Terancam oleh Militer Indonesia, Benny Wenda 'Merengek' ke PBB
Jum'at, 18 Desember 2020 - 00:00 WIB
LONDON - Benny Wenda , yang dideklarasikan ULMWP sebagai presiden pemerintah sementara Papua Barat , merasa dirinya dan kelompok binaannya terancam oleh militer Indonesia . Dia pun mendesak PBB untuk menunjukkan kepeduliannya.
Desakan Wenda dan kelompoknya, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), ditujukan kepada Pelapor Khusus PBB setelah eskalasi serius dalam apa yang dia sebut ancaman dari pemerintah Indonesia terhadap ULMWP, anggota dan pendukungnya setelah deklarasi pemerintah sementara di pengasingan pada tanggal 1 Desember 2020 lalu. (Baca: ULMWP Calonkan Benny Wenda sebagai Presiden Interim Papua Barat )
Setelah angkat senjata sekitar satu dekade dalam upaya untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, pada tanggal 1 Desember 2020 ULMWP mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara Papua Barat . Hal ini menyusul pernyataan dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada 30 November di Bangkok yang menyerukan Indonesia untuk menyikapi tuntutan historis masyarakat Papua Barat setelah meningkatkan kekerasan di wilayah tersebut.
Dalam pengumumannya, ULMWP memilih Benny Wenda sebagai presiden sementara. Wenda saat ini sedang berada di pengasingan di Inggris Raya dan mendapat suaka politik setelah merasa dianiaya oleh pemerintah Indonesiakarena kepemimpinannya atas ULMWP. (Baca: Komisi I DPR Dukung Protes Keras ke Inggris soal Benny Wenda )
Tanggapan oleh pemerintah Indonesia terhadap deklarasi pemerintah sementara Papua Barat cepat dan tegas. Para pejabat Indonesia di level tinggi telah memberi label tindakan ULMWP sebagai pengkhianatan atau makar.
"Di bawah mata PBB, Indonesia menginvasi tanah saya pada tahun 1963. Hari ini, kami meminta PBB untuk menegakkan tanggung jawab bersejarah kepada rakyat saya di Papua Barat . Kami mengalami pembunuhan harian sebagai akibat dari kegagalan historis PBB, dan meminta hanya agar itu melindungi kami dari konsekuensi tindakannya sendiri. Komisioner Tinggi PBB harus diizinkan melakukan kunjungan ke Papua Barat, sesuai dengan seruan 82 negara," bunyi pernyataan Wenda, yang diterbitkan ULMWP.
Desakan kepada PBB juga disuarakan pengacara HAM internasional Jennifer Robinson dan Cambridge Pro Bono Project atas nama Wenda dan ULMWP. Robinson menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak rakyat Papua Barat atas hidup, kebebasan berekspresi, majelis damai dan asosiasi, sejalan dengan kewajiban internasionalnya. (Baca juga: Deklrasikan Negara Papua Barat, Ini 5 Fakta tentang Benny Wenda )
Pihaknya juga menyerukan Pemerintah Inggris untuk mematuhi kewajiban internasionalnya untuk melindungi Wenda dari ancaman yang meningkat oleh pemerintah Indonesia, yang dia sebut mungkin berfungsi dengan baik untuk menghasut aksi main hakim sendiri terhadap Wenda dan keluarganya.
"Pejabat Indonesia di tingkat tertinggi telah membuat ancaman serius terhadap Benny Wenda , ULMWP dan anggota dan pendukungnya di Papua Barat. Kami mendesak PBB untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap Indonesia, mengingat kekerasan yang meningkat, sejumlah penangkapan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam setahun terakhir, dan risiko terjadinya kekerasan dan penangkapan lebih lanjut terhadap masyarakat Papua Barat yang melanggar kewajiban internasional Indonesia," kata Robinson, yang dilansir di situs Doughty Street Chambers (DSC), 16 Desember 2020.
Desakan Wenda dan kelompoknya, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), ditujukan kepada Pelapor Khusus PBB setelah eskalasi serius dalam apa yang dia sebut ancaman dari pemerintah Indonesia terhadap ULMWP, anggota dan pendukungnya setelah deklarasi pemerintah sementara di pengasingan pada tanggal 1 Desember 2020 lalu. (Baca: ULMWP Calonkan Benny Wenda sebagai Presiden Interim Papua Barat )
Setelah angkat senjata sekitar satu dekade dalam upaya untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, pada tanggal 1 Desember 2020 ULMWP mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara Papua Barat . Hal ini menyusul pernyataan dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada 30 November di Bangkok yang menyerukan Indonesia untuk menyikapi tuntutan historis masyarakat Papua Barat setelah meningkatkan kekerasan di wilayah tersebut.
Dalam pengumumannya, ULMWP memilih Benny Wenda sebagai presiden sementara. Wenda saat ini sedang berada di pengasingan di Inggris Raya dan mendapat suaka politik setelah merasa dianiaya oleh pemerintah Indonesiakarena kepemimpinannya atas ULMWP. (Baca: Komisi I DPR Dukung Protes Keras ke Inggris soal Benny Wenda )
Tanggapan oleh pemerintah Indonesia terhadap deklarasi pemerintah sementara Papua Barat cepat dan tegas. Para pejabat Indonesia di level tinggi telah memberi label tindakan ULMWP sebagai pengkhianatan atau makar.
"Di bawah mata PBB, Indonesia menginvasi tanah saya pada tahun 1963. Hari ini, kami meminta PBB untuk menegakkan tanggung jawab bersejarah kepada rakyat saya di Papua Barat . Kami mengalami pembunuhan harian sebagai akibat dari kegagalan historis PBB, dan meminta hanya agar itu melindungi kami dari konsekuensi tindakannya sendiri. Komisioner Tinggi PBB harus diizinkan melakukan kunjungan ke Papua Barat, sesuai dengan seruan 82 negara," bunyi pernyataan Wenda, yang diterbitkan ULMWP.
Desakan kepada PBB juga disuarakan pengacara HAM internasional Jennifer Robinson dan Cambridge Pro Bono Project atas nama Wenda dan ULMWP. Robinson menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak rakyat Papua Barat atas hidup, kebebasan berekspresi, majelis damai dan asosiasi, sejalan dengan kewajiban internasionalnya. (Baca juga: Deklrasikan Negara Papua Barat, Ini 5 Fakta tentang Benny Wenda )
Pihaknya juga menyerukan Pemerintah Inggris untuk mematuhi kewajiban internasionalnya untuk melindungi Wenda dari ancaman yang meningkat oleh pemerintah Indonesia, yang dia sebut mungkin berfungsi dengan baik untuk menghasut aksi main hakim sendiri terhadap Wenda dan keluarganya.
"Pejabat Indonesia di tingkat tertinggi telah membuat ancaman serius terhadap Benny Wenda , ULMWP dan anggota dan pendukungnya di Papua Barat. Kami mendesak PBB untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap Indonesia, mengingat kekerasan yang meningkat, sejumlah penangkapan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam setahun terakhir, dan risiko terjadinya kekerasan dan penangkapan lebih lanjut terhadap masyarakat Papua Barat yang melanggar kewajiban internasional Indonesia," kata Robinson, yang dilansir di situs Doughty Street Chambers (DSC), 16 Desember 2020.
Lihat Juga :
tulis komentar anda