Pembantaian di Ethiopia, Warga Sipil Satu Kota Dibacok Hingga Tewas
Sabtu, 14 November 2020 - 00:57 WIB
ADDIS ABABA - Lembaga pemantau HAM internasional, Amnesty Internasional (AI) , telah melaporkan kemungkinan pembunuhan massal terhadap ratusan orang di wilayah Tigray Ethiopia . PBB pun menyerukan penyelidikan dengan mengatakan kematian itu akan menjadi kejahatan perang jika dikonfirmasi.
AI mengatakan banyak warga sipil ditikam atau dibacok sampai mati di satu kota dengan Perdana Menteri Abiy Ahmed menuduh pejuang dari Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) atas pembantaian itu. Para pejabat Tigrayan membantah terlibat dalam kekejaman itu dan pemimpin kawasan itu, Debretsion Gebremichael, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa tuduhan itu tidak berdasar.
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di Facebook, Abiy mengatakan bahwa pejuang TPLF mengamuk setelah pasukan pemerintah "membebaskan" bagian barat Tigray. Mereka secara brutal membunuh warga sipil tak berdosa di Mai-Kadra, sebuah kota di zona barat daya Tigray.
Para saksi juga menyalahkan pasukan yang setia kepada TPLF, menurut AI, yang melaporkan bahwa mereka yang mengunjungi kota itu sehari setelah serangan itu menemukan mayat berlumuran darah dan berserakan di seluruh kota.(Baca juga: Seminggu Bertempur, PM Ethiopia Nyatakan Kemenangan di Tigray )
"Ini adalah tragedi mengerikan yang hanya waktu yang akan menjawabnya karena komunikasi di Tigray tetap ditutup," kata Deprose Muchena, Direktur Amnesty International untuk Afrika Timur dan Selatan seperti dilansir dari Newsweek, Sabtu (14/11/2020).
Dia mengatakan para korban tampaknya adalah pekerja harian, dan sama sekali tidak terlibat dalam serangan militer yang sedang berlangsung.
AI mengatakan telah memeriksa dan memverifikasi secara digital foto dan video mayat di tanah atau dibawa dengan tandu. AI mengkonfirmasi jika itu adalah gambar-gambar terbaru dan menggunakan citra satelit, yang ditempatkan secara geografis ke Mai-Kadra.
"Pemerintah harus memulihkan semua komunikasi ke Tigray sebagai tindakan akuntabilitas dan transparansi untuk operasi militernya di wilayah tersebut, serta memastikan akses tanpa batas ke organisasi kemanusiaan dan pemantau hak asasi manusia," kata organisasi itu.
"Amnesty International bagaimanapun juga akan terus menggunakan semua cara yang tersedia untuk mendokumentasikan dan mengungkap pelanggaran oleh semua pihak dalam konflik," tegas AI.
AI mengatakan banyak warga sipil ditikam atau dibacok sampai mati di satu kota dengan Perdana Menteri Abiy Ahmed menuduh pejuang dari Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) atas pembantaian itu. Para pejabat Tigrayan membantah terlibat dalam kekejaman itu dan pemimpin kawasan itu, Debretsion Gebremichael, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa tuduhan itu tidak berdasar.
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di Facebook, Abiy mengatakan bahwa pejuang TPLF mengamuk setelah pasukan pemerintah "membebaskan" bagian barat Tigray. Mereka secara brutal membunuh warga sipil tak berdosa di Mai-Kadra, sebuah kota di zona barat daya Tigray.
Para saksi juga menyalahkan pasukan yang setia kepada TPLF, menurut AI, yang melaporkan bahwa mereka yang mengunjungi kota itu sehari setelah serangan itu menemukan mayat berlumuran darah dan berserakan di seluruh kota.(Baca juga: Seminggu Bertempur, PM Ethiopia Nyatakan Kemenangan di Tigray )
"Ini adalah tragedi mengerikan yang hanya waktu yang akan menjawabnya karena komunikasi di Tigray tetap ditutup," kata Deprose Muchena, Direktur Amnesty International untuk Afrika Timur dan Selatan seperti dilansir dari Newsweek, Sabtu (14/11/2020).
Dia mengatakan para korban tampaknya adalah pekerja harian, dan sama sekali tidak terlibat dalam serangan militer yang sedang berlangsung.
AI mengatakan telah memeriksa dan memverifikasi secara digital foto dan video mayat di tanah atau dibawa dengan tandu. AI mengkonfirmasi jika itu adalah gambar-gambar terbaru dan menggunakan citra satelit, yang ditempatkan secara geografis ke Mai-Kadra.
"Pemerintah harus memulihkan semua komunikasi ke Tigray sebagai tindakan akuntabilitas dan transparansi untuk operasi militernya di wilayah tersebut, serta memastikan akses tanpa batas ke organisasi kemanusiaan dan pemantau hak asasi manusia," kata organisasi itu.
"Amnesty International bagaimanapun juga akan terus menggunakan semua cara yang tersedia untuk mendokumentasikan dan mengungkap pelanggaran oleh semua pihak dalam konflik," tegas AI.
tulis komentar anda