Peringatan WHO: Virus Corona Tidak Akan Pernah Punah
Jum'at, 15 Mei 2020 - 10:02 WIB
WASHINGTON - Badan Kesehatan Dunia ( WHO ) menyatakan virus corona ( Covid-19 ) mungkin tidak akan pernah punah. Itu menjadi peringatan bagi seluruh orang di dunia kalau mereka harus hidup berdampingan dengan virus itu dan melakukan penyesuaian dalam kehidupan “new normal”.
“Virus ini kemungkinan hanya menjadi endemi virus pada masyarakat kita, dan virus ini kemungkinan tidak akan pernah punah,” ungkap Direktur Kedaruratan WHO, Michael Ryan, dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, ketika mayoritas warga dunia mengharap agar virus ini segera menghilang, Ryan mengatakan bahwa dunia perlu mempersiapkan diri dalam pertempuran jangka panjang.
“Saya pikir menjadi penting agar kita realistis dan saya tidak berpikir siapa pun dapat memprediksi kapan penyakit ini akan hilang,” sarannya. Apabila kelak vaksin ditemukan, menurutnya, penerapan secara global akan membutuhkan “upaya besar-besaran”. (Baca: Burundi Usir Tim WHO di Tengah Pandemi)
Dia mengatakan, tanpa vaksin, kemungkinan perlu bertahun-tahun bagi manusia untuk membangun tingkat kekebalan yang cukup terhadap virus. Dia mencontohkan penyakit campak yang tidak kunjung punah walau terdapat vaksin untuk mencegah manusia tertular dari penyakit itu.
Berdasarkan perhitungan Universitas John Hopkins, kasus positif virus corona di dunia mencapai 4,37 juta orang, dengan angka kematian 297.197 orang. Negara dengan jumlah kasus paling banyak adalah Amerika Serikat (AS) 1,39 juta kasus dan Rusia di peringkat kedua dengan 242.271 orang. Jumlah korban meninggal paling banyak berada di AS mencapai 84.119 orang dan Inggris dengan 33.264 orang.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesu, menekankan bahwa masih mungkin untuk mengendalikan Covid-19 dengan upaya keras. “Arahnya berada di tangan kita, dan ini adalah urusan semua orang. Kita semua harus berkontribusi untuk menghentikan pandemi ini," ujarnya. Ahli epidemiologi WHO, Maria van Kerkhove, memperingatkan masyarakat bahwa perlu memiliki pola pikir dan perlu waktu untuk keluar dari pandemi ini. (Baca juga: China Bantah Tudingan AS soal Beijing Coba Curi Penelitan Covid-19)
Peringatan WHO muncul ke permukaan ketika sejumlah negara mulai melonggarkan aturan isolasi wilayah atau lockdown. Berbagai pemimpin juga mulai mempertimbangkan cara dan waktu yang tepat untuk membuka kembali perekonomian mereka.
Tedros memperingatkan bahwa tidak ada jaminan bagi pelonggaran pembatasan sosial yang tidak akan memicu gelombang kedua penyebaran Covid-19. “Banyak negara ingin lepas (dari pandemi Covid-19) dengan berbagai langkah. Namun, rekomendasi kami masih berupa peringatan setiap negara harus berada di tingkat (kewaspadaan) tertinggi,” ujarnya.
Ditambahkan Ryan, ada semacam pemikiran magis kalau lockdown berfungsi sempurna dan membuka lockdown akan bagus. “Keduanya memiliki risiko,” katanya.
Kesehatan Mental Jadi Prioritas
Direktur Kesehatan Mental WHO Devora Kestel mengatakan, krisis kesehatan mental berada di depan mata ketika jutaan orang di seluruh dunia dikepung dengan kematian dan penyakit. Apalagi jutaan orang terpaksa menjalani isolasi dan siap menghadapi kemiskinan serta kekhawatiran akibat pandemi Covid-19.
“Isolasi, ketakutan, ketidakpastian, krisis ekonomi menjadi penyebab stres dan tekanan jiwa,” kata Kestel. Pernyataan itu disampaikan dalam laporan dan panduan kebijakan penanganan kesehatan mental dan Covid-19. Dia meminta pemerintah di seluruh dunia seharusnya fokus merespons krisis kesehatan mental. “Kesehatan mental dan kesehatan masyarakat secara keseluruh terkena dampak krisis dan itu harus menjadi prioritas,” kata Kestel. (Baca juga: WHO: Dunia Punya Jalan Panjang untuk Dilalui dalam Melawan Covid-19)
Siapa yang rentan terhadap gangguan kesehatan mental? WHO menyatakan, anak-anak dan anak muda yang tidak memiliki teman dan tidak bersekolah, pekerja kesehatan yang melihat ribuan pasien terinfeksi, juga sangat rawan terhadap mengalami gangguan kesehatan mental. Para psikolog mengatakan, anak-anak mengalami kekhawatiran dan depresi yang telah tercatat di beberapa negara. Kekerasan domestik juga meningkat karena tekanan ekonomi semakin berat.
