ULMWP Calonkan Benny Wenda sebagai Presiden Interim Papua Barat
loading...
A
A
A
LONDON - United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), kelompok yang ingin memerdekakan Papua Barat (West Papua) dari Indonesia , mencalonkan pemimpin mereka; Benny Wenda, sebagai presiden interim Papua Barat.
Kelompok itu juga mendeklarasikan "government-in-waiting" atas wilayah Papua Barat. Government-in-waiting merupakan istilah untuk pemerintah masa depan. (Baca: Setelah Ilmuwan Nuklir, Kini Komandan IRGC Iran Tewas Diserang Drone )
ULMWP menandai 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua Barat. Tanggal itu merujuk pada deklarasi kemerdekaan Papua Barat dari pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1961. Peringatan itu biasanya ditandai dengan pengibaran bendera Bintang Kejora yang sekarang dilarang oleh pemerintah Indonesia yang berdaulat atas Papua Barat.
ULMWP atau Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat, telah menetapkan konstitusi baru dan menominasikan Benny Wenda sebagai presiden interim. Benny Wenda sendiri masih berada di pengasingan di Inggris setelah mendapat suaka di sana.
“Hari ini, kami menghormati dan mengakui semua nenek moyang kami yang berjuang dan mati untuk kami dengan akhirnya membentuk 'pemerintah yang menunggu',” kata Wenda yang dilansir The Guardian, Selasa (1/12/2020).
“Mewujudkan semangat rakyat Papua Barat, kami siap menjalankan negara kami," ujarnya. (Baca: Ilmuwan Nuklirnya Dibunuh, Iran Didesak Serang Haifa Israel )
“Seperti yang diatur dalam konstitusi sementara kami, Republik Papua Barat di masa depan akan menjadi negara hijau pertama di dunia, dan sinyal pandu hak asasi manusia—kebalikan dari dekade penjajahan berdarah Indonesia. Hari ini, kami mengambil langkah lain menuju impian kami tentang Papua Barat yang merdeka, merdeka, dan merdeka," papar Wenda.
Sebelumnya, menjelang 1 Desember, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, menyoroti kekerasan di Papua Barat. "Kami terganggu dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa minggu dan bulan terakhir di provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia dan peningkatan risiko ketegangan serta kekerasan baru."
Shamdasani mengatakan dalam satu insiden pada 22 November, seorang remaja berusia 17 tahun ditembak mati dan seorang remaja lainnya terluka dalam penembakan oleh polisi. Jasad remaja itu ditemukan di gunung Limbaga di distrik Gome, Papua Barat.
Dia juga mengutip pembunuhan pendeta gereja Yeremia Zanambani, yang tubuhnya ditemukan di dekat rumahnya di distrik Hitadipa penuh dengan peluru dan luka tusuk. "Zanambani mungkin telah dibunuh oleh anggota pasukan keamanan," kata Shamdasani. (Baca juga: Terpeleset, Presiden Terpilih AS Joe Biden Mengalami Patah Tulang Kaki )
Kelompok itu juga mendeklarasikan "government-in-waiting" atas wilayah Papua Barat. Government-in-waiting merupakan istilah untuk pemerintah masa depan. (Baca: Setelah Ilmuwan Nuklir, Kini Komandan IRGC Iran Tewas Diserang Drone )
ULMWP menandai 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua Barat. Tanggal itu merujuk pada deklarasi kemerdekaan Papua Barat dari pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1961. Peringatan itu biasanya ditandai dengan pengibaran bendera Bintang Kejora yang sekarang dilarang oleh pemerintah Indonesia yang berdaulat atas Papua Barat.
ULMWP atau Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat, telah menetapkan konstitusi baru dan menominasikan Benny Wenda sebagai presiden interim. Benny Wenda sendiri masih berada di pengasingan di Inggris setelah mendapat suaka di sana.
“Hari ini, kami menghormati dan mengakui semua nenek moyang kami yang berjuang dan mati untuk kami dengan akhirnya membentuk 'pemerintah yang menunggu',” kata Wenda yang dilansir The Guardian, Selasa (1/12/2020).
“Mewujudkan semangat rakyat Papua Barat, kami siap menjalankan negara kami," ujarnya. (Baca: Ilmuwan Nuklirnya Dibunuh, Iran Didesak Serang Haifa Israel )
“Seperti yang diatur dalam konstitusi sementara kami, Republik Papua Barat di masa depan akan menjadi negara hijau pertama di dunia, dan sinyal pandu hak asasi manusia—kebalikan dari dekade penjajahan berdarah Indonesia. Hari ini, kami mengambil langkah lain menuju impian kami tentang Papua Barat yang merdeka, merdeka, dan merdeka," papar Wenda.
Sebelumnya, menjelang 1 Desember, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, menyoroti kekerasan di Papua Barat. "Kami terganggu dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa minggu dan bulan terakhir di provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia dan peningkatan risiko ketegangan serta kekerasan baru."
Shamdasani mengatakan dalam satu insiden pada 22 November, seorang remaja berusia 17 tahun ditembak mati dan seorang remaja lainnya terluka dalam penembakan oleh polisi. Jasad remaja itu ditemukan di gunung Limbaga di distrik Gome, Papua Barat.
Dia juga mengutip pembunuhan pendeta gereja Yeremia Zanambani, yang tubuhnya ditemukan di dekat rumahnya di distrik Hitadipa penuh dengan peluru dan luka tusuk. "Zanambani mungkin telah dibunuh oleh anggota pasukan keamanan," kata Shamdasani. (Baca juga: Terpeleset, Presiden Terpilih AS Joe Biden Mengalami Patah Tulang Kaki )