Bukan Invasi, China Bisa Pakai Taktik Kejam Ini untuk Hancurkan Taiwan
Selasa, 09 Februari 2021 - 10:41 WIB
Saat ketegangan meningkat, pasar saham Taiwan akan anjlok. Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di negara Taiwan akan mendapat tekanan secara internal dari outlet media dan pengunjuk rasa jalanan yang didukung RRC.
"Geng jalanan akan menyerang pendukung kemerdekaan," tulis Jakobson. Konfrontasi antara kelompok politik yang berlawanan bisa menjadi kekerasan.
Fase paling intens dari kampanye ini akan mencakup peningkatan upaya disinformasi. "Dan rentetan serangan dunia maya yang canggih dengan tujuan pertama-tama mengganggu listrik dan telekomunikasi Taiwan, lalu mematikannya," sambung dia.
Pada saat yang sama, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) akan melakukan latihan militer "ekstensif", dan kapal Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat akan berlayar di dekat pantai Taiwan.
"Selama latihan tembakan langsung, rudal akan ditembakkan ke arah Taiwan," tulis Jakobson.
“Salah satu rudal akan 'menyimpang' dari jalur dan menyebabkan korban sipil di Taiwan. Sementara itu, puluhan ribu nelayan RRC yang tidak bersenjata akan menyeberangi Selat untuk 'Misi Persahabatan', percaya bahwa angkatan bersenjata Taiwan tidak akan menembaki orang-orang yang tidak bersenjata. Beberapa nelayan—banyak dari mereka paramiliter yang menyamar—akan 'diundang' ke darat oleh orang Taiwan yang mendukung Beijing."
Saat rumor merajalela di kota-kota gelap Taiwan yang terputus dari komunikasi, Angkatan Laut China akan memblokir pelabuhan Taiwan dan Beijing akan menuntut pemerintah untuk menutup kantor perwakilan mereka di Taipei.
“Risiko salah perhitungan oleh RRC atau AS akan meningkat setiap minggu dan dapat menyebabkan konflik bersenjata yang tidak diinginkan,” tulis Jakobson. Potensi perang akan terlihat besar.
Makalah ini berpendapat bahwa para pemimpin Australia—dalam koordinasi dengan aliansi ANZUS—membutuhkan pemikiran baru untuk mempersiapkan skenario "segala cara yang tidak ada artinya perang".
“Apa yang harus dilakukan Canberra jika Beijing mematikan jaringan listrik dan komunikasi di Taiwan?," tanya Jakobson.
"Geng jalanan akan menyerang pendukung kemerdekaan," tulis Jakobson. Konfrontasi antara kelompok politik yang berlawanan bisa menjadi kekerasan.
Fase paling intens dari kampanye ini akan mencakup peningkatan upaya disinformasi. "Dan rentetan serangan dunia maya yang canggih dengan tujuan pertama-tama mengganggu listrik dan telekomunikasi Taiwan, lalu mematikannya," sambung dia.
Pada saat yang sama, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) akan melakukan latihan militer "ekstensif", dan kapal Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat akan berlayar di dekat pantai Taiwan.
"Selama latihan tembakan langsung, rudal akan ditembakkan ke arah Taiwan," tulis Jakobson.
“Salah satu rudal akan 'menyimpang' dari jalur dan menyebabkan korban sipil di Taiwan. Sementara itu, puluhan ribu nelayan RRC yang tidak bersenjata akan menyeberangi Selat untuk 'Misi Persahabatan', percaya bahwa angkatan bersenjata Taiwan tidak akan menembaki orang-orang yang tidak bersenjata. Beberapa nelayan—banyak dari mereka paramiliter yang menyamar—akan 'diundang' ke darat oleh orang Taiwan yang mendukung Beijing."
Saat rumor merajalela di kota-kota gelap Taiwan yang terputus dari komunikasi, Angkatan Laut China akan memblokir pelabuhan Taiwan dan Beijing akan menuntut pemerintah untuk menutup kantor perwakilan mereka di Taipei.
“Risiko salah perhitungan oleh RRC atau AS akan meningkat setiap minggu dan dapat menyebabkan konflik bersenjata yang tidak diinginkan,” tulis Jakobson. Potensi perang akan terlihat besar.
Makalah ini berpendapat bahwa para pemimpin Australia—dalam koordinasi dengan aliansi ANZUS—membutuhkan pemikiran baru untuk mempersiapkan skenario "segala cara yang tidak ada artinya perang".
“Apa yang harus dilakukan Canberra jika Beijing mematikan jaringan listrik dan komunikasi di Taiwan?," tanya Jakobson.
Lihat Juga :
tulis komentar anda