Indonesia Tak Nyaman dengan Sepak Terjang China di Laut China Selatan
Sabtu, 06 Februari 2021 - 08:44 WIB
Baca Juga: Hati-hati Jual Beli Smartphone Bekas, Data Pribadi Jadi Taruhannya
China dan beberapa negara Asia Tenggara telah terkunci dalam perselisihan yang sedang berlangsung atas klaim ekspansifnya atas perairan kaya energi di Laut China Selatan, yang dibatasi pada peta dengan "dash-nine line (garis sembilan putus-putus)" berbentuk U.
Indonesia tidak memiliki klaim perairan yang disengketakan di Laut China Selatan, tetapi klaim Beijing atas wilayah yang secara hukum diakui sebagai dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia—termasuk perairan di sekitar Kepulauan Natuna—menjadi sumber ketegangan dalam hubungan bilateral.
Indonesia dan Vietnam juga masih menegosiasikan batas batas laut mereka, mengingat bagian selatan ZEE Vietnam berbatasan dengan Kepulauan Natuna.
Baca Juga: Masuk Daftar Hitam AS, Ponsel Xiaomi di China Diterpa Isu Layanan Google
Meskipun Bakamla bukan bagian dari angkatan bersenjata Indonesia—yang berada di bawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan—pandangan bahwa China merupakan ancaman yang semakin besar terhadap kedaulatan Indonesia ada di dalam jajaran militer Indonesia.
Sebuah artikel bulan Desember 2020 dalam buletin Sekolah Staf Umum dan Komando Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau Seskoad—sekolah pascasarjana terkemuka untuk perwira Angkatan Darat Indonesia yang bercita-cita untuk karier militer tingkat tinggi— menyimpulkan; "Serangan militer China di Kepulauan Natuna sangat dekat, karena mereka memiliki niat dan kemampuan militer untuk melakukan serangan semacam itu dari markas mereka di Kepulauan Spratly."
China mengatakan tahun lalu bahwa mereka telah membentuk "distrik administratif" di rantai pulau Laut China Selatan yang disengketakan yang dikenal sebagai Paracels dan Spratly. Dikatakan bahwa keduanya berada di bawah kendali maritim kota Sansha di Pulau Hainan.
Paracel diklaim oleh Vietnam tetapi diduduki oleh China setelah invasi tahun 1974 yang menggusur pasukan Vietnam Selatan, menewaskan puluhan orang. Ada klaim yang tumpang tindih terhadap Spratly, termasuk oleh Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Brunei Darussalam.
China dan beberapa negara Asia Tenggara telah terkunci dalam perselisihan yang sedang berlangsung atas klaim ekspansifnya atas perairan kaya energi di Laut China Selatan, yang dibatasi pada peta dengan "dash-nine line (garis sembilan putus-putus)" berbentuk U.
Indonesia tidak memiliki klaim perairan yang disengketakan di Laut China Selatan, tetapi klaim Beijing atas wilayah yang secara hukum diakui sebagai dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia—termasuk perairan di sekitar Kepulauan Natuna—menjadi sumber ketegangan dalam hubungan bilateral.
Indonesia dan Vietnam juga masih menegosiasikan batas batas laut mereka, mengingat bagian selatan ZEE Vietnam berbatasan dengan Kepulauan Natuna.
Baca Juga: Masuk Daftar Hitam AS, Ponsel Xiaomi di China Diterpa Isu Layanan Google
Meskipun Bakamla bukan bagian dari angkatan bersenjata Indonesia—yang berada di bawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan—pandangan bahwa China merupakan ancaman yang semakin besar terhadap kedaulatan Indonesia ada di dalam jajaran militer Indonesia.
Sebuah artikel bulan Desember 2020 dalam buletin Sekolah Staf Umum dan Komando Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau Seskoad—sekolah pascasarjana terkemuka untuk perwira Angkatan Darat Indonesia yang bercita-cita untuk karier militer tingkat tinggi— menyimpulkan; "Serangan militer China di Kepulauan Natuna sangat dekat, karena mereka memiliki niat dan kemampuan militer untuk melakukan serangan semacam itu dari markas mereka di Kepulauan Spratly."
China mengatakan tahun lalu bahwa mereka telah membentuk "distrik administratif" di rantai pulau Laut China Selatan yang disengketakan yang dikenal sebagai Paracels dan Spratly. Dikatakan bahwa keduanya berada di bawah kendali maritim kota Sansha di Pulau Hainan.
Paracel diklaim oleh Vietnam tetapi diduduki oleh China setelah invasi tahun 1974 yang menggusur pasukan Vietnam Selatan, menewaskan puluhan orang. Ada klaim yang tumpang tindih terhadap Spratly, termasuk oleh Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Brunei Darussalam.
Lihat Juga :
tulis komentar anda