Macron Minta Dukungan untuk UU Pemberangus Islamisme Radikal
Kamis, 10 Desember 2020 - 00:00 WIB
PARIS - Presiden Emmanuel Macron pada Rabu (9/12/2020) meminta dukungan kabinetnya untuk rancangan undang-undang (RUU) yang memerangi "Islamisme radikal" setelah serentetan serangan teror di Prancis .
RUU yang akan jadi undang-undang (UU) tersebut dikhawatirkan para kritikus berisiko menargetkan semua Muslim.
Macron berpendapat bahwa UU itu diperlukan untuk menopang sistem sekuler Prancis yang kukuh. Tetapi, rencana tersebut semakin memicu ketegangan sosial atas konsekuensi bagi komunitas Muslim terbesar di Eropa. (Baca: Presiden Mesir dan Macron Berselisih soal Kartun Nabi Muhammad )
"Musuh Republik adalah ideologi politik yang disebut Islamisme radikal, yang bertujuan untuk memecah belah Prancis di antara mereka sendiri," kata Perdana Menteri Jean Castex kepada Le Monde.
Dia berpendapat bahwa alih-alih menargetkan Muslim, UU itu bertujuan untuk membebaskan Muslim dari cengkeraman Islam radikal yang tumbuh.
UU tersebut akan dibahas pada pertemuan kabinet di Istana Elysee, di mana Castex akan mengumumkan hasilnya pada sore hari waktu Paris.
Tapi pertahanan kukuh pemerintah atas dasar-dasar negara Prancis sejak Revolusi Prancis telah menyebabkan kegelisahan bahkan di antara sekutu, di mana utusan AS untuk kebebasan beragama internasional mengatakan dia prihatin dengan undang-undang tersebut. (Baca juga: Bendera Israel dan Spanduk "Terima Kasih Mossad" Berkibar di Teheran )
“Mungkin ada keterlibatan konstruktif yang menurut saya bisa membantu dan tidak berbahaya,” kata diplomat AS tersebut, Sam Brownback, kepada wartawan.
“Ketika Anda menjadi berat, situasinya bisa menjadi lebih buruk,” katanya.
Draft itu awalnya berjudul RUU "anti-separatisme", menggunakan istilah yang digunakan Macron untuk menggambarkan Muslim ultra-konservatif yang menarik diri dari masyarakat arus utama.
Menyusul kritik terhadap istilah itu, sekarang dinamakan "RUU untuk memperkuat nilai-nilai republik", kebanyakan sekularisme dan kebebasan berekspresi.
Undang-undang tersebut sedang dipersiapkan sebelum pembunuhan Samuel Paty pada bulan Oktober lalu di pinggiran Paris. Paty adalah seorang guru yang diserang di jalan dan dipenggal kepalanya oleh pengungsi remaja asal Chechnya setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad di sebuah kelas untuk pelajaran kebebasan berbicara dan berekspresi.
Kematian Paty adalah salah satu dari serangkaian serangan yang diilhami oleh "jihadis" di Prancis tahun ini termasuk serangan pisau di luar kantor majalah satire Charlie Hebdo dan penusukan mematikan di sebuah gereja di kota Nice.
Rancangan undang-undang tersebut menetapkan kriteria yang lebih ketat untuk mengizinkan sekolah di rumah bagi anak-anak berusia di atas tiga tahun dalam upaya untuk mencegah orang tua mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah umum dan mendaftarkan mereka di fasilitas-fasilitas Islam bawah tanah.
Dokter, sementara itu, akan didenda atau dipenjara jika mereka melakukan tes keperawanan pada perempuan.
Poligami sudah dilarang di Prancis, tetapi undang-undang baru juga akan melarang pihak berwenang mengeluarkan surat izin tinggal untuk pelamar poligami.
Para pejabat berbagai balai kota juga akan mewawancarai pasangan secara terpisah sebelum pernikahan mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak dipaksa menikah.
RUU yang akan jadi undang-undang (UU) tersebut dikhawatirkan para kritikus berisiko menargetkan semua Muslim.
Macron berpendapat bahwa UU itu diperlukan untuk menopang sistem sekuler Prancis yang kukuh. Tetapi, rencana tersebut semakin memicu ketegangan sosial atas konsekuensi bagi komunitas Muslim terbesar di Eropa. (Baca: Presiden Mesir dan Macron Berselisih soal Kartun Nabi Muhammad )
"Musuh Republik adalah ideologi politik yang disebut Islamisme radikal, yang bertujuan untuk memecah belah Prancis di antara mereka sendiri," kata Perdana Menteri Jean Castex kepada Le Monde.
Dia berpendapat bahwa alih-alih menargetkan Muslim, UU itu bertujuan untuk membebaskan Muslim dari cengkeraman Islam radikal yang tumbuh.
UU tersebut akan dibahas pada pertemuan kabinet di Istana Elysee, di mana Castex akan mengumumkan hasilnya pada sore hari waktu Paris.
Tapi pertahanan kukuh pemerintah atas dasar-dasar negara Prancis sejak Revolusi Prancis telah menyebabkan kegelisahan bahkan di antara sekutu, di mana utusan AS untuk kebebasan beragama internasional mengatakan dia prihatin dengan undang-undang tersebut. (Baca juga: Bendera Israel dan Spanduk "Terima Kasih Mossad" Berkibar di Teheran )
“Mungkin ada keterlibatan konstruktif yang menurut saya bisa membantu dan tidak berbahaya,” kata diplomat AS tersebut, Sam Brownback, kepada wartawan.
“Ketika Anda menjadi berat, situasinya bisa menjadi lebih buruk,” katanya.
Draft itu awalnya berjudul RUU "anti-separatisme", menggunakan istilah yang digunakan Macron untuk menggambarkan Muslim ultra-konservatif yang menarik diri dari masyarakat arus utama.
Menyusul kritik terhadap istilah itu, sekarang dinamakan "RUU untuk memperkuat nilai-nilai republik", kebanyakan sekularisme dan kebebasan berekspresi.
Undang-undang tersebut sedang dipersiapkan sebelum pembunuhan Samuel Paty pada bulan Oktober lalu di pinggiran Paris. Paty adalah seorang guru yang diserang di jalan dan dipenggal kepalanya oleh pengungsi remaja asal Chechnya setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad di sebuah kelas untuk pelajaran kebebasan berbicara dan berekspresi.
Kematian Paty adalah salah satu dari serangkaian serangan yang diilhami oleh "jihadis" di Prancis tahun ini termasuk serangan pisau di luar kantor majalah satire Charlie Hebdo dan penusukan mematikan di sebuah gereja di kota Nice.
Rancangan undang-undang tersebut menetapkan kriteria yang lebih ketat untuk mengizinkan sekolah di rumah bagi anak-anak berusia di atas tiga tahun dalam upaya untuk mencegah orang tua mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah umum dan mendaftarkan mereka di fasilitas-fasilitas Islam bawah tanah.
Dokter, sementara itu, akan didenda atau dipenjara jika mereka melakukan tes keperawanan pada perempuan.
Poligami sudah dilarang di Prancis, tetapi undang-undang baru juga akan melarang pihak berwenang mengeluarkan surat izin tinggal untuk pelamar poligami.
Para pejabat berbagai balai kota juga akan mewawancarai pasangan secara terpisah sebelum pernikahan mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak dipaksa menikah.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda