Tentara Myanmar dan Milisi Anti-Junta Bentrok, Enam Orang Tewas
Rabu, 23 Juni 2021 - 08:38 WIB
MANDALAY - Empat pengunjuk rasa dan dua perwira tewas ketika tentara Myanmar memerangi milisi sipil anti-junta dengan senjata ringan dan granat di kota Mandalay.
Pihak berwenang dan sumber militer Myanmar mengungkapkan hal itu pada Selasa (22/6).
Pertempuran telah berkobar di penjuru Myanmar sejak kudeta Februari ketika orang-orang membentuk "pasukan pertahanan" untuk memerangi tindakan brutal militer terhadap perbedaan pendapat.
Meski demikian, bentrokan sebagian besar terjadi di daerah pedesaan.
“Bertindak atas perintah, pasukan keamanan menggerebek satu rumah di kotapraja Chan Mya Tharsi Mandalay pada Selasa pagi, lalu disambut dengan tembakan senjata ringan dan granat,” ungkap pernyataan tim informasi junta.
“Dua aparat Myanmar tewas dalam serangan itu. Sekitar sepuluh orang terluka,” papar sumber-sumber militer.
Juru bicara junta menyatakan, “Empat teroris tewas dan delapan orang ditangkap karena memiliki ranjau buatan sendiri, granat tangan dan senjata ringan.”
“Kami bisa mendengar tembakan artileri meskipun rumah kami jauh dari tempat itu,” ujar seorang warga Mandalay.
“Empat anggota kelompok bela diri lainnya tewas ketika mobil yang mereka coba untuk melarikan diri mengalami kecelakaan,” papar juru bicara itu, tanpa memberikan rincian.
Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Yangon mengatakan di Twitter bahwa mereka melacak laporan pertempuran yang sedang berlangsung di Mandalay. “Kami terganggu oleh eskalasi militer dan mendesak penghentian kekerasan," ungkap pernyataan Kedubes AS.
“Pemberontakan massal terhadap kudeta militer yang menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi telah dibalas dengan tindakan keras brutal militer yang menewaskan lebih dari 870 warga sipil,” papar pernyataan kelompok pemantau lokal.
Selain bangkitnya pasukan pertahanan diri lokal, para pengamat percaya ratusan pengunjuk rasa anti-kudeta dari kota-kota kecil dan kecil di Myanmar telah berjalan kaki ke daerah-daerah yang dikuasai pemberontak untuk menerima pelatihan militer.
Tetapi para pejuang paruh waktu itu tahu bahwa kemungkinan besar akan menghadapi militer Myanmar, salah satu yang paling keras dan brutal di Asia Tenggara.
Pihak berwenang dan sumber militer Myanmar mengungkapkan hal itu pada Selasa (22/6).
Pertempuran telah berkobar di penjuru Myanmar sejak kudeta Februari ketika orang-orang membentuk "pasukan pertahanan" untuk memerangi tindakan brutal militer terhadap perbedaan pendapat.
Meski demikian, bentrokan sebagian besar terjadi di daerah pedesaan.
“Bertindak atas perintah, pasukan keamanan menggerebek satu rumah di kotapraja Chan Mya Tharsi Mandalay pada Selasa pagi, lalu disambut dengan tembakan senjata ringan dan granat,” ungkap pernyataan tim informasi junta.
“Dua aparat Myanmar tewas dalam serangan itu. Sekitar sepuluh orang terluka,” papar sumber-sumber militer.
Juru bicara junta menyatakan, “Empat teroris tewas dan delapan orang ditangkap karena memiliki ranjau buatan sendiri, granat tangan dan senjata ringan.”
“Kami bisa mendengar tembakan artileri meskipun rumah kami jauh dari tempat itu,” ujar seorang warga Mandalay.
“Empat anggota kelompok bela diri lainnya tewas ketika mobil yang mereka coba untuk melarikan diri mengalami kecelakaan,” papar juru bicara itu, tanpa memberikan rincian.
Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Yangon mengatakan di Twitter bahwa mereka melacak laporan pertempuran yang sedang berlangsung di Mandalay. “Kami terganggu oleh eskalasi militer dan mendesak penghentian kekerasan," ungkap pernyataan Kedubes AS.
“Pemberontakan massal terhadap kudeta militer yang menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi telah dibalas dengan tindakan keras brutal militer yang menewaskan lebih dari 870 warga sipil,” papar pernyataan kelompok pemantau lokal.
Selain bangkitnya pasukan pertahanan diri lokal, para pengamat percaya ratusan pengunjuk rasa anti-kudeta dari kota-kota kecil dan kecil di Myanmar telah berjalan kaki ke daerah-daerah yang dikuasai pemberontak untuk menerima pelatihan militer.
Tetapi para pejuang paruh waktu itu tahu bahwa kemungkinan besar akan menghadapi militer Myanmar, salah satu yang paling keras dan brutal di Asia Tenggara.
(sya)
tulis komentar anda