat pelatihan rudal besar di dekat Jilantai di wilayah utara-tengah negara itu sedang dibangun.
Menurut Kristensen silo ini menambah 20 silo China lainnya yang sudah beroperasi dengan ICBM yang lebih tua, DF-5.
"Itu hanya akan merupakan sebagian kecil dari jumlah silo ICBM yang dioperasikan oleh Amerika Serikat dan Rusia," ia menambahkan.
Menurut dia, gambar-gambar itu menunjukkan bahwa China sedang mencari untuk melawan apa yang mungkin dianggapnya sebagai ancaman yang meningkat dari AS. Pentagon telah berargumen dalam laporan tahunannya tentang perkembangan militer China musim panas lalu bahwa Beijing bermaksud untuk meningkatkan kemampuan kekuatan nuklirnya dengan menempatkan lebih banyak ICBM di silo bawah tanah.
"Kebijakan senjata nuklir RRC memprioritaskan pemeliharaan kekuatan nuklir yang mampu bertahan dari serangan pertama dan merespons dengan kekuatan yang cukup untuk menimbulkan kerusakan yang tidak dapat diterima musuh," laporan itu menegaskan.
Ada laporan yang saling bertentangan tentang jumlah pasti hulu ledak nuklir yang dimiliki China. Beberapa penilaian menyebutkan angkanya sekitar 290, sementara sebuah laporan oleh Bulletin of Atomic Scientists menyebut persediaan nuklir Beijing 350.
Tahun lalu, China mengatakan tidak berniat untuk bergabung dengan pembicaraan Rusia-AS tentang masa depan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (START), dengan alasan bahwa ia hanya memiliki sebagian kecil dari persenjataan nuklir yang dimiliki oleh Moskow dan Washington.
Pakar nuklir dari lembaga pemikir global nirlaba yang mempelajari citra satelit dari jaringan perusahaan data geospasial Planet Labs menduga bahwa konstruksi itu mungkin telah dimulai pada bulan Maret ini.
Setidaknya 14 silo tampaknya ditemukan, dengan 19 area berpotensi dibuka untuk konstruksi lainnya.
Secara keseluruhan, pada ilmuwan mengklaim, setidaknya 110 silo dapat ditempatkan di daerah gurun tersebut. Para ilmuwan menambahkan bahwa silo bawah tanah biasanya digunakan untuk menampung Rudal Balistik Antarbenua (ICBM) yang dirancang untuk pengiriman senjata nuklir.
"ICBM China berpotensi membawa lebih dari 875 hulu ledak (dengan asumsi tiga hulu ledak per rudal) ketika bidang silo rudal Yumen dan Hami selesai," tulis peneliti FAS Matt Korda dan Hans M. Kristensen seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (28/7/2021).
Jumlah ini naik dari perkiraan 185 hulu ledak yang ada.
"Pembangunan silo di Yumen dan Hami merupakan perluasan paling signifikan dari persenjataan nuklir China yang pernah ada," studi FAS menggarisbawahi.
Ini adalah laporan ladang silo kedua yang ditemukan melalui citra satelit komersial dalam beberapa pekan terakhir. Bulan lalu 119 silo yang sedang dibangun terungkap di dekat Yumen di provinsi Gansu barat laut China, menurut sebuah laporan di The Washington Post, mengutip gambar satelit dari James Martin Center for Nonproliferation Studies di Monterey.
Menanggapi laporan di The Washington Post, para ahli nuklir China menolak klaim pangkalan nuklir yang sedang dibangun. Song Zhongping, mantan instruktur Tentara Pembebasan Rakyat (PLS), dikutip oleh South China Morning Post mengatakan bahwa silo nuklir sudah ketinggalan zaman.
"China telah menggunakan peluncur seluler dan membuang silo tetap ini, yang memakan waktu, padat karya, mahal, dan rentan diserang serta dihancurkan," kata Song.
Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di FAS, dikutip oleh Insider mengakui bahwa silo stasioner rentan terhadap serangan. Namun, dia menambahkan bahwa solusi untuk masalah ini bagi China adalah membangun rudal yang dapat bereaksi cukup cepat untuk keluar dari silo sebelum dihancurkan.
“Hari ini, beberapa rudal paling modern benar-benar dikerahkan dalam silo, jadi itu sama sekali tidak dianggap tua,” kata Kristensen.
Beijing tampaknya mengembangkan kemampuan meluncurkan rudal balistik antarbenua (ICBM) canggih dari silo bawah tanah untuk membalas dengan cepat terhadap kemungkinan serangan nuklir, tulis kantor berita AP mengutip Hans Kristensen pada Maret tahun ini.
Baca Juga
Laporan itu muncul setelah analisis serupa dari serentetan foto satelit komersial, yang mendorong ahli untuk berasumsi bahwa setidaknya 16 silo bawah tanah di tempat pelatihan rudal besar di dekat Jilantai di wilayah utara-tengah negara itu sedang dibangun.
Menurut Kristensen silo ini menambah 20 silo China lainnya yang sudah beroperasi dengan ICBM yang lebih tua, DF-5.
"Itu hanya akan merupakan sebagian kecil dari jumlah silo ICBM yang dioperasikan oleh Amerika Serikat dan Rusia," ia menambahkan.
Menurut dia, gambar-gambar itu menunjukkan bahwa China sedang mencari untuk melawan apa yang mungkin dianggapnya sebagai ancaman yang meningkat dari AS. Pentagon telah berargumen dalam laporan tahunannya tentang perkembangan militer China musim panas lalu bahwa Beijing bermaksud untuk meningkatkan kemampuan kekuatan nuklirnya dengan menempatkan lebih banyak ICBM di silo bawah tanah.
"Kebijakan senjata nuklir RRC memprioritaskan pemeliharaan kekuatan nuklir yang mampu bertahan dari serangan pertama dan merespons dengan kekuatan yang cukup untuk menimbulkan kerusakan yang tidak dapat diterima musuh," laporan itu menegaskan.
Ada laporan yang saling bertentangan tentang jumlah pasti hulu ledak nuklir yang dimiliki China. Beberapa penilaian menyebutkan angkanya sekitar 290, sementara sebuah laporan oleh Bulletin of Atomic Scientists menyebut persediaan nuklir Beijing 350.
Tahun lalu, China mengatakan tidak berniat untuk bergabung dengan pembicaraan Rusia-AS tentang masa depan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (START), dengan alasan bahwa ia hanya memiliki sebagian kecil dari persenjataan nuklir yang dimiliki oleh Moskow dan Washington.
(ian)
tulis komentar anda