Pemuda Muslim di Prancis Diserang Sesama Muslim karena Rayakan Natal
Senin, 28 Desember 2020 - 06:26 WIB
PARIS - Seorang pemuda Muslim di Prancis diserang oleh orang-orang sesama warga Muslim setelah dia mem-posting foto online dari pesta perayaan Natal yang dia hadiri. Insiden itu telah mendorong para pejabat tinggi Prancis untuk mengutuk apa yang mereka sebut "separatisme Islam" dan berjanji untuk terus memeranginya.
Insiden yang terjadi di timur laut kota Belfort itu dilaporkan oleh media lokal pada Sabtu pekan lalu. Korban yang berusia 20 tahun adalah putra seorang polisi dan merupakan warga keturunan Arab. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Tak lama setelah mem-posting foto-foto pesta Natal yang dia hadiri, korban diancam oleh seorang kenalannya yang juga Muslim—seorang penganut Islam garis keras yang menganggap ikut serta dalam perayaan agama lain sama sekali tidak pantas—di media sosial.
Kenalan korban, yang juga menjadi pelaku penyerangan, menghujat korban dengan sebutan "anak kulit putih kotor, anak ular, anak polisi" dan berjanji untuk menunjukkan kepadanya seperti apa seharusnya "orang Arab sejati".
Meski nada percakapannya jauh dari ramah, korban setuju untuk menemui pelaku secara langsung untuk menyelesaikan perbedaan mereka.
Ketika korban datang untuk menemui kenalannya yang menghujatnya, sekelompok pria dari kubu garis keras yang marah muncul diapit oleh empat pria lainnya. Mereka memukuli korban dan mengancamnya dengan kekerasan lebih lanjut jika dia melaporkan kejadian tersebut ke polisi. (Baca juga: Ada Masjid Yesus Kristus Putra Maria, Ini Kisah di Balik Penamaannya )
Meski diintimidasi, korban mengajukan pengaduan terhadap para penyerangnya, dan Ibunya telah berjanji akan mengejar para tersangka. "Dia masuk ke dalam penyergapan," katanya seperti dikutip oleh media lokal yang dilansir Russia Today, Senin (28/12/2020).
"Insiden ini tidak boleh tetap tanpa konsekuensi. Ini adalah perilaku sektarian dan rasis. Ini tidak bisa diterima di abad ke-21. Setiap orang bebas merayakan apa yang mereka inginkan dan sesuka mereka," lanjut Ibu korban yang tak disebutkan namanya.
Insiden itu tidak luput dari perhatian para pejabat tinggi Prancis. Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin mengonfirmasi bahwa serangan itu benar-benar terjadi dan penyelidikan telah dilakukan. Darmanin mengutuk sentimen anti-polisi yang ditunjukkan para tersangka dan menyebut "separatisme Islam" tidak dapat diterima.
“Di Belfort, seorang pemuda diserang karena dia merayakan Natal dan bukan orang 'Arab yang baik'. Keadaan yang 'memperburuk': menjadi putra petugas polisi," tulis menteri itu di Twitter.
"Tidak ada tempat untuk separatisme di negara kita, tidak ada tempat untuk rasisme—dari mana pun asalnya," ujarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Prancis telah mengalami serentetan serangan teroris oleh kelompok radikal Islam, termasuk pemenggalan kepala guru yang mengerikan di pinggiran Paris. Guru tersebut menjadi sasaran seorang remaja radikal asal Chechnya setelah dia menunjukkan di kelasnya kartun Nabi Muhammad yang terkenal yang diterbitkan oleh majalah satire Charlie Hebdo.
Lihat Juga: Bangsa Tak Tahu Terima Kasih! Presiden Prancis Tuding Netanyahu Tidak Boleh Lupa kalau Israel Dibentuk PBB
Insiden yang terjadi di timur laut kota Belfort itu dilaporkan oleh media lokal pada Sabtu pekan lalu. Korban yang berusia 20 tahun adalah putra seorang polisi dan merupakan warga keturunan Arab. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Tak lama setelah mem-posting foto-foto pesta Natal yang dia hadiri, korban diancam oleh seorang kenalannya yang juga Muslim—seorang penganut Islam garis keras yang menganggap ikut serta dalam perayaan agama lain sama sekali tidak pantas—di media sosial.
Kenalan korban, yang juga menjadi pelaku penyerangan, menghujat korban dengan sebutan "anak kulit putih kotor, anak ular, anak polisi" dan berjanji untuk menunjukkan kepadanya seperti apa seharusnya "orang Arab sejati".
Meski nada percakapannya jauh dari ramah, korban setuju untuk menemui pelaku secara langsung untuk menyelesaikan perbedaan mereka.
Ketika korban datang untuk menemui kenalannya yang menghujatnya, sekelompok pria dari kubu garis keras yang marah muncul diapit oleh empat pria lainnya. Mereka memukuli korban dan mengancamnya dengan kekerasan lebih lanjut jika dia melaporkan kejadian tersebut ke polisi. (Baca juga: Ada Masjid Yesus Kristus Putra Maria, Ini Kisah di Balik Penamaannya )
Meski diintimidasi, korban mengajukan pengaduan terhadap para penyerangnya, dan Ibunya telah berjanji akan mengejar para tersangka. "Dia masuk ke dalam penyergapan," katanya seperti dikutip oleh media lokal yang dilansir Russia Today, Senin (28/12/2020).
"Insiden ini tidak boleh tetap tanpa konsekuensi. Ini adalah perilaku sektarian dan rasis. Ini tidak bisa diterima di abad ke-21. Setiap orang bebas merayakan apa yang mereka inginkan dan sesuka mereka," lanjut Ibu korban yang tak disebutkan namanya.
Insiden itu tidak luput dari perhatian para pejabat tinggi Prancis. Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin mengonfirmasi bahwa serangan itu benar-benar terjadi dan penyelidikan telah dilakukan. Darmanin mengutuk sentimen anti-polisi yang ditunjukkan para tersangka dan menyebut "separatisme Islam" tidak dapat diterima.
“Di Belfort, seorang pemuda diserang karena dia merayakan Natal dan bukan orang 'Arab yang baik'. Keadaan yang 'memperburuk': menjadi putra petugas polisi," tulis menteri itu di Twitter.
"Tidak ada tempat untuk separatisme di negara kita, tidak ada tempat untuk rasisme—dari mana pun asalnya," ujarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, Prancis telah mengalami serentetan serangan teroris oleh kelompok radikal Islam, termasuk pemenggalan kepala guru yang mengerikan di pinggiran Paris. Guru tersebut menjadi sasaran seorang remaja radikal asal Chechnya setelah dia menunjukkan di kelasnya kartun Nabi Muhammad yang terkenal yang diterbitkan oleh majalah satire Charlie Hebdo.
Lihat Juga: Bangsa Tak Tahu Terima Kasih! Presiden Prancis Tuding Netanyahu Tidak Boleh Lupa kalau Israel Dibentuk PBB
(min)
tulis komentar anda