Protes UU Keamanan China, Ratusan Warga Hong Kong Turun ke Jalan
Minggu, 24 Mei 2020 - 15:16 WIB
HONG KONG - Ratusan orang melakukan aksi protes di Hong Kong, menentang rencana baru Beijing yang akan memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota itu. Pihak kepolisian pun menjaga dengan ketat kantor perwakilan China di pusat keuangan dunia.
Demonstrasi itu terjadi di tengah upaya pemerintah kota untuk meyakinkan investor publik dan asing terkait pemberlakukan undang-undang keamanan yang diusulkan oleh Beijing. Rencana ini mendapat respon negatif dari pasar keuangan dan teguran keras dari pemerintah asing, kelompok hak asasi manusia internasional dan beberapa lobi bisnis.
Para pengunjuk rasa berkumpul di distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay di mana polisi melakukan operasi stop-and-search, Mereka juga memperingatkan para demonstran untuk tidak melanggar larangan pertemuan lebih dari delapan orang, yang diberlakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona.
"Sekarang adalah awal dari akhir dan waktu benar-benar hampir habis di Hong Kong, dan itulah alasan bagi kami, bahkan di bawah mewabahnya Covid-19. Kita masih perlu mengumpulkan kekuatan kita untuk memprotes,” kata aktivis demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (24/5/2020).
Sekelompok kecil aktivis demokrasi melakukan aksi protes di luar Kantor Penghubung Beijing, meneriakkan, "Hukum keamanan nasional menghancurkan dua sistem."
Sebuah truk meriam air diparkir di luar, sementara puluhan polisi anti huru hara dikerahkan di seluruh kota.
Avery Ng dari Liga untuk Sosial Demokrat menempelkan poster-poster protes pada sebuah plakat di luar Kantor Penghubung, meskipun ada peringatan dari polisi.
Dia menggambarkannya sebagai "kejahatan hukum" dan meminta orang-orang Hong Kong untuk keluar dan memprotesnya.
"Itu garis merah yang bisa dipindah-pindahkan. Di masa depan mereka dapat menangkap, mengunci dan membungkam siapa pun yang mereka inginkan atas nama keamanan nasional. Kita harus menolaknya,” kata Ng kepada Reuters.
Dalam undang-undang keamanan nasional itu, China dapat mendirikn badan intelejen di pusat keuangan global itu. Beijing berencana mengkangkangi badan pembuat hukum Hong Kong, Dewan Legislatif.
Langkah ini telah memicu kekhawatiran atas nasib formula "satu negara, dua sistem" yang telah diberlakukan di Hong Kong sejak kembalinya bekas koloni Inggris itu ke pemerintahan China pada tahun 1997. Sistem tersebut menjamin kebebasan di Hong Kong yang tidak berlaku di China daratan, termasuk kebebasan pers dan pengadilan yang independen.
Baik pihak berwenang di Beijing dan Hong Kong mengatakan undang-undang yang diusulkan itu perlu dan tidak akan membahayakan otonomi kota.
"Klaim radikal dan kekerasan ilegal ini sangat mengkhawatirkan," kata Kepala Sekretaris Matthew Cheung dalam sebuah posting blog, merujuk pada serangan balik terhadap undang-undang yang diusulkan serta protes anti-pemerintah yang berkeliaran di kota selama berbulan-bulan sejak Juni tahun lalu.
“Kita harus menghadapi (masalah ini) dengan jujur. Jika situasinya tidak terkendali secara efektif, mungkin akan meningkat ke tingkat yang membahayakan keamanan nasional. ”
Sekretaris Keamanan John Lee mengatakan undang-undang itu akan membantu menjaga kesejahteraan jangka panjang Hong Kong.
Sementara beberapa pengamat lokal menggambarkan proposal tersebut sebagai "opsi nuklir" yang merupakan bagian dari permainan kekuasaan tinggi Presiden China Xi Jinping.
Demonstrasi itu terjadi di tengah upaya pemerintah kota untuk meyakinkan investor publik dan asing terkait pemberlakukan undang-undang keamanan yang diusulkan oleh Beijing. Rencana ini mendapat respon negatif dari pasar keuangan dan teguran keras dari pemerintah asing, kelompok hak asasi manusia internasional dan beberapa lobi bisnis.
Para pengunjuk rasa berkumpul di distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay di mana polisi melakukan operasi stop-and-search, Mereka juga memperingatkan para demonstran untuk tidak melanggar larangan pertemuan lebih dari delapan orang, yang diberlakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona.
"Sekarang adalah awal dari akhir dan waktu benar-benar hampir habis di Hong Kong, dan itulah alasan bagi kami, bahkan di bawah mewabahnya Covid-19. Kita masih perlu mengumpulkan kekuatan kita untuk memprotes,” kata aktivis demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (24/5/2020).
Sekelompok kecil aktivis demokrasi melakukan aksi protes di luar Kantor Penghubung Beijing, meneriakkan, "Hukum keamanan nasional menghancurkan dua sistem."
Sebuah truk meriam air diparkir di luar, sementara puluhan polisi anti huru hara dikerahkan di seluruh kota.
Avery Ng dari Liga untuk Sosial Demokrat menempelkan poster-poster protes pada sebuah plakat di luar Kantor Penghubung, meskipun ada peringatan dari polisi.
Dia menggambarkannya sebagai "kejahatan hukum" dan meminta orang-orang Hong Kong untuk keluar dan memprotesnya.
"Itu garis merah yang bisa dipindah-pindahkan. Di masa depan mereka dapat menangkap, mengunci dan membungkam siapa pun yang mereka inginkan atas nama keamanan nasional. Kita harus menolaknya,” kata Ng kepada Reuters.
Dalam undang-undang keamanan nasional itu, China dapat mendirikn badan intelejen di pusat keuangan global itu. Beijing berencana mengkangkangi badan pembuat hukum Hong Kong, Dewan Legislatif.
Langkah ini telah memicu kekhawatiran atas nasib formula "satu negara, dua sistem" yang telah diberlakukan di Hong Kong sejak kembalinya bekas koloni Inggris itu ke pemerintahan China pada tahun 1997. Sistem tersebut menjamin kebebasan di Hong Kong yang tidak berlaku di China daratan, termasuk kebebasan pers dan pengadilan yang independen.
Baik pihak berwenang di Beijing dan Hong Kong mengatakan undang-undang yang diusulkan itu perlu dan tidak akan membahayakan otonomi kota.
"Klaim radikal dan kekerasan ilegal ini sangat mengkhawatirkan," kata Kepala Sekretaris Matthew Cheung dalam sebuah posting blog, merujuk pada serangan balik terhadap undang-undang yang diusulkan serta protes anti-pemerintah yang berkeliaran di kota selama berbulan-bulan sejak Juni tahun lalu.
“Kita harus menghadapi (masalah ini) dengan jujur. Jika situasinya tidak terkendali secara efektif, mungkin akan meningkat ke tingkat yang membahayakan keamanan nasional. ”
Sekretaris Keamanan John Lee mengatakan undang-undang itu akan membantu menjaga kesejahteraan jangka panjang Hong Kong.
Sementara beberapa pengamat lokal menggambarkan proposal tersebut sebagai "opsi nuklir" yang merupakan bagian dari permainan kekuasaan tinggi Presiden China Xi Jinping.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda