Israel Janji Batasi Serangan Malam yang Kontroversial di Rumah-rumah Palestina

Jum'at, 18 Juni 2021 - 06:03 WIB
Tentara Israel sering melakukan penyerangan atau penggerebekan malam di wilayah Palestina. Foto/thelivenewz
TEL AVIV - Militer Israel berencana membatasi jumlah serangan malam yang sangat kontroversial di rumah-rumah warga Palestina .

Selama puluhan tahun, serangan atau penggerebekan malam jadi penyebab ketakutan, trauma dan, kadang-kadang, kematian bagi warga Palestina yang hidup dalam pendudukan militer brutal Israel.

Serangan semacam itu mengharuskan tentara membangunkan para anggota keluarga di tengah malam untuk mendokumentasikan kondisi dan penghuni rumah di wilayah Palestina yang diduduki.





Para tentara Israel menyebutnya "pemetaan intelijen".



“Mengutip data kelompok hak asasi manusia Israel B'Tselem, pada 2020, pasukan keamanan Israel melakukan sekitar 3.000 serangan malam di kota-kota dan desa-desa Palestina. Mereka memasuki setidaknya 2.480 rumah. Dan itu adalah tahun yang relatif tenang,” ungkap laporan Haaretz.



Israel mengklaim serangan malam itu penting untuk tujuan intelijen, tetapi kelompok hak asasi mengecam praktik tersebut, bersikeras bahwa tujuannya adalah menindas dan mengintimidasi penduduk Palestina dan meningkatkan kontrol negara.

“Seperti pos pemeriksaan dan penghalang pemisah, penggerebekan adalah bagian dari DNA pendudukan,” ungkap para pengkritik.

Tidak jelas mengapa otoritas pendudukan memutuskan mengekang praktik tersebut.

Menurut laporan Israel, keputusan itu dibuat setelah penilaian keamanan dan peningkatan teknik pengumpulan intelijen.

Sesuai kebijakan yang diubah, penggerebekan malam akan tetap dilakukan tetapi hanya setelah mendapat izin dari rantai komando yang lebih senior, dan jika ada kebutuhan operasional tertentu.

Perubahan itu setelah laporan oleh Yesh Din, Dokter untuk Hak Asasi Manusia Israel dan Breaking the Silence.

A Life Exposed mendokumentasikan praktik penggerebekan ini dan menyimpulkan, "Bahaya yang disebabkan oleh invasi rumah sangat parah karena merampas keyakinan mendasar individu, keluarga, dan komunitas bahwa rumah mereka adalah kastil mereka."

Menyebut keputusan itu "sangat signifikan", direktur eksekutif Yesh Din Lior Amihai mengatakan, "Invasi rumah melekat pada rezim apartheid di Tepi Barat dan kami akan terus mengekspos dan menantang praktik ini dan lainnya sampai hak asasi manusia dihormati untuk semua."

Direktur Eksekutif Breaking the Silence Avner Gvaryahu menambahkan itu adalah "hasil penting" dari laporan kelompok tersebut.

"Pada dasarnya, ini tidak akan mengakhiri pendudukan atau membahayakan warga Palestina," papar dia.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More