Demonstran Myanmar Meninggal setelah 10 Hari Terluka Parah

Jum'at, 19 Februari 2021 - 17:59 WIB
Demonstran mengecam kudeta militer di Bagan, Myanmar, 18 Februari 2021. Foto/REUTERS
YANGON - Seorang wanita muda pengunjuk rasa di Myanmar yang ditembak di kepala pekan lalu meninggal dunia akibat luka-lukanya pada Jumat (19/2).

Ini menjadi kematian pertama para penentang kudeta militer 1 Februari sejak mereka mulai berdemonstrasi dua pekan lalu.

“Berita kematiannya datang ketika polisi dan tentara menangkap sekitar 50 orang di kota utara Myitkyina,” ungkap seorang aktivis hak asasi manusia (HAM).



Demonstran bernama Mya Thwate Thwate Khaing itu baru saja menginjak usia 20 tahun. Dia terluka parah karena terkena peluru tajam saat unjuk rasa di di ibu kota, Naypyitaw.





Dia telah dirawat di rumah sakit dengan peralatan penopang hidup sejak 9 Februari.

“Saya merasa sangat sedih dan tidak punya apa-apa untuk dikatakan,” ungkap kakak korban, Ye Htut Aung, berbicara melalui telepon pada Reuters.

Kematiannya bisa menjadi bahan bakar kemarahan para pengunjuk rasa yang kembali turun ke jalan pada Jumat.

"Saya bangga padanya dan saya akan keluar sampai kita mencapai tujuan kita untuknya," tegas pengunjuk rasa Nay Lin Htet, 24, kepada Reuters saat unjuk rasa di kota utama Yangon.

Jumat menandai dua pekan demonstrasi harian menentang perebutan kekuasaan militer dan penangkapan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.

Protes di kota-kota besar di Myanmar yang beragam etnis itu lebih damai daripada demonstrasi sebelumnya, selama hampir 50 tahun pemerintahan junta militer hingga 2011.

Namun polisi telah menembakkan peluru karet beberapa kali untuk membubarkan massa. Militer mengatakan seorang polisi tewas karena luka-luka yang dideritanya.

Di Myitkyina, polisi dan tentara yang memegang tongkat membubarkan para pengunjuk rasa di jalan yang dipenuhi toko-toko, seperti muncul dalam video di media sosial.

Aktivis HAM Stella Naw mengatakan sekitar 50 orang telah ditahan. “Truk militer hanya menjemput orang-orang dari aksi protes,” papar dia.

Bentrokan terjadi di ibu kota Negara Bagian Kachin, selama dua pekan terakhir dengan polisi menembakkan peluru karet dan menggunakan ketapel untuk membubarkan massa.

Polisi di Yangon menutup lokasi protes utama kota di dekat Pagoda Sule, memasang barikade di jalan masuk persimpangan tempat puluhan ribu orang berkumpul pekan ini.

“Ratusan orang berkumpul di barikade,” papar seorang saksi mata.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More