Intelijen Barat Curiga Iran Sembunyikan Alat untuk Membuat Bom Nuklir
Selasa, 23 Maret 2021 - 14:17 WIB
LONDON - Para pejabat intelijen Barat curiga bahwa Iran menyembunyikan peralatan yang memungkinkannya untuk membuat bom nuklir . Mereka khawatir peralatan itu disembunyikan dari pengawas internasional.
Berbicara kepada The Telegraph, Senin (22/3/2021), para pejabat yang berbicara tanpa menyebutkan namanya itu mengatakan bahwa mereka khawatir rezim Teheran menyembunyikan bagian-bagian penting dan pompa untuk sentrifugal yang digunakan guna memperkaya uranium 90 persen atau ke level senjata.
Menurut laporan itu, mesin-mesin penting diduga disembunyikan di situs rahasia yang dijalankan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran. The Telegraphtidak merinci intelijen dari negara mana yang menaruh kecurigaan seperti itu.
Rezim Teheran belum berkomentar atas laporan itu. Namun, Iran selama ini menyangkal bahwa program nuklirnya memiliki tujuan militer atau untuk membuat bom atom. Kendati demikian, rezim Teheran telah berulang kali mengancam akan melenyapkan Israel dan mengatakan bahwa mereka dapat memperkaya uranium hingga 90% dengan cepat jika menginginkannya.
Teheran menandatangani kesepakatan dengan kekuatan dunia pada 2015, yang membatasi program nuklirnya—termasuk pada persenjataan—dengan imbalan pencabutan sanksi.
Teheran mulai melanggar komitmennya pada kesepakatan tersebut setelah mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meninggalkan kesepakatan itu dan menerapkan kembali sanksi AS terhadap Iran pada 2018.
Sejak AS meninggalkan kesepakatan nuklir, Iran telah keluar dari batasan pakta pada persediaan uraniumnya dan telah mulai memperkaya uranium hingga 20%, satu langkah teknis yang lebih maju namun masih jauh dari level senjata.
Iran selama ini dituduh menyembunyikan aktivitas nuklirnya dari komunitas internasional. Tuduhan itu salah satunya dilontarkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Parlemen Iran yang didominasi kubu konservatif pada bulan lalu memerintahkan pemerintah untuk mulai membatasi beberapa inspeksi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Setelah itu, kepala IAEA, Rafael Grossi, membuat kesepakatan teknis sementara dengan Teheran.
Rezim Teheran mengonfirmasi bahwa Iran akan terus mengizinkan akses untuk pengawas PBB ke situs nuklirnya, tetapi selama tiga bulan akan melarang inspeksi situs non-nuklir lainnya.
Menurut sebuah laporan bulan lalu, inspektur IAEA pada musim panas lalu menemukan partikel uranium di dua situs nuklir Iran yang coba diblokir oleh rezim Teheran.
Laporan Reuters, mengutip diplomat yang mengetahui pekerajaan IAEA, mengatakan otoritas Iran telah menghalangi para pengawas untuk mencapai lokasi temuan jejak uranium selama tujuh bulan sebelum inspeksi. Menurut diplomat itu, pejabat Iran juga gagal menjelaskan keberadaan uranium tersebut.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berulang kali mengatakan akan kembali ke kesepakatan nuklir 2015—yang secara resmi bernama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA)—jika Iran sebagai pihak pertama yang kembali pada kepatuhannya terhadap kesepakatan itu.
Sebaliknya, Iran menuntut AS mencabut sanksinya terlebih dahulu. Kedua sikap yang berlawanan itu membuat kedua belah pihak menemui jalan buntu.
Pejabat Israel, termasuk Netanyahu, telah mulai menyuarakan penentangan terhadap keinginan pemerintah Biden untuk bergabung kembali dengan JCPOA 2015, yang membuat Tel Aviv dan Washington berselisih tentang masalah tersebut.
Beberapa pejabat Israel terkemuka dalam beberapa bulan terakhir telah memperingatkan tindakan militer untuk menghentikan program nuklir Iran.
