Israel Hadapi Ancaman Berbahaya dari Drone, Kelemahannya Terkuak
Selasa, 13 April 2021 - 23:01 WIB
TEL AVIV - Perlindungan Israel terhadap serangan pesawat tak berawak (drone) sangat buruk. Kelemahan itu dikuak oleh Pengawas Keuangan Negara Israel Matanyahu Englman dalam laporan terbaru.
Pernyataan itu pun memicu permainan menyalahkan atas siapa sebenarnya yang bertanggung jawab menempatkan Israel pada ancaman berbahaya bagi keamanan nasionalnya.
Laporan tersebut, yang mencakup periode waktu Oktober 2019-Juni 2020, menemukan hingga 78% tentara Israel tidak memiliki perlindungan dari serangan pesawat tak berawak.
"Kian luasnya penggunaan drone membawa banyak keuntungan, tetapi kemajuan yang konstan dalam teknologi dan kemudahan memperolehnya membawa serta kewajiban untuk menghadapi ancaman keamanan, kriminal dan keselamatan yang berkembang, yang mencakup bahaya terhadap kehidupan manusia dan keamanan nasional," papar Englman pada Jerusalem Post, yang menerbitkan rincian laporan itu.
Menyoroti skala masalah sambil menyempurnakan realitas suram kemampuan pertahanan Israel, Englman mengatakan hingga Juli 2020, ada 30.000 drone yang beroperasi di Israel yang telah melakukan 90.000 penerbangan di wilayah Tel Aviv saja selama setahun terakhir.
Sebagian besar dari drone itu disebut tidak terdaftar dan tidak ada solusi teknologi untuk mengikutinya atau menerapkan batasan pada drone-drone itu.
Ada ketidaksepakatan yang tajam tentang siapa yang harus disalahkan, terutama karena masalah yang disoroti dalam laporan tersebut diangkat pada 2017.
Ketidaksepakatan tentang garis kewenangan, kurangnya berbagi informasi dan membagi tanggung jawab disebut sebagai alasan lemahnya keamanan.
Rekomendasi Englman adalah agar polisi dan Otoritas Penerbangan Sipil bekerja sama membangun infrastruktur nyata untuk menuntut individu atas kejahatan terkait drone.
Pemerintah Israel dikritik tajam dalam laporan itu karena memindahkan operasi dari ibu kota Israel Tel Aviv.
Menurut Englman, langkah tersebut merusak kemampuan intelijen militer dengan memindahkan sebagian besar unitnya ke wilayah Beersheba tanpa menindaklanjuti komitmen membuat langkah tersebut lebih mulus bagi personel intelijen.
Sekitar 93% dari staf intelijen yang seharusnya bekerja di wilayah selatan tidak tinggal di sana. Banyak yang memiliki keluarga dan tidak dapat pindah rumah dengan mudah.
Akibatnya, laporan itu memperingatkan, para perwira tinggi intelijen berpindah ke sektor swasta untuk menghindari keharusan pindah tempat tinggal ke selatan.
Pernyataan itu pun memicu permainan menyalahkan atas siapa sebenarnya yang bertanggung jawab menempatkan Israel pada ancaman berbahaya bagi keamanan nasionalnya.
Laporan tersebut, yang mencakup periode waktu Oktober 2019-Juni 2020, menemukan hingga 78% tentara Israel tidak memiliki perlindungan dari serangan pesawat tak berawak.
"Kian luasnya penggunaan drone membawa banyak keuntungan, tetapi kemajuan yang konstan dalam teknologi dan kemudahan memperolehnya membawa serta kewajiban untuk menghadapi ancaman keamanan, kriminal dan keselamatan yang berkembang, yang mencakup bahaya terhadap kehidupan manusia dan keamanan nasional," papar Englman pada Jerusalem Post, yang menerbitkan rincian laporan itu.
Menyoroti skala masalah sambil menyempurnakan realitas suram kemampuan pertahanan Israel, Englman mengatakan hingga Juli 2020, ada 30.000 drone yang beroperasi di Israel yang telah melakukan 90.000 penerbangan di wilayah Tel Aviv saja selama setahun terakhir.
Sebagian besar dari drone itu disebut tidak terdaftar dan tidak ada solusi teknologi untuk mengikutinya atau menerapkan batasan pada drone-drone itu.
Ada ketidaksepakatan yang tajam tentang siapa yang harus disalahkan, terutama karena masalah yang disoroti dalam laporan tersebut diangkat pada 2017.
Ketidaksepakatan tentang garis kewenangan, kurangnya berbagi informasi dan membagi tanggung jawab disebut sebagai alasan lemahnya keamanan.
Rekomendasi Englman adalah agar polisi dan Otoritas Penerbangan Sipil bekerja sama membangun infrastruktur nyata untuk menuntut individu atas kejahatan terkait drone.
Pemerintah Israel dikritik tajam dalam laporan itu karena memindahkan operasi dari ibu kota Israel Tel Aviv.
Menurut Englman, langkah tersebut merusak kemampuan intelijen militer dengan memindahkan sebagian besar unitnya ke wilayah Beersheba tanpa menindaklanjuti komitmen membuat langkah tersebut lebih mulus bagi personel intelijen.
Sekitar 93% dari staf intelijen yang seharusnya bekerja di wilayah selatan tidak tinggal di sana. Banyak yang memiliki keluarga dan tidak dapat pindah rumah dengan mudah.
Akibatnya, laporan itu memperingatkan, para perwira tinggi intelijen berpindah ke sektor swasta untuk menghindari keharusan pindah tempat tinggal ke selatan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda