Haiti Minta Pasukan AS dan PBB Datang untuk Lindungi Infrastruktur Penting
Minggu, 11 Juli 2021 - 02:01 WIB
PORT AU PRINCE - Haiti meminta pasukan asing dikirim ke negara itu untuk melindungi infrastruktur penting setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise.
Permintaan itu dikirim pemerintah Haiti ke Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tetapi AS mengatakan tidak memiliki rencana menawarkan bantuan militer "saat ini".
Polisi Haiti sebelumnya mengatakan sekelompok 28 tentara bayaran asing membunuh presiden Haiti pada Rabu.
Setelah baku tembak di ibu kota Port-au-Prince, 17 orang dari mereka ditahan.
Beberapa orang dari kelompok itu, yang menurut Haiti termasuk purnawirawan tentara Kolombia, ditahan di rumah yang mereka gunakan. “Pelaku lain ditahan setelah memasuki kompleks diplomatik Taiwan,” ungkap kepolisian.
Tiga tersangka tewas oleh polisi, dan delapan orang lainnya masih dalam pengejaran.
Meskipun AS tidak akan menawarkan pasukan, Washington mengatakan pihaknya mengirim FBI dan pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri ke Haiti untuk membantu penyelidikan.
Dewan Keamanan PBB harus menyetujui setiap rencana mengirim pasukan internasional ke Haiti dalam naungan PBB.
Pembunuhan itu memicu beberapa kerusuhan sipil di Haiti, negara termiskin di benua Amerika.
Keadaan darurat tetap berlaku di penjuru negeri dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas pemerintahan negara tersebut.
Berdarah dan memar, tersangka yang ditangkap ditunjukkan ke media pada Kamis, bersama dengan sejumlah senjata yang disita.
Masih belum jelas siapa yang mengorganisir serangan itu dan dengan motif apa.
Serangan itu terjadi pada dini hari tanggal 7 Juli, ketika orang-orang bersenjata masuk ke rumah presiden, menembaknya mati dan melukai istrinya.
Moise, 53, ditemukan berbaring telentang dengan 12 luka tembak dan mata dicungkil, menurut pihak berwenang.
Ibu Negara Haiti Martine Moise, 47, terluka parah dan dalam kondisi stabil setelah diterbangkan ke Florida untuk perawatan.
Polisi mengatakan tim pembunuh itu sebagian besar terdiri atas warga Kolombia, bersama dengan dua warga Amerika Serikat keturunan Haiti.
“Ditemukan dalam kepemilikan para tersangka adalah senjata api, sejumlah uang dolar AS, buku cek pribadi presiden dan server yang menyimpan rekaman kamera pengintai dari rumahnya,” ungkap laporan surat kabar Le Nouveliste.
Taiwan mengkonfirmasi bahwa 11 tersangka ditangkap setelah membobol halaman di kompleks kedutaan besarnya.
Warga sipil yang marah telah bergabung untuk mencari orang-orang bersenjata itu, dan membantu polisi melacak beberapa orang yang bersembunyi di semak-semak.
Massa membakar tiga mobil tersangka dan menghancurkan sejumlah barang bukti.
Kepala polisi Leon Charles menyerukan ketenangan, dengan mengatakan masyarakat tidak boleh main-main dengan hukum.
Permintaan itu dikirim pemerintah Haiti ke Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tetapi AS mengatakan tidak memiliki rencana menawarkan bantuan militer "saat ini".
Polisi Haiti sebelumnya mengatakan sekelompok 28 tentara bayaran asing membunuh presiden Haiti pada Rabu.
Setelah baku tembak di ibu kota Port-au-Prince, 17 orang dari mereka ditahan.
Beberapa orang dari kelompok itu, yang menurut Haiti termasuk purnawirawan tentara Kolombia, ditahan di rumah yang mereka gunakan. “Pelaku lain ditahan setelah memasuki kompleks diplomatik Taiwan,” ungkap kepolisian.
Tiga tersangka tewas oleh polisi, dan delapan orang lainnya masih dalam pengejaran.
Meskipun AS tidak akan menawarkan pasukan, Washington mengatakan pihaknya mengirim FBI dan pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri ke Haiti untuk membantu penyelidikan.
Dewan Keamanan PBB harus menyetujui setiap rencana mengirim pasukan internasional ke Haiti dalam naungan PBB.
Pembunuhan itu memicu beberapa kerusuhan sipil di Haiti, negara termiskin di benua Amerika.
Keadaan darurat tetap berlaku di penjuru negeri dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas pemerintahan negara tersebut.
Berdarah dan memar, tersangka yang ditangkap ditunjukkan ke media pada Kamis, bersama dengan sejumlah senjata yang disita.
Masih belum jelas siapa yang mengorganisir serangan itu dan dengan motif apa.
Serangan itu terjadi pada dini hari tanggal 7 Juli, ketika orang-orang bersenjata masuk ke rumah presiden, menembaknya mati dan melukai istrinya.
Moise, 53, ditemukan berbaring telentang dengan 12 luka tembak dan mata dicungkil, menurut pihak berwenang.
Ibu Negara Haiti Martine Moise, 47, terluka parah dan dalam kondisi stabil setelah diterbangkan ke Florida untuk perawatan.
Polisi mengatakan tim pembunuh itu sebagian besar terdiri atas warga Kolombia, bersama dengan dua warga Amerika Serikat keturunan Haiti.
“Ditemukan dalam kepemilikan para tersangka adalah senjata api, sejumlah uang dolar AS, buku cek pribadi presiden dan server yang menyimpan rekaman kamera pengintai dari rumahnya,” ungkap laporan surat kabar Le Nouveliste.
Taiwan mengkonfirmasi bahwa 11 tersangka ditangkap setelah membobol halaman di kompleks kedutaan besarnya.
Warga sipil yang marah telah bergabung untuk mencari orang-orang bersenjata itu, dan membantu polisi melacak beberapa orang yang bersembunyi di semak-semak.
Massa membakar tiga mobil tersangka dan menghancurkan sejumlah barang bukti.
Kepala polisi Leon Charles menyerukan ketenangan, dengan mengatakan masyarakat tidak boleh main-main dengan hukum.
(sya)
tulis komentar anda