Kelompok Milisi Myanmar Hentikan Serangan Terhadap Pasukan Pemerintah
Rabu, 16 Juni 2021 - 00:36 WIB
YANGON - Kelompok milisi di Negara Bagian Kayah, Myanmar , yang dilanda konflik mengumumkan penghentian serangan terhadap sasaran militer pada Selasa (15/6/2021). Itu dilakukan setelah seruan dari masyarakat setempat untuk menghentikan pertempuran yang telah merusak rumah dan membuat lebih dari 100.000 orang mengungsi.
Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF), salah satu yang terbesar dari beberapa milisi sipil yang dibentuk dalam beberapa pekan terakhir untuk menentang kudeta militer 1 Februari , mengatakan untuk sementara menangguhkan serangan tetapi tetap menentang pengambilalihan militer.
"KNDF mendesak orang-orang untuk bersatu," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Rabu (16/6/2021).
Pasukan Pertahanan Rakyat yang bersekutu dengan kelompok-kelompok pro-demokrasi telah membantu menahan upaya junta untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, tetapi beberapa aktivis mengatakan penggunaan senjata berat oleh militer sebagai tanggapan atas serangan mereka telah membahayakan nyawa tak berdosa.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi , dengan alasan penolakannya untuk mengatasi apa yang dikatakan sebagai kecurangan dalam pemilu bulan November lalu. Pengamat internasional sendiri mengatakan pemungutan suara itu berlangsung dengan adil.
Milisi, banyak yang dipersenjatai dengan senapan berburu, selama berminggu-minggu telah menyergap pasukan keamanan di wilayah perbatasan Myanmar, termasuk Negara Bagian Chin, Shan, Karen dan Kayah. Hal itu banyak dilakukan karena tuntutan yang tidak terpenuhi untuk pembebasan orang-orang lokal yang ditangkap setelah bergabung dengan protes anti-kudeta nasional.
Militer menyebut mereka "teroris" karena bersekutu dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dilarang, yang mengumumkan pembentukan milisi enam minggu lalu sebagai bagian dari strateginya untuk mengalahkan junta.
NUG tidak segera menanggapi permintaan komentar dan juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon.
Pengumuman KPDF datang beberapa hari setelah Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengutuk penggunaan senjata berat yang "keterlaluan" oleh tentara, termasuk di Negara Bagian Kayah, tetapi juga mendesak milisi untuk menjaga warga sipil dari bahaya.
Junta pada hari Senin mengatakan Bachelet gagal menyebutkan tindakan sabotase dan terorisme serta penderitaan dan kematian pasukan keamanan.
Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF), salah satu yang terbesar dari beberapa milisi sipil yang dibentuk dalam beberapa pekan terakhir untuk menentang kudeta militer 1 Februari , mengatakan untuk sementara menangguhkan serangan tetapi tetap menentang pengambilalihan militer.
"KNDF mendesak orang-orang untuk bersatu," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Rabu (16/6/2021).
Pasukan Pertahanan Rakyat yang bersekutu dengan kelompok-kelompok pro-demokrasi telah membantu menahan upaya junta untuk mengkonsolidasikan kekuasaan, tetapi beberapa aktivis mengatakan penggunaan senjata berat oleh militer sebagai tanggapan atas serangan mereka telah membahayakan nyawa tak berdosa.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi , dengan alasan penolakannya untuk mengatasi apa yang dikatakan sebagai kecurangan dalam pemilu bulan November lalu. Pengamat internasional sendiri mengatakan pemungutan suara itu berlangsung dengan adil.
Milisi, banyak yang dipersenjatai dengan senapan berburu, selama berminggu-minggu telah menyergap pasukan keamanan di wilayah perbatasan Myanmar, termasuk Negara Bagian Chin, Shan, Karen dan Kayah. Hal itu banyak dilakukan karena tuntutan yang tidak terpenuhi untuk pembebasan orang-orang lokal yang ditangkap setelah bergabung dengan protes anti-kudeta nasional.
Militer menyebut mereka "teroris" karena bersekutu dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dilarang, yang mengumumkan pembentukan milisi enam minggu lalu sebagai bagian dari strateginya untuk mengalahkan junta.
NUG tidak segera menanggapi permintaan komentar dan juru bicara militer tidak menjawab panggilan telepon.
Pengumuman KPDF datang beberapa hari setelah Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengutuk penggunaan senjata berat yang "keterlaluan" oleh tentara, termasuk di Negara Bagian Kayah, tetapi juga mendesak milisi untuk menjaga warga sipil dari bahaya.
Junta pada hari Senin mengatakan Bachelet gagal menyebutkan tindakan sabotase dan terorisme serta penderitaan dan kematian pasukan keamanan.
(ian)
tulis komentar anda