Menlu Arab Saudi: Normalisasi dengan Israel Akan Bermanfaat Luar Biasa
Sabtu, 03 April 2021 - 07:36 WIB
RIYADH - Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan kesepakatan normalisasi dengan Israel akan menguntungkan kawasan tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa realisasi kesepakatan itu sangat bergantung pada kemajuan proses berdirinya negara Palestina yang merdeka.
"Normalisasi status [dengan] Israel di dalam kawasan akan membawa manfaat yang luar biasa bagi kawasan secara keseluruhan," katanya dalam wawancara dengan CNN yang dilansir Al Jazeera, Jumat (2/4/2021) malam.
"Ini akan sangat membantu secara ekonomi, sosial dan dari perspektif keamanan," lanjut dia. "Itu hanya mungkin jika sebuah negara Palestina dalam perbatasan tahun 1967 diserahkan."
Pangeran Arab Saudi itu sebelumnya telah membuat komentar serupa, yang mengatakan normalisasi seperti itu hanya akan ada dalam rencana yang akan memberikan negara berdaulat kepada Palestina.
"Apa yang kami butuhkan untuk mewujudkannya adalah kesepakatan damai yang mewujudkan negara Palestina dengan bermartabat dan dengan kedaulatan yang bisa diterapkan yang dapat diterima oleh warga Palestina," kata Pangeran Faisal pada Desember tahun lalu.
Dia menambahkan pada saat itu bahwa normalisasi hubungan dengan Israel telah lama menjadi bagian dari visi Arab Saudi, dengan mengatakan bahwa kerajaan membayangkan suatu langkah sebagai pertukaran untuk pembentukan negara Palestina dalam garis perbatasan tahun 1967.
Pada September tahun lalu, Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani apa yang disebut Abraham Accords untuk menormalkan hubungan dengan Israel. Sudan dan Maroko sejak itu mengikutinya.
Kesepakatan normalisasi dengan empat negara itu adalah yang pertama sejak pengakuan Israel oleh Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Abraham Accords pada tahun lalu ditengahi oleh pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang isinya mencakup pembekuan oleh Israel atas rencana aneksasi tanah Palestina.
Pejabat Palestina mengutuk normalisasi itu sebagai "tikaman dari belakang terhadap perjuangan Palestina dan rakyat Palestina".
Solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel sangat mencerminkan Inisiatif Perdamaian Arab, yang diusulkan oleh Arab Saudi pada tahun 2002.
Inisiatif tersebut menyerukan untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab lainnya dengan imbalan penarikan penuh oleh Israel dari tanah yang didudukinya dalam perang 1967, termasuk wilayah yang diduduki saat ini; Dataran Tinggi Golan, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat.
Inisiatif tersebut didukung kembali selama bertahun-tahun oleh Liga Arab tetapi tidak pernah dilaksanakan, karena Israel melanjutkan pendudukan dan perluasan pemukimannya di Tepi Barat.
"Normalisasi status [dengan] Israel di dalam kawasan akan membawa manfaat yang luar biasa bagi kawasan secara keseluruhan," katanya dalam wawancara dengan CNN yang dilansir Al Jazeera, Jumat (2/4/2021) malam.
"Ini akan sangat membantu secara ekonomi, sosial dan dari perspektif keamanan," lanjut dia. "Itu hanya mungkin jika sebuah negara Palestina dalam perbatasan tahun 1967 diserahkan."
Pangeran Arab Saudi itu sebelumnya telah membuat komentar serupa, yang mengatakan normalisasi seperti itu hanya akan ada dalam rencana yang akan memberikan negara berdaulat kepada Palestina.
"Apa yang kami butuhkan untuk mewujudkannya adalah kesepakatan damai yang mewujudkan negara Palestina dengan bermartabat dan dengan kedaulatan yang bisa diterapkan yang dapat diterima oleh warga Palestina," kata Pangeran Faisal pada Desember tahun lalu.
Dia menambahkan pada saat itu bahwa normalisasi hubungan dengan Israel telah lama menjadi bagian dari visi Arab Saudi, dengan mengatakan bahwa kerajaan membayangkan suatu langkah sebagai pertukaran untuk pembentukan negara Palestina dalam garis perbatasan tahun 1967.
Pada September tahun lalu, Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani apa yang disebut Abraham Accords untuk menormalkan hubungan dengan Israel. Sudan dan Maroko sejak itu mengikutinya.
Kesepakatan normalisasi dengan empat negara itu adalah yang pertama sejak pengakuan Israel oleh Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Abraham Accords pada tahun lalu ditengahi oleh pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang isinya mencakup pembekuan oleh Israel atas rencana aneksasi tanah Palestina.
Pejabat Palestina mengutuk normalisasi itu sebagai "tikaman dari belakang terhadap perjuangan Palestina dan rakyat Palestina".
Solusi dua negara untuk konflik Palestina-Israel sangat mencerminkan Inisiatif Perdamaian Arab, yang diusulkan oleh Arab Saudi pada tahun 2002.
Inisiatif tersebut menyerukan untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab lainnya dengan imbalan penarikan penuh oleh Israel dari tanah yang didudukinya dalam perang 1967, termasuk wilayah yang diduduki saat ini; Dataran Tinggi Golan, Yerusalem Timur, dan Tepi Barat.
Inisiatif tersebut didukung kembali selama bertahun-tahun oleh Liga Arab tetapi tidak pernah dilaksanakan, karena Israel melanjutkan pendudukan dan perluasan pemukimannya di Tepi Barat.
(min)
tulis komentar anda