Meskipun demikian, pejabat Israel dan AS setuju untuk membentuk tim gabungan untuk berbagi informasi intelijen tentang program nuklir Iran selama pembicaraan strategis baru-baru ini.
Berbicara kepada The Telegraph, Senin (22/3/2021), para pejabat yang berbicara tanpa menyebutkan namanya itu mengatakan bahwa mereka khawatir rezim Teheran menyembunyikan bagian-bagian penting dan pompa untuk sentrifugal yang digunakan guna memperkaya uranium 90 persen atau ke level senjata.
Menurut laporan itu, mesin-mesin penting diduga disembunyikan di situs rahasia yang dijalankan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran. The Telegraphtidak merinci intelijen dari negara mana yang menaruh kecurigaan seperti itu.
Rezim Teheran belum berkomentar atas laporan itu. Namun, Iran selama ini menyangkal bahwa program nuklirnya memiliki tujuan militer atau untuk membuat bom atom. Kendati demikian, rezim Teheran telah berulang kali mengancam akan melenyapkan Israel dan mengatakan bahwa mereka dapat memperkaya uranium hingga 90% dengan cepat jika menginginkannya.
Teheran menandatangani kesepakatan dengan kekuatan dunia pada 2015, yang membatasi program nuklirnya—termasuk pada persenjataan—dengan imbalan pencabutan sanksi.
Teheran mulai melanggar komitmennya pada kesepakatan tersebut setelah mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meninggalkan kesepakatan itu dan menerapkan kembali sanksi AS terhadap Iran pada 2018.
Sejak AS meninggalkan kesepakatan nuklir, Iran telah keluar dari batasan pakta pada persediaan uraniumnya dan telah mulai memperkaya uranium hingga 20%, satu langkah teknis yang lebih maju namun masih jauh dari level senjata.
Iran selama ini dituduh menyembunyikan aktivitas nuklirnya dari komunitas internasional. Tuduhan itu salah satunya dilontarkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Parlemen Iran yang didominasi kubu konservatif pada bulan lalu memerintahkan pemerintah untuk mulai membatasi beberapa inspeksi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Setelah itu, kepala IAEA, Rafael Grossi, membuat kesepakatan teknis sementara dengan Teheran.
Rezim Teheran mengonfirmasi bahwa Iran akan terus mengizinkan akses untuk pengawas PBB ke situs nuklirnya, tetapi selama tiga bulan akan melarang inspeksi situs non-nuklir lainnya.
Menurut sebuah laporan bulan lalu, inspektur IAEA pada musim panas lalu menemukan partikel uranium di dua situs nuklir Iran yang coba diblokir oleh rezim Teheran.
Laporan Reuters, mengutip diplomat yang mengetahui pekerajaan IAEA, mengatakan otoritas Iran telah menghalangi para pengawas untuk mencapai lokasi temuan jejak uranium selama tujuh bulan sebelum inspeksi. Menurut diplomat itu, pejabat Iran juga gagal menjelaskan keberadaan uranium tersebut.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah berulang kali mengatakan akan kembali ke kesepakatan nuklir 2015—yang secara resmi bernama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA)—jika Iran sebagai pihak pertama yang kembali pada kepatuhannya terhadap kesepakatan itu.
Sebaliknya, Iran menuntut AS mencabut sanksinya terlebih dahulu. Kedua sikap yang berlawanan itu membuat kedua belah pihak menemui jalan buntu.
Pejabat Israel, termasuk Netanyahu, telah mulai menyuarakan penentangan terhadap keinginan pemerintah Biden untuk bergabung kembali dengan JCPOA 2015, yang membuat Tel Aviv dan Washington berselisih tentang masalah tersebut.
Beberapa pejabat Israel terkemuka dalam beberapa bulan terakhir telah memperingatkan tindakan militer untuk menghentikan program nuklir Iran.
Meskipun demikian, pejabat Israel dan AS setuju untuk membentuk tim gabungan untuk berbagi informasi intelijen tentang program nuklir Iran selama pembicaraan strategis baru-baru ini.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda