Trump-Biden Terlibat Perang Hukum Soal Kemenangan Pilpres
Kamis, 12 November 2020 - 08:08 WIB
Anggota Partai Demokrat merespons pemecatan Esper dengan penuh waspada. Juru Bicara (Jubir) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS, Nancy Pelosi, mengatakan langkah yang diambil Trump membahayakan, menciptakan permusuhan, dan meredupkan terjadinya transisi yang mulus.
“Pemecatan Esper tanpa alasan yang jelas dan benar merupakan bukti bahwa Presiden Trump hendak menggunakan kekuasaannya pada hari terakhir untuk menciptakan kekacauan di tanah AS,” ujar Pelosi, dikutip Reuters. Anggota lain, Adam Smith, juga menilai tindakan Trump kekanak-kanakan.
Di Twitter, Trump mengatakan posisi Esper akan digantikan Christopher Miller, Direktur Pusat Kontraterorisme Nasional. Pejabat kementerian pertahanan (Kemenhan) AS secara anonim mengatakan Kepala Staf Gedung Putih, Mark Meadows, memanggil Esper semenit sebelum dia dipecat Trump.
Setiba di Gedung Putih, Esper diberitahu dia telah dipecat secara resmi sejam setelah Trump mengumumkan pemecatannya di media sosial (medsos). Seorang sumber mengatakan rumor pemecatan Esper sudah muncul sejak lama, terutama jika Trump kembali terpilih menjadi presiden. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Dalam sepucuk surat yang ditujukan kepada Kemenhan, Esper menerima pemecatan itu dengan lapang dada dan mendoakan Kemenhan agar dapat meraih capaian yang lebih baik. Esper juga memuji tentara AS yang mengabdi untuk negara dan rakyat serta tidak terpengaruh kisruh politik dalam negeri.
Profesor Politik Princeton University Paul Frymer mengatakan cara pemecatan yang dilakukan Trump via Twitter merupakan budaya buruk kepemimpinan Trump. Dia memperingatkan pejabat lain yang berseberangan dengan Trump untuk berhati-hati dan kemungkinan akan bernasib sama.
Direktur Institut Penyakit Menular dan Alergi Nasional Anthony Fauci juga terancam dipecat karena sering berselisih dengan Trump terkait upaya penanggulangan wabah virus korona. Trump dinilai sebagai pemimpin impulsif dan menuntut bawahannya untuk setia terkait berbagai kebijakan.
Trump memiliki hubungan yang sulit dengan Pentagon karena sebagian pejabat tingginya tidak ingin terkesan menjadi alat politik Trump. Pendahulu Esper, Jim Mattis, juga resign pada 2018 setelah berselisih dengan Trump terkait keterlibatan AS dalam berbagai konflik internasional, termasuk Perang Suriah. (Baca juga: Ini Daftar penerima Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa)
“Trump merupakan presiden pertama di sepanjang hidup saya yang tidak berupaya menyatukan masyarakat AS, sebaliknya dia malah memecah belah,” kata Mattis pada Juni lalu, dilansir Reuters. Sama seperti Mattis, Esper juga menentang sikap Trump terhadap NATO dan khawatir aliansi militer AS tercerai berai.
Dengan dipecatnya Esper, anggota Partai Demokrat cemas tentang masa depan militer AS pada sisa tahun ini. Para ahli juga menilai penurunan kekuasaan orang-orang “Demokrat” di Pentagon akan menimbulkan kisruh nasional dan mengancam proses transisi. Sebab, pemecatan Esper didasari motif politik.
“Pemecatan Esper tanpa alasan yang jelas dan benar merupakan bukti bahwa Presiden Trump hendak menggunakan kekuasaannya pada hari terakhir untuk menciptakan kekacauan di tanah AS,” ujar Pelosi, dikutip Reuters. Anggota lain, Adam Smith, juga menilai tindakan Trump kekanak-kanakan.
Di Twitter, Trump mengatakan posisi Esper akan digantikan Christopher Miller, Direktur Pusat Kontraterorisme Nasional. Pejabat kementerian pertahanan (Kemenhan) AS secara anonim mengatakan Kepala Staf Gedung Putih, Mark Meadows, memanggil Esper semenit sebelum dia dipecat Trump.
Setiba di Gedung Putih, Esper diberitahu dia telah dipecat secara resmi sejam setelah Trump mengumumkan pemecatannya di media sosial (medsos). Seorang sumber mengatakan rumor pemecatan Esper sudah muncul sejak lama, terutama jika Trump kembali terpilih menjadi presiden. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Dalam sepucuk surat yang ditujukan kepada Kemenhan, Esper menerima pemecatan itu dengan lapang dada dan mendoakan Kemenhan agar dapat meraih capaian yang lebih baik. Esper juga memuji tentara AS yang mengabdi untuk negara dan rakyat serta tidak terpengaruh kisruh politik dalam negeri.
Profesor Politik Princeton University Paul Frymer mengatakan cara pemecatan yang dilakukan Trump via Twitter merupakan budaya buruk kepemimpinan Trump. Dia memperingatkan pejabat lain yang berseberangan dengan Trump untuk berhati-hati dan kemungkinan akan bernasib sama.
Direktur Institut Penyakit Menular dan Alergi Nasional Anthony Fauci juga terancam dipecat karena sering berselisih dengan Trump terkait upaya penanggulangan wabah virus korona. Trump dinilai sebagai pemimpin impulsif dan menuntut bawahannya untuk setia terkait berbagai kebijakan.
Trump memiliki hubungan yang sulit dengan Pentagon karena sebagian pejabat tingginya tidak ingin terkesan menjadi alat politik Trump. Pendahulu Esper, Jim Mattis, juga resign pada 2018 setelah berselisih dengan Trump terkait keterlibatan AS dalam berbagai konflik internasional, termasuk Perang Suriah. (Baca juga: Ini Daftar penerima Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa)
“Trump merupakan presiden pertama di sepanjang hidup saya yang tidak berupaya menyatukan masyarakat AS, sebaliknya dia malah memecah belah,” kata Mattis pada Juni lalu, dilansir Reuters. Sama seperti Mattis, Esper juga menentang sikap Trump terhadap NATO dan khawatir aliansi militer AS tercerai berai.
Dengan dipecatnya Esper, anggota Partai Demokrat cemas tentang masa depan militer AS pada sisa tahun ini. Para ahli juga menilai penurunan kekuasaan orang-orang “Demokrat” di Pentagon akan menimbulkan kisruh nasional dan mengancam proses transisi. Sebab, pemecatan Esper didasari motif politik.
tulis komentar anda