WHO menyatakan jutaan orang telah kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Selain itu, kesalahan informasi dan rumor tentang pandemi juga berdampak negatif tentang masa depan mereka. (Andika H Mustaqim)
“Virus ini kemungkinan hanya menjadi endemi virus pada masyarakat kita, dan virus ini kemungkinan tidak akan pernah punah,” ungkap Direktur Kedaruratan WHO, Michael Ryan, dilansir Reuters. Dia mengungkapkan, ketika mayoritas warga dunia mengharap agar virus ini segera menghilang, Ryan mengatakan bahwa dunia perlu mempersiapkan diri dalam pertempuran jangka panjang.
“Saya pikir menjadi penting agar kita realistis dan saya tidak berpikir siapa pun dapat memprediksi kapan penyakit ini akan hilang,” sarannya. Apabila kelak vaksin ditemukan, menurutnya, penerapan secara global akan membutuhkan “upaya besar-besaran”. (Baca: Burundi Usir Tim WHO di Tengah Pandemi)
Dia mengatakan, tanpa vaksin, kemungkinan perlu bertahun-tahun bagi manusia untuk membangun tingkat kekebalan yang cukup terhadap virus. Dia mencontohkan penyakit campak yang tidak kunjung punah walau terdapat vaksin untuk mencegah manusia tertular dari penyakit itu.
Berdasarkan perhitungan Universitas John Hopkins, kasus positif virus corona di dunia mencapai 4,37 juta orang, dengan angka kematian 297.197 orang. Negara dengan jumlah kasus paling banyak adalah Amerika Serikat (AS) 1,39 juta kasus dan Rusia di peringkat kedua dengan 242.271 orang. Jumlah korban meninggal paling banyak berada di AS mencapai 84.119 orang dan Inggris dengan 33.264 orang.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesu, menekankan bahwa masih mungkin untuk mengendalikan Covid-19 dengan upaya keras. “Arahnya berada di tangan kita, dan ini adalah urusan semua orang. Kita semua harus berkontribusi untuk menghentikan pandemi ini," ujarnya. Ahli epidemiologi WHO, Maria van Kerkhove, memperingatkan masyarakat bahwa perlu memiliki pola pikir dan perlu waktu untuk keluar dari pandemi ini. (Baca juga: China Bantah Tudingan AS soal Beijing Coba Curi Penelitan Covid-19)
Peringatan WHO muncul ke permukaan ketika sejumlah negara mulai melonggarkan aturan isolasi wilayah atau lockdown. Berbagai pemimpin juga mulai mempertimbangkan cara dan waktu yang tepat untuk membuka kembali perekonomian mereka.
Tedros memperingatkan bahwa tidak ada jaminan bagi pelonggaran pembatasan sosial yang tidak akan memicu gelombang kedua penyebaran Covid-19. “Banyak negara ingin lepas (dari pandemi Covid-19) dengan berbagai langkah. Namun, rekomendasi kami masih berupa peringatan setiap negara harus berada di tingkat (kewaspadaan) tertinggi,” ujarnya.
Ditambahkan Ryan, ada semacam pemikiran magis kalau lockdown berfungsi sempurna dan membuka lockdown akan bagus. “Keduanya memiliki risiko,” katanya.
Kesehatan Mental Jadi Prioritas
Direktur Kesehatan Mental WHO Devora Kestel mengatakan, krisis kesehatan mental berada di depan mata ketika jutaan orang di seluruh dunia dikepung dengan kematian dan penyakit. Apalagi jutaan orang terpaksa menjalani isolasi dan siap menghadapi kemiskinan serta kekhawatiran akibat pandemi Covid-19.
“Isolasi, ketakutan, ketidakpastian, krisis ekonomi menjadi penyebab stres dan tekanan jiwa,” kata Kestel. Pernyataan itu disampaikan dalam laporan dan panduan kebijakan penanganan kesehatan mental dan Covid-19. Dia meminta pemerintah di seluruh dunia seharusnya fokus merespons krisis kesehatan mental. “Kesehatan mental dan kesehatan masyarakat secara keseluruh terkena dampak krisis dan itu harus menjadi prioritas,” kata Kestel. (Baca juga: WHO: Dunia Punya Jalan Panjang untuk Dilalui dalam Melawan Covid-19)
Siapa yang rentan terhadap gangguan kesehatan mental? WHO menyatakan, anak-anak dan anak muda yang tidak memiliki teman dan tidak bersekolah, pekerja kesehatan yang melihat ribuan pasien terinfeksi, juga sangat rawan terhadap mengalami gangguan kesehatan mental. Para psikolog mengatakan, anak-anak mengalami kekhawatiran dan depresi yang telah tercatat di beberapa negara. Kekerasan domestik juga meningkat karena tekanan ekonomi semakin berat.
WHO menyatakan jutaan orang telah kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Selain itu, kesalahan informasi dan rumor tentang pandemi juga berdampak negatif tentang masa depan mereka. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda