Langgar Karantina Covid-19, Pria Korut Dieksekusi Tembak di Depan Umum
Sabtu, 05 Desember 2020 - 08:03 WIB
SEOUL - Seorang pria Korea Utara (Korut) telah dieksekusi mati oleh regu tembak di depan umum karena melanggar tindakan karantina darurat untuk mencegah penyebaran virus corona baru (Covid-19).
Radio Free Asia (RFA), mengutip sumber di negara yang dipimpin Kim Jong-un , melaporkan pria tersebut dieksekusi regu tembak pada November. Dia dituduh menyelundupkan mitra bisnis China-nya.
Menurut sumber Korut, eksekusi ini dilakukan dalam upaya untuk menakut-nakuti warga lain agar mematuhi secara ketat langkah-langkah penguncian darurat negara totaliter tersebut. (Baca: Kim Jong-un Semasa Kecil Takut dengan Gadis, Nilai Ujiannya Selalu Jelek )
Meskipun berbagi perbatasan sejauh 880 mil dengan China—yang diyakini sebagai tempat asal virus corona—, Korea Utara secara terbuka mengklaim bebas dari virus tersebut. Namun, negara itu telah menerapkan pembatasan ketat untuk mencegah penyebaran virus, termasuk mengunci kota dan kabupaten, dan melarang perjalanan antarprovinsi.
Pada bulan Januari, Beijing dan Pyongyang menutup perbatasan karena masalah virus, tetapi penyelundup yang mencari nafkah dengan membawa barang-barang China ke Korea Utara terus melakukan perjalanan antarnegara, mendorong serangkaian tindakan lebih keras yang diberlakukan bulan lalu, termasuk penyebaran unit anti-pesawat dan ranjau darat di sepanjang perbatasan.
“Sejak akhir November, Komite Sentral (Partai Buruh Korea) telah meningkatkan tindakan karantina darurat yang ada menjadi tindakan karantina darurat 'tingkat tinggi',” kata seorang penduduk provinsi Pyongan Utara, di perbatasan dengan China di barat laut negara itu, kepada RFA's Korean Service pada hari Selasa yang dilansir news.com.au, Sabtu (5/12/2020). (Baca: China Nyalakan 'Matahari Buatan', 10 Kali Lebih Panas dari Matahari Asli )
“Eksekusi di depan umum terjadi karena korban didakwa melanggar karantina sebelum tindakan darurat level-ultra-tinggi berlaku sekitar 20 November. Seorang pria berusia 50-an yang mencoba menyelundup dengan mitra bisnis China ditembak sebagai contoh pada 28 November," kata sumber itu.
Sumber yang dikutip dalam artikel laporan itu tidak menghadiri eksekusi publik tetapi telah membahasnya dengan seorang saksi. Menurut orang itu, penembakan itu dipindahkan dari perbatasan ke daerah asal korban dalam upaya agar berita eksekusi tidak merembes ke China.
Seorang pejabat Pyongan Utara mengatakan kepada RFA pada hari Rabu bahwa warga menjadi semakin takut atas langkah-langkah untuk mengontrol gerakan mereka. (Baca juga: Viral, Calon Pengantin Lakukan Pemotretan Solo usai Kekasih Batalkan Pernikahan )
“Saat menjaga perbatasan dengan mulus dari darat, udara, dan laut, pihak berwenang memerintahkan tentara untuk menembak siapa pun yang mendekati perbatasan tanpa syarat, terlepas dari siapa orang tersebut atau alasan mereka berada di daerah tersebut. Itu ancaman mutlak bagi warga daerah perbatasan," kata sumber kedua.
“Perintah Komite Sentral untuk membunyikan alarm berarti kita harus memperingatkan orang-orang bahwa mereka yang melanggar aturan akan dieksekusi dengan regu tembak. Bahkan selama Arduous March pada 1990-an, ketika pembelotan massal berlanjut, pemerintah tidak mengancam penduduk di daerah perbatasan seperti ini," imbuh sumber kedua, merujuk pada bencana kelaparan tahun 1994-1998 yang menewaskan jutaan warga Korea Utara, yang menurut perkiraan mengurangi 10 persen dari populasi.
Sumber kedua mengatakan eksekusi publik sejalan dengan metode khas Korea Utara dalam membuat contoh seseorang untuk menakut-nakuti rakyatnya agar patuh.
Radio Free Asia (RFA), mengutip sumber di negara yang dipimpin Kim Jong-un , melaporkan pria tersebut dieksekusi regu tembak pada November. Dia dituduh menyelundupkan mitra bisnis China-nya.
Menurut sumber Korut, eksekusi ini dilakukan dalam upaya untuk menakut-nakuti warga lain agar mematuhi secara ketat langkah-langkah penguncian darurat negara totaliter tersebut. (Baca: Kim Jong-un Semasa Kecil Takut dengan Gadis, Nilai Ujiannya Selalu Jelek )
Meskipun berbagi perbatasan sejauh 880 mil dengan China—yang diyakini sebagai tempat asal virus corona—, Korea Utara secara terbuka mengklaim bebas dari virus tersebut. Namun, negara itu telah menerapkan pembatasan ketat untuk mencegah penyebaran virus, termasuk mengunci kota dan kabupaten, dan melarang perjalanan antarprovinsi.
Pada bulan Januari, Beijing dan Pyongyang menutup perbatasan karena masalah virus, tetapi penyelundup yang mencari nafkah dengan membawa barang-barang China ke Korea Utara terus melakukan perjalanan antarnegara, mendorong serangkaian tindakan lebih keras yang diberlakukan bulan lalu, termasuk penyebaran unit anti-pesawat dan ranjau darat di sepanjang perbatasan.
“Sejak akhir November, Komite Sentral (Partai Buruh Korea) telah meningkatkan tindakan karantina darurat yang ada menjadi tindakan karantina darurat 'tingkat tinggi',” kata seorang penduduk provinsi Pyongan Utara, di perbatasan dengan China di barat laut negara itu, kepada RFA's Korean Service pada hari Selasa yang dilansir news.com.au, Sabtu (5/12/2020). (Baca: China Nyalakan 'Matahari Buatan', 10 Kali Lebih Panas dari Matahari Asli )
“Eksekusi di depan umum terjadi karena korban didakwa melanggar karantina sebelum tindakan darurat level-ultra-tinggi berlaku sekitar 20 November. Seorang pria berusia 50-an yang mencoba menyelundup dengan mitra bisnis China ditembak sebagai contoh pada 28 November," kata sumber itu.
Sumber yang dikutip dalam artikel laporan itu tidak menghadiri eksekusi publik tetapi telah membahasnya dengan seorang saksi. Menurut orang itu, penembakan itu dipindahkan dari perbatasan ke daerah asal korban dalam upaya agar berita eksekusi tidak merembes ke China.
Seorang pejabat Pyongan Utara mengatakan kepada RFA pada hari Rabu bahwa warga menjadi semakin takut atas langkah-langkah untuk mengontrol gerakan mereka. (Baca juga: Viral, Calon Pengantin Lakukan Pemotretan Solo usai Kekasih Batalkan Pernikahan )
“Saat menjaga perbatasan dengan mulus dari darat, udara, dan laut, pihak berwenang memerintahkan tentara untuk menembak siapa pun yang mendekati perbatasan tanpa syarat, terlepas dari siapa orang tersebut atau alasan mereka berada di daerah tersebut. Itu ancaman mutlak bagi warga daerah perbatasan," kata sumber kedua.
“Perintah Komite Sentral untuk membunyikan alarm berarti kita harus memperingatkan orang-orang bahwa mereka yang melanggar aturan akan dieksekusi dengan regu tembak. Bahkan selama Arduous March pada 1990-an, ketika pembelotan massal berlanjut, pemerintah tidak mengancam penduduk di daerah perbatasan seperti ini," imbuh sumber kedua, merujuk pada bencana kelaparan tahun 1994-1998 yang menewaskan jutaan warga Korea Utara, yang menurut perkiraan mengurangi 10 persen dari populasi.
Sumber kedua mengatakan eksekusi publik sejalan dengan metode khas Korea Utara dalam membuat contoh seseorang untuk menakut-nakuti rakyatnya agar patuh.
(min)
tulis komentar